Secercah Harapan di Ujung Fajar

4 0 0
                                    

       Langit cerah tak berawan namun diujung sana cumolonimbus membungkus sejauh mata memandang. Tak ada yang spesial di ujung fajar kali ini. Semua nampak sama seakan tak ada yang berbeda untuk ku seorang pujangga penulis cerita.

       Pagiku terselimuti harapan yang tinggi, membumbung tinggi ke langit tak terhenti. Siapa tak punya harapan? Bahkan aku yang hanya orang awam punya harapan, yang ingin aku perjuangkan dan aku wujudkan agar bisa membanggakan.

       Harapanku tak banyak yang tau. Karna menurutku, itu bukanlah konsumsi publik yang ingin tau dan sok tau, tanpa mau mencari tau asal muasalnya terlebih dahulu. Harapanku bukan pula semu. Karna aku ingin mewujudkannya menjadi warna yang tak lagi kelabu, seperti ujung fajar itu. Gelap memang, namun siapa yang tau jika itu menimbulkan secercah harapan bagi segelintir orang yang mau merelakan bangun dari mimpinya untuk bersujud pada-Nya.

       Fajar yang tak tau apa warna sebenarnya membuat orang bertanya-tanya. Apakah kuning atau jingga. Mentari yang terbit diufuk sana membuat silau di mata namun tentram di jiwa.

       Aku hanya ingin bercerita. Pagi hari yang cukup cerah tanpa awan yang mengelillingi tempatku berpijak, aku terduduk berdua dengan seorang temanku dalam ruangan yang kami sebut ruang kelas. Satu per satu mereka datang dengan harapan bahwa mereka akan melewati hari ini dengan bahagia. Tanpa tugas yang menyiksa.

       Kami baru menjejakkan kaki kami di sekolah tercinta ini dua hari yang lalu. Bukan bermaksud apa-apa, kami hanya sedang kembali ke dunia sekolah yang cukup membosankan ini setelah tiga bulan prakerin dan tiga minggu liburan. Cukup menyenangkan bagi kami yang seorang pelajar. Namun yang paling membosankan jika tugas sudah datang menyapa kami dengan senang. Memang kewajiban kami untuk belajar, namun terkadang kami lelah menerimanya yang silih berganti datang terus menerus tak ingin kami tenang.

        Aku memang seorang pelajar yang sukanya melanturkan kata walau tak lancar dalam berbahasa. Masih butuh usaha dan membuatnya menjadi terbiasa tanpa mengecewakan pihak mana saja. Bukan ahli dalam berkata, bahkan sering tergagap jika berbicara, walau bukan latah, tapi sering malas jika harus berbicara di muka umum dan banyak yang mendengarkannya.

       Maafkan saja aku jika aku banyak berbicara tak ada artinya. Aku hanya sedang mewujudkan salah satu bagian dari segunung harapan yang sedang aku perjuangkan. -S

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang