2-Who Knows?

15 2 0
                                    

"Joe! Ada apa datang subuh-subuh? Kau baru pulang kerja ya? Aku akan bilang pada Paman kalau kau kerja sampai malam lagi!"

"Pelankan suaramu, ini sudah larut malam. Lagipula kenapa kau belum tidur? Apa karena ini hari ulang tahunmu?"

"Huh! Masuklah. Lain kali aku tidak akan membukakan pintu untukmu!"

"Maka aku tidak akan membelikanmu makanan lagi."

Gadis yang berulang tahun itu menggembungkan satu sisi pipinya. Tangannya disilangkan di dada. "Oh, ini mantan seniormu. Ada yang ingin diucapkannya." ucap Joe menghindar ke sisi pintu. Dibalik badannya, gadis lain berdiri tegak dengan senyum lebar dan tangannya melambai.

"Ah! Senior! Lama tidak bertemu!"
Judith membungkuk singkat. Kakinya melangkah keluar dari pintu.

"Apa kabarmu? Selamat ulang tahun ya!"

"Terimakasih, senior. Ayo masuk ke dalam dulu!"

Apartemen seorang gadis yang baru menginjak usia 23 tahun itu nampak manis. Dinding yang dihiasi fairy lights mendominasi di sudut ruangan. Terdapat nakas besar yang diatasnya ditempati oleh kaktus-katus kecil. Memori-memori yang berharga baginya di cetak dalam bentuk kertas, tertancap di papan kecil di atas nakas besar itu.

Sementara Joe menyibukkan dirinya di dapur, dua gadis itu berbincang-bincang, mengenang kembali masa perguruan tinggi mereka. Mantan junior-senior yang pernah dekat dulu---sebenarnya mereka hanya saling membantu ketika menyiapkan festival kampus, tapi bisa dibilang itu hubungan yang baik---sekarang telah terjun ke dunia yang lebih menantang. Tentu saja.

"Senior, kenapa bisa bertemu dengan kakak?"

"Ceritanya panjang. Tolong panggil aku 'kakak' saja, rasanya aneh jika dipanggil 'senior', aku merasa akan membuat skripsi lagi hahaha."

"Baiklah. Aku akan menyuguhkan teh dulu."

"Eh, tidak per-"

Judith sudah melangkah duluan ke dapur. Kalimat yang belum diselesaikan mantan seniornya dibalas dengan kedipan manis. Joe yang sedari tadi di dapur menyadari kedatangan Judith. "Selamat ulang tahun." ucapnya datar. Joe sendiri sedang memasak sesuatu. Jika dikira-kira lewat penciuman, nampaknya ia sedang memasak Beef Bourguignon. Daging sapi burgundy yang direbus dengan anggur merah ditambah dengan jamur, wortel, bawang, dan sebuket garni. Bukankah ini membangkitkan hasrat untuk makan?

"Terimakasih. Aku mau membuatkan teh untuk seniorku. Bagaimana kalian bisa bertemu?"

"Tasnya dicuri setelah aku membeli sesuatu di minimarket. Pencurinya tidak sengaja lepas dari kejaranku. Nanti pagi polisi akan mencari pelakunya."

"Begitu ya. Kenapa kau tidak mengantarnya pulang? Senior pasti lelah."

"Kunci rumah dan dompetnya ada di tas yang dicuri. Rencananya aku akan tidur di apartemenmu dan seniormu tidur di apartemenku dulu."

Judith mengangkat sebelah alisnya. "Lebih baik senior tidur di apartemenku. Jadi kalau ada masalah 'perempuan' tidak perlu repot. Lagipula aku bisa meminjamkannya bajuku."

Joe menatap adiknya sebentar. Pendapatnya mendapat anggukan setuju. Pandangannya beralih pada masakannya yang hampir jadi. Mata Judith membelalak. Sepertinya ia baru menyadari sesuatu.

"Hei, wajahmu kenapa? Di plester begitu?" tanyanya dengan nada cemas.

"Oh, hanya tergores." Joe menjawab tanpa melihat adiknya. Makanan buatannya dituang ke dua mangkuk. Joe sendiri tidak akan makan.

"Hahaha, akhirnya wajah tampanmu itu tidak mulus! Ini adalah hal yang langka untuk orang sepertimu!" ledek Judith. Ia puas sekali.

Judith pergi duluan ke ruang tamu. Tehnya ditaruh di meja, tepat di depan mantan seniornya. "Kakakku membuat Beef Bourgignon. Kakak harus makan, ya. Pasti lelah bekerja di kafe."

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang