BAB 8

41 9 1
                                    

Siena pulang cepat dari hotel hari ini. Ia menghabiskan waktu di kamarnya dengan membaca buku. Namun karena mengantuk, ia berbaring beberapa menit. Siena terbangun dan mendapati ia tertidur dengan mata sembab. Kondisi wajahnya bahkan lebih buruk lagi. Wajahnya kusut dengan mata sembab dan hidung memerah.

Siena tertawa miris ketika menyadari bahwa hingga di detik ini ia masih tetap menangisi Daffa. Pria itu benar-benar menyakitinya sangat dalam bahkan ketika ia sendiri tak menyadari telah menyakiti Siena. Siena menangis sendirian tanpa pernah berani mengutarakan perasaannya pada Daffa. Sehingga pria itu semakin menyakitinya lagi dan lagi. Hingga rasanya menyakitkan ketika ia harus berpura-pura tak terluka di depan pria itu.

Ia turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka. Meskipun hanya Hariana yang akan melihatnya dengan wajah semenyedihkan ini, Siena tetap tak ingin orang lain tahu. Sehingga ia benar-benar menghilangkan jejak air mata di wajahnya ketika bersiap untuk keluar dari kamar.

Setelah memastikan bahwa Yunada tak lagi berada di ruang makan, Siena pun turun ke lantai bawah. Ia masuk ke dapur tepat ketika Hariana selesai membereskan piring kotor. Wanita itu sudah terbiasa dengan kebiasaan Siena setiap malam yaitu memasak makan malamnya sendiri.

Selama satu tahun lebih kehidupan rumah tangganya, Siena hanya ikut makan bersama di meja makan jika ada Thomas. Jika pria itu kembali ke Italia, maka Siena akan makan sendirian ketika Yunada dan Daffa sudah terlelap. Biasanya Siena akan makan di warung terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah agar ia bisa langsung tidur daripada harus repot-repot memasak lagi.

Siena tidak ingin merepotkan Hariana meskipun wanita itu selalu menawarkan dirinya untuk membantunya.

"Ibu yakin gak mau dibantu?"

Siena tersenyum. Tangannya masih setia memotong sayuran ketika ia meminta Hariana untuk beristirahat lebih dulu.

"Sudah hampir jam 11 malam, Bu," ujar Hariana. Ia benar-benar tidak tega melihat Siena harus memasak makan malamnya sendiri setiap hari.

Yunada selalu meminta semua makanan dihidangkan ke meja makan dan ia akan menghabiskannya. Jika tidak bisa, maka sisa makanan tersebut harus dibuang. Hariana tentu tidak ingin kehilangan pekerjaan hanya karena urusan rumah tangga majikannya.

"Saya gak apa-apa, Bi. Bibi ke kamar aja. Ini juga udah mau selesai,"

Dengan berat hati Hariana masuk ke kamarnya. Setiap malam, ia menyaksikan sendiri majikannya itu memasak sendiri dan makan di saat orang-orang sudah tertidur lelap.

Siena lebih memilih mengalah daripada harus berdebat meskipun ia bisa melakukannya. Ia hidup dari uangnya sendiri. Biaya kuliah Rolan pun berasal dari gajinya sendiri. Siena tidak pernah mengambil tunjangan yang diberikan Daffa padanya setiap bulan. Meskipun ia berstatus istrinya Daffa saat ini, Siena hanya merasa ia tidak berhak menerima uang pria itu. Mereka tidak benar-benar menikah. Mereka hanya berpura-pura. Lebih tepatnya, ini bukanlah apa yang mereka inginkan.

Lagipula Siena suka memasak. Ia merasa menjadi seorang perempuan seutuhnya jika memasak. Jadi ketika sempat, Siena selalu memasak makanan untuk dirinya sendiri. Walau hanya sebungkus indomie, biasanya.

Harum tumisan kangkung menguar, memenuhi dapur. Siena tersenyum melihat wajan terisi oleh masakannya. Sembari menunggu tumisan kangkungnya matang, Siena bersandar ke pantri dan menatap sekeliling. Ia selalu melakukan ini setiap kali memasak di dapur rumah Daffa.

Ketika masih SMA, Siena selalu membayangkan berada di dapur rumah Daffa suatu hari nanti dan memasak untuk pria itu. Lalu Daffa akan pulang kerja dan Siena menyambutnya di muka pintu, membawakan tas kerjanya, menyiapkan pakaian gantinya selagi pria itu mandi lalu makan malam bersama.

Hidden MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang