03

1.2K 209 2
                                    

5 tahun bukan waktu yang singkat, namun nyatanya hanya butuh beberapa detik untuk membuyarkan semuanya.

Jujur, melupakan Jaehyun adalah hal tersulit, bahkan lebih sulit dari mengerjakan skripsi atau hal apapun yang sudah pernah kulakukan.

"Dys, kamu bisa presentasi sekarang."

"Dys,"

"E-eh iya bos?"

Aku menggelengkan kepalaku pelan. Mencoba mengusir pikiran-pikiran yang berusaha mengambil alih fokusku dari pekerjaan.

"Silahkan mulai presentasi," bos berujar sambil menatapku penuh selidik.

Ngga ada apa-apa.

Mantra sialan itu kembali kurapalkan bersamaan denganku yang berdiri dan memulai rapat.

*****

"Kamu ngga apa-apa? Dari tadi saya lihat kamu ngga fokus. Kalau kamu sakit besok gausah kerja dulu,"

.....

"Dys,"

"E-eh iya bos? Maaf?"

Kulihat bos yang mengehela nafas kasar.

"Kamu sakit?"

Aku menggeleng segera.
"Saya sehat bos,"

Bos melirikku sekilas sebelum akhirnya kembali fokus mengemudi.

"Maaf sudah buat kamu pulang selarut ini. Nanti akan saya tambah insentif untuk bulan ini,"

"Jangan, bos. Ini sudah menjadi bagian dari pekerjaan saya." Tolakku cepat. Aku tidak enak menerima uang secara cuma-cuma seperti itu.

"Tidak ada penolakan, Gladys Kim."

*****

Bel apartemenku berbunyi nyaring, mengganggu acara tidurku yang masih ingin kulanjut 4 jam lagi.

Kuraih ponsel ku, masih pukul 6. Siapa yang datang sepagi ini?

Aku menyeret kakiku menuju intercom, bang Doyoung. Kenapa ia kesini?

Cklek

"Kenapa bang?"

"Nah ini tante. Kamu ikut tante dulu ya?"
Bang Doyoung bicara pada gadis kecilnya, Lila. Anak perempuan berumur 4 tahun hasil pernikahannya dengan kak Irene.

Lila mengangguk, kemudian merangkul kakiku.
"Tante Adys!"

"Eh kenapa nih?" aku menatap Lila dan bang Doyoung bergantian.

"Mama nya Irene sakit, kami mau ke Bandung sekarang. Mama papa lagi di Singapore, ngga ada yang bisa dititipin Lila."

Aku segera mengerti.
"Yaudah bang, hati-hati."

Bang Doyoung mengangguk.
"Titip Lila ya?"
Ia kemudian beralih ke Lila.
"Lila jangan nakal ya sama tante Adys?"

Anak itu mengangguk semangat sambil tersenyum.

"Pinter. Papa pergi dulu ya,"

Setelah mengacak rambutku dan Lila, bang Doyoung pergi. Aku menutup kembali pintu apartemen.

"Kebiasaan deh papa kamu ngacak-ngacak rambut," ucapku pada Lila. Gadis mungil itu hanya tersenyum.

*****

Acara malas-malasan yang sudah kurencanakan terpaksa batal. Aku mengajak Lila ke taman kota di acara CFD sambil mencari sarapan.

Aku bisa membiarkan diriku kelaparan, tapi tidak dengan Lila.

Aku sarapan dengan bubur ayam, begitupula Lila yang ditemani dengan susu kotaknya.

"Tante tante main itu yuk?"

Lila menunjuk scooter khusus anak-anak yang sengaja disewakan. Beberapa anak menaikinya, mengitari monumen yang berada di tengah taman.

Aku mengangguk. Membersihkan sisa bubur yang belepotan di bibir Lila, kemudian menggandengnya menuju tempat penyewaan scooter itu.

Lila berlari lebih dulu, memegang scooter berwarna coklat yang sepertinya ingin ia mainkan. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum, tingkah anak-anak selalu lucu.

Setelah membayar 30 ribu, kami berniat membawa scooter itu ke sekitaran monumen sebelum akhirnya ada anak laki-laki seumuran Lila yang menahan scooter itu.

"Maaf dek ini udah mbaknya duluan yang sewa," ucap abang-abang scooter.

Anak laki-laki itu terlihat kecewa. Tak lama seseorang datang, suara beratnya menginterupsi kami.

"Woojae, daddy nyariin kamu ternyata-"




























"Jaehyun?"















Tbc ♥️

Daddy >>> Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang