02

3 2 0
                                        

Kalian, adalah alasan aku masih bertahan di tengah kekurangan sampai sekarang.

~oOo~

Sudah lewat pukul 9 namun Rania belum kunjung datang. Windy mondar mandir, raut wajahnya terlihat khawatir. Ia khawatir jika tidak jadi berlibur ke tempat Neneknya, padahal masih ada hari esok.

"Kamu kenapa?" tanya Vindi yang tentunya menggunakan bahasa isyarat.

"Windy sedang menunggu Rania, lama sekali."

"Sudah kamu hubungi?" tanya Vindi lagi.

"Sudah berkali-kali, tapi tidak diangkat. Windy kesal!"

Vindi menggelengkan kepalanya, gemas melihat tingkah laku sang adik. "Tunggu aja, sebentar lagi pasti datang."

Lima menit setelah Vindi berucap demikian, Rania datang dengan membawa banyak tas. Terlihat sangat repot, huh.

"Lama sekali! Aku menunggumu sampai lumutan, tau tidak?!" gerutu Windy pada Rania.

"Hahaha maaf, tadi aku susah banget cari angkot," jawab Rania.

"Cepat masuk mobil sana, kita akan berangkat sekarang."

Setelah semua siap, mereka segera pergi menuju desa. Selama perjalanan mereka diisi dengan candaan Rania yang terkadang garing.

Perjalanan yang lama terasa sebentar. Saat memasuki daerah perdesaan, mereka merasakan suasana yang sangat berbeda dengan perkotaan.

Burung camar terlihat berterbangan di atas langit, desiran ombak laut terdengar sangat merdu di telinga mereka. Pohon kelapa berbaris rapi sepanjang jalan, rumah warga yang terbuat dari kayu berderet indah.

"Indahnya ...," ucap Rania kagum. Matanya tak berhenti menatap keluar jendela mobil.

"Sebentar lagi kita bakal sampe di rumah Neneknya Windy dan Vindi." Hendri bersuara.

Benar seperti apa yang Hendri katakan, tak sampai sepuluh menit, mereka sudah sampai di kediaman Nenek. Mereka disambut hangat oleh Nenek dan Kakek.

Windy turun dari mobil dan langsung memeluk Nenek dan Kakeknya. Jujur saja, Windy sangat rindu dengan mereka.

"Ayo masuk, kita makan dahulu dan beristirahat. Abis itu kalian bisa jalan-jalan di sekitar sini," ucap Yanto, Kakek Windy.

"Vindi, Windy, Rania! Nenek kangen banget sama kalian!" seru Yanti, Nenek Windy.

"Kami juga, Nek," sahut Vindi mewakili Windy dan Rania.

Setelah makan bersama dan beristirahat dengan cukup, Rania mengajak Windy untuk jalan-jalan sebentar.

"Win kamu tau gak tempat yang pemandangannya bagus disini?" tanya Rania memakai bahasa isyarat.

"Aku tahu, jalan saja kedepan sekitar 300 m kita akan melihat pemandangan yang sangat indah."

Rania mengangguk sebagai tanggapan. Mereka berjalan santai, desiran ombak membasahi kaki mereka, angin pantai mengibas-ngibas rambut Rania yang panjang.

Saat sudah sampai di tempat yang Windy maksud, Rania tak berhenti mengucapkan kata 'wah'. Seumur hidupnya, Rania baru melihat pemandangan sebagus ini.

Thanks, My Bestfriend.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang