Chapter 6

61 7 5
                                    

Aku tidak menyangka kejadian tiga hari yang lalu benar-benar mengusik pikiran hingga aktivitas harianku. Dimulai dari diriku yang ketahuan sedang bengong di bengkel Ayah saat membantu pekerjaannya, lalu tidak berkonsentrasi saat mencatat rincian pesanan pelanggan, hingga tidak selera makan. Ajaibnya, aku masih bisa tidur dengan tenang tanpa terganggu.

Tiga hari yang lalu, aku yang dimintai tolong mengantarkan pesanan barang ke daerah perbatasan Oushuu kemudian mendapatkan kabar buruk mengenai penyerangan balik Date Masamune dan penjualan illegal 'Pedang Hitam' milik seniman Toriyumi ke pasar gelap. Lalu, sampai pada hari ini aku tidak memiliki keberanian menceritakannya pada ayahku.

Aku hanya tinggal berdua dengan ayahku semenjak ibuku meninggal dunia. Aku tidak ingin membuat kehidupan ayahku merasa terancam. Aku masih belum mengerti 'Pedang Hitam' apa yang mereka incar selama ini dari ayahku? Jika benda tersebut sungguhan, kemungkinan nyawa Ayah akan melayang di tangan mereka.

Pedang-pedang yang dibuat oleh tangan ayahku memang memiliki kualitas yang bernilai tinggi. Tidak mengherankan, banyak pelanggan bahkan termasuk Masamune-sama menyukainya. Apabila 'Pedang Hitam' itu adalah karya yang bernilai tinggi milik Ayah, pantas saja para bandit tersebut mengincarnya untuk dijual di pasar gelap.

Ayahku menjadi seniman pedang bukan semata-mata mencari keuntungan melainkan ia sungguh-sungguh menyukai pekerjaannya tersebut. Aku percaya Ayah memiliki alasannya sendiri memilih sebagai seniman pedang sepanjang hayatnya.

"Pekerjaan yang dikerjakan sungguh-sungguh pasti menghasilkan sesuatu yang berharga dan bernilai, Nak." Begitulah kalimat yang selalu diutarakan olehnya kepadaku. Oleh karena itu, anak macam apa yang tidak sedih jika melihat ayah kandungnya sendiri dalam keadaan terancam.

"Awas, ada kecoa di kakimu!"

"AAAAAAAH!!!" spontan aku berteriak karena terkejut. Hampir saja kayu bakar yang sedang kubawa tidak ikut jatuh berceceran ke tanah. Sudah kuduga, Ayah mengagetkanku dari belakang.

"...tapi bohong. Hayo, ketahuan melamun lagi ya. Sebenarnya apa yang terjadi padamu sih sejak tiga hari yang lalu? Apa ada masalah?" cibir Ayah di belakangku. Raut wajahnya sedikit khawatir.

"Bu-bukan apa-apa, Ayah. Aku hanya...um...agak pusing gara-gara disini lebih panas dari biasanya, hehehehe." Kataku berusaha menutupi keresahanku. Lagi-lagi, aku melamun tanpa sadar.

"Apa kamu yakin tidak ada masalah? Ayah khawatir lho kalau ada apa-apa denganmu."

Aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum. Sepertinya justru gerak-gerikku yang membuat ayahku khawatir.

"Kalau memang seperti itu, beristirahatlah dulu di ruang depan. Mungkin benar katamu, disini menjadi lebih panas dari biasanya karena mulai memasuki musim panas." Ayahku berkata demikian dengan menepuk lembut kepalaku. Aku mengangguk pelan sebagai balasannya.

Aku melanjutkan membawa kayu bakar untuk dimasukkan ke tungku perapian yang nantinya digunakan sebagai bahan bakar memanaskan pedang ataupun melelehkan logam mentah. Ayahku memilih kayu bakar yang murah meriah dibanding dengan batu bara. Batu bara memang lebih efisien dalam pembakaran tetapi di wilayah Oushuu barang tersebut cukup mahal harganya.

Setelah beres, barulah aku menuju ruang depan toko untuk menenangkan pikiran sejenak. Baru saja melangkahkan kaki beberapa meter, tak sengaja kaki kiriku menyenggol sesuatu yang berkonsistensi padat. Belum sempat aku melihat ke bawah, benda tersebut jatuh menimpa jempol kiriku. Sontak aku berteriak kesakitan.

"SUAKIIIIIIIIT!!!!!" aku langsung meringkuk dan mengerang kesakitan. Ini adalah kesakitan yang paling menyebalkan di sepanjang peradaban manusia. Mataku melirik untuk melihat benda apa yang tak sengaja kusenggol dan beraninya jatuh menimpa jempol kiriku tersayang. Aku mengutuk dalam hati.

My Love Interested in HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang