Ch. 9 Diary of Breaking Up II

156 12 48
                                    

Sebelumnya...

"Jiwon..."

Ayunan kakiku melambat saat mendengar suaranya. Aku terkejut, tidak berpikir ia akan menghubungiku setelah hari itu.

"Jongsuk?" Tanyaku pelan, meskipun aku yakin itu memang dirinya. "Ada masalah apa? Aku sedang jogging." Tanyaku lagi masih sambil berlari.

"Jiwon, aku... aku sangat merindukanmu." Kini aku benar-benar berhenti berlari, terperenyak mendengar kalimat yang ia ucapkan.

" Kini aku benar-benar berhenti berlari, terperenyak mendengar kalimat yang ia ucapkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jiwon, aku sangat merindukanmu..." Ini gila. Aku tidak dapat menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini. Bibirku kelu untuk sekedar bergerak.

"Selama beberapa bulan, aku berpikir kita akan baik-baik saja. Namun, aku tidak tahu bahwa aku merasa terpuruk saat ini." Ucap Jongsuk lagi setelah beberapa menit aku tidak meresponnya. "Pikiranku dipenuhi dengan kenangan bahagia kita..." Lanjutnya.

Ia memang hebat. Apa yang terlontar dari bibirnya selalu memberi efek pada tubuhku. Perkataannya mendengung di telingaku, namun membuat pikiranku kosong.

Aku menggigit bibir bawah, lalu berkata, "Tapi, kau ingin berpisah denganku..."

"Aku tahu. Ini semua salahku! Aku baru sadar bagaimana berartinya dirimu untukku, Jiwon."

"Sayangnya, kau sudah tidak berarti lagi bagiku."

Lama aku tidak mendengar responnya.

"Kau bukan satu-satunya pihak yang merasakan sakit, Jongsuk. Aku sudah bisa mengatasinya beberapa bulan ini. Aku berhasil melanjutkan hidup..."

Dedaunan menguning berguguran melewatiku, seperti membantuku mengucapkan selamat tinggal dengan benar.

"Sekarang aku berpikir sangat menyenangkan untuk hidup sendiri..." Lanjutku.

"Jiwon, apa kau serius?"

"Eo. Jongsuk, jangan menghubungiku lagi. Annyeong." Ucapku sebelum memutus sambungan telepon dengannya. Berharap Jongsuk tidak mendengar getaran dalam suaraku.

Kedua tanganku masuk ke saku jaket. Kepalaku menengadah, dedaunan berwarna oranye dan merah yang tertangkap pandanganku menjadi berkilauan bercampur kristal di pelupuk mataku.

Saat ia mengatakan ia merindukan diriku, jantungku masih meresponnya dengan debaran cepat...

Aku tidak menyangka diriku bisa menolaknya dengan cara seperti ini.

Kupejamkan mata sambil menghembuskan napas perlahan.

Sedikit menyedihkan. Tetapi hubungan ini memang sudah berakhir sekarang....

 Tetapi hubungan ini memang sudah berakhir sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

O N E  D A YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang