Pagi ini Ricis ditemani Ella ke lokasi shooting. Pukul sepuluh pagi mereka sudah di lokasi karena Ricis mendapat calling-an jam sebelas.
Sudah hampir pukul empat sore, Ricis masih di lokasi shooting. Saat ini ia sedang take scene terakhir untuk hari ini. Itu artinya, sebentar lagi ia akan pulang.
Ricis merasa tubuhnya sudah sangat lelah karena seharian ini ia shooting full take scene berat.
Ella menghampiri Ricis, "ayo Cis. Semua barang udah beres."
"Oh, udah La? Ayo deh. Badan aku udah capek banget. Kangen kasur." Ricis beranjak dari kursi santainya dan berjalan menuju mobilnya.
"Anggi, nanti mampir ke tukang pecel lele yang biasa ya." Ucap Ricis ketika ia sampai di depan mobilnya.
"Oke, mba Ricis." Anggi memasuki mobil dan duduk di kursi kemudi.
Seperti biasa, ketika di jalan Ricis hanya diam menikmati pemandangan di luar kaca mobilnya. Rasanya sangat menenangkan ketika melihat kesibukan di luar sana, walau hanya pemandangan motor dan mobil lalu lalang.
Dering ponsel Ricis memecahkan keheningan.
Tertera nama Rio di ponselnya.
"Assalamualaikum."
'Waalaikumsalam, umi. Posisi di mana mi?'
"Otw pulang."
'Ooh..'
"kenapa?"
'Ini, aku sama anak-anak lagi di kantor. Ada berita buruk sih, tapi kayaknya lebih baik dikasih taunya nanti aja di kantor."
Deg.
Apa lagi yang terjadi ya Tuhan. Batin Ricis.
"Apaan?"
'Gak apa-apa umi. Kirain umi masih shooting. Kalo masih shoong mau minta pulang dulu sebentar.'
Ricis bingung apa yang sebenarnya terjadi di kantor sehingga timnya meminta ia untuk segera pulang. "Kenapa lagi?"
'Eee.. Kita tunggu umi pulang aja. Nanti kita bicarain di kantor.'
"Yaudah, ntar-ntar. Tunggu ya. Assalamualaikum."
'Waalaikumsalam.'
Ricis memutuskan sambungan teleponnya. Ia masih bingung, sebenarnya apa yang terjadi di kantor. Hal penting apa yang ingin mereka bicarakan.
Apa hal buruk?
Jika memang ia, mengapa Tuhan selalu memberi dirinya cobaan. Selalu menyelipkan cobaan di saat bahagia sedang mengisi dirinya.
Sementara di tempat lain pada waktu yang sama, Rio, Wildan, Ogund, Boim, dan Jae sedang menjalankan aksinya.
Rio berkoordinasi dengan Angga --security yang sedang berjaga di depan.
"Guys, semoga prank kali ini bisa menguras emosi." Ucap Rio pada kamera.
"Subscriber nurun, barang ilang, terus apa lagi nanti umi nyuruh kita tanggumg jawab kita gak mau tanggung jawab kan, kita.. Mundur hahaha." Ucap Wildan menambahkan dengan candaan.
Semua tertawa puas. Bercanda dan menyusun kalimat apa yang kira-kira dapat Ricis percaya.
Tiba-tiba HT tersambung dengan security di depan, terdengar suara Angga memberitahukan bahwa Ricis sudah sampai di rumah.
Ogund meletakkan kamera di antara kamera dan lensanya, agar tidak terlalu mencolok.
"Duh gue deg-degan banget hahaha." Rio berdiri dan loncat-loncat, menandakan dia sangat deg-degan saat ini.
"Assalamualaikum." Ricis masuk ke dalam kantor.
"Waalaikumsalam." Jawab mereka serempak.
"Lah, mau pindah kantor?"
"..." Tidak ada yang menjawab, semua menunduk takut.
"Ini pada kemana barang-barang?" Tamya Ricis heran melihat kantor sudah kosong. Tidak ada laptop, PC, dan yang lainnya.
"Eee.. Ini kan kita abis libur ya, mi. Kemarin juga kita ke sini gak ad main ke kantor." Ucap Wildan hati-hati.
"Iya, terus?" Tanya Ricis menuntut, tidak sabar mendengar penjelasan dari timnya.
"Terus dipindahin komputer-komputernya?" Tamya Ricis lagi.
"Engga, kita ke sini udah--" Jawab Wildan menggantung. Ia tidak tau mau menjawab apa lagi.
"Hah?" Ricis semakin bingung. Bagaimana bisa semua barang hilang begitu saja.
"Iya, udah kosong." Ucap Rio.
"Ah gak mungkin. Dipindahin mba kali. Coba tanya mba."
"Kita udah cari ke sekeliling rumah." jawab Wildan.
"Engga tanya mba atau tanya siapa kek. Gak mungkin kosong gini, pasti dipindahin."
"Mungkin aja kan, karena gak ada yang ngurus laptop makanya dipindahin mba ke mana gitu." Lanjut Ricis.
"Kita udah tanya mba tadi, terus dicek CCTV--" Ucapan Rio dipotong oleh Ricis.
"Coba aku tanya mba dulu." kemudia Ricis berdiri, berjalan ke luar ruangan meninggalkan tim Ricis yang sedang deg-degan.
"Gak bisa berkata-kata udeh gue." Ucap Ogund.
"Aduh."
"Kalo dia cek CCTV gimana?" tanya Jae.
"Jangan sampe."
Tiba-tiba Ricis masuk ruangan, mengagetkan tim Ricis. Semua langsung panik dan diam seketika.
Ricis menghembuskan nafasnya kasar.
"Masalah apa lagi ini?" tanya Ricis dengan lesu.
"Jadi gini mi. Yang pertama kali dateng ke kantor kan aku. Aku inisiatif lah cek kantor. Aku loat CPU sama monitor dan laptopnya udah gak ada. Aku kira Boim, Jae, atau Wildan bawa pulang buat edit di rumah." Rio menjelaskan dengan ekspresi yang dibuat seperti panik.
"Cek CCTV aja, kan nyala." Ucap Ricis.
Tim Ricis yang mendengar seketika langsung saling pandang dan panik. Tidak ada yang bisa berkata-kata. Semua berpikir alasan apa lagi yang harus mereka katakan kepada Ricis.
"Eee, tapi kayaknya.." Rio bingung harus memberi alasan apa lagi.
"Gak mungkin, ntar aku cek dulu." Ricis beranjak dari duduknya hendak keluar memeriksa CCTV.
Rio segera menahan Ricis untuk tidak keluar. Tim yang lain sudah panik.
"Mi, coba telfon mas Angga dulu." Usul Jae.
"Kenapa si Angga?" tanha Ricis heran.
"Kan, yang jaga dia." Jawab Rio hati-hati.
"Yaudah coba."
Rio segera menghubungkan HTnya ke tempat security.
••••
I'm done.
Aku stuck. See u on the next part:*
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are The Team (Ria Ricis & Tim)
AcakRia Yunita, atau kerap disapa Ria Ricis. Mengawali karirnya dengan membuat video instagram. Namanya semakin dikenal ketika ia membuat video squishy di akun youtubenya. Namun hidupnya tidak semulus yang orang-orang bayangkan. Banyak masalah yang haru...