Empat

6 1 0
                                    

Sabtu pagi. Dengan jeans semata kaki, blus lengan panjang, dan sepatu kets kesayanganku, aku berjalan di trotoar jalan perumahan Yarisz—perumahan tempat tinggal Chart. Rambut coklatku yang lurus sebahu bergerak-gerak tertiup angin yang berhembus.

Yarisz adalah salahsatu perumahan elit di Felicity. Letaknya di pusat kota. Tidak terlalu jauh dari Erinome.

Hari ini aku berangkat sendiri menggunakan angkutan umum. Oleh karena itu, dari gerbang Yarisz hingga rumah Chart aku harus berjalan kaki.

Aku belum pernah ke rumah Chart sebelumnya. Tetapi, aku tahu rumahnya. Aku dan Luna beberapa kali berkunjung ke rumah Hi'iaka. Rumah Hi'iaka juga di Yarisz dan hanya berjarak beberapa rumah dari rumah Chart. Itu sebabnya aku bisa tahu.

Rumah Chart sudah terlihat. Tinggal melewati beberapa rumah lagi.

Sebelum aku melanjutkan berjalan menuju rumah Chart, aku berhenti di rumah ke tiga sebelum rumah Chart.

Dari sela-sela pagar, kulihat dua orang gadis sebayaku sedang duduk di kursi teras rumah itu. Yang satu berambut merah dan yang satunya lagi pirang. Gadis berambut merah menoleh ke arahku diikuti Si gadis pirang. Aku pun memberi keduanya senyuman dan dibalas juga oleh keduanya.

Si gadis merah berbicara kepada Si gadis pirang, seperti memberitahukan sesuatu. Kemudian menghampiriku.

"Pagi, Luna," sapaku ketika si gadis merah sudah berada di hadapanku.

"Apa kau sudah lama menunggu?" tanyaku kemudian.

"Tidak, kok. Aku baru datang lima belas menit yang lalu," jawab Luna—Si gadis merah.

"Oh, syukurlah. Aku kira aku membuat kau menunggu." Aku menghela napas lega.

"Kalau begitu, ayo kita pergi!" Luna melangkah keluar pagar lalu menggandeng tanganku.

"Ayo!" Aku pun melambaikan tangan kepada Hi'iaka—Si gadis pirang—sebagai tanda pamit yang dibalas lambaian tangan juga olehnya.

Aku dan Luna pun berjalan sedikit lalu sampai di rumah yang kami tuju. Rumah Chart.

Setelah pembicaraanku dengan Chart waktu itu, aku menepati janjiku untuk memberitahu Luna apa yang kami bicarakan.

Ketika aku berkata bahwa Chart mengundangku ke rumahnya, Luna berkata bahwa ia ingin ikut denganku. Aku menyetujuinya, karena pergi ke rumah seorang pemuda sendirian rasanya bukan sesuatu yang bagus. Aku memang belum memberitahu Chart, tapi kurasa dia tak akan keberatan.

Oleh karena itu, kami berjanji untuk bertemu di rumah Hi'iaka sebelum ke rumah Chart.

Rumah Chart tidak jauh berbeda dengan rumah Hi'iaka. Rumah bertingkat dua yang cukup besar dengan halaman depan yang tidak terlalu luas dan pagar besi setinggi dua meter yang melindunginya.

Rumahnya berwarna putih tulang dengan kusen pintu dan jendela yang berwarna coklat keemasan. Sedangkan pagarnya berwarna hitam legam. Halamannya berupa rumput hijau dengan bunga-bunga hias.

"Elara, apa kita masuk saja?" tanya Luna setelah kami terdiam beberapa saat memandangi rumah Chart.

"Ya. Coba lihat apa pagarnya dikunci?"

Luna lalu menunduk sedikit untuk melihat apa pagarnya dikunci atau tidak.

"Tidak. Tidak dikunci," ucap Luna kemudian.

"Baiklah. Ayo masuk."

Kami pun membuka pagar lalu berjalan melewati halaman menuju pintu.

"TOK..TOK..TOK.." Aku mengetuk pintu.

Tak lama kemudian pintu terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang sedang tersenyum ramah. Mrs. Azure Orvyn.

"Selamat pagi, nyonya," sapaku dan Luna ramah.

"Selamat pagi juga," balas Mrs. Azure ramah. "Kalian pasti teman-teman Chart, kan?"

"Iya. Saya Elara Mowest." Aku memperkenalkan diriku sambil menjabat tangan Mrs. Azure.

"Lunaria Horan." Luna pun menjabat tangan Mrs. Azure.

"Elara, Lunaria, Silakan masuk." Mrs. Azure mempersilakan kami masuk.

"Terima kasih, nyonya." Kami berterima kasih sebelum melangkah masuk.

"Panggil Mama saja, ya?" pinta Mrs. Azure.

"Eh, ba-baiklah," jawab kami kaku.

Aku dan Luna pun melangkah masuk. Begitu memasuki rumah, kami disambut dengan ruang tamu yang bisa dibilang luas. Ruang tamunya pun bersih dan rapi. Terdapat sofa-sofa dan meja di tengah ruangan. Pada dinding, terpajang lukisan-lukisan yang menarik perhatianku.

"Silakan duduk. Biar mama panggilkan dulu Chart."

Setelah mempersilakan kami duduk, Mrs. Azure pergi memanggil Chart.

Sedari tadi, aku tak hentinya memperhatikan lukisan-lukisan indah yang dipajang.

"Aku penasaran. Siapa ya yang melukis semua lukisan indah ini," tanya Luna lebih mengarah pada pernyataan kekaguman. Aku hanya mengangguk setuju.

Tak lama kemudian, datang ke ruang tamu seorang pemuda dengan rambut pirangnya yang acak-acakan. Pakaiannya santai sekali. Celana pendek selutut dan kaos oblong lengan pendek. Kurasa, orang ini tak berniat menerima tamu dengan pakaian itu.

"Halo Ela, Luna. Kuharap kalian tak menunggu lama," sapanya. "Oya. Mengapa tak mengabari dulu kalau kau ikut juga, Luna? Tapi bagus lah. Aku memang berniat akan menghubungimu setelah pertemuan ini."

Tak satupun dari kami yang membalas perkataannya. Kami masih tercengang melihat penampilan Chart yang terlewat santai itu.

"Chart, soal perkataanmu waktu itu yang mengundangku ke rumahmu, kau serius kan tentang itu? Itu bukan bagian dari kejahilanmu, kan?" tanyaku hati-hati. Aku hanya ingin memastikan agar Sabtu pagiku ini tak terbuang sia-sia.

"Eh? Aku benar-benar mengundangmu kemari, kok. Karena aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Ela, ohh Ela. Mengapa kau selalu berprasangka buruk padaku?" jawab Chart dengan nada yang sedikit didramatisasi.

"Eh, bu-bukan itu maksudku," jawabku gelagapan. Sepertinya Chart salah memahami maksudku.

"Maksud Ela adalah tentang pakaianmu. Pakaianmu terlalu santai dan kami berpikir kau tak benar-benar menunggu kedatangan kami." Luna angkat bicara.

Chart melihat pakaiannya sekilas lalu melihat ke arah kami dengan cengiran di wajahnya.

"Ohh, hehe. Apa kalian terganggu dengan pakaianku? Aku bisa menggantinya dulu kalau mau. Maafkan aku, aku baru saja bangun tidur."

Aku dan Luna kompak melongo. Anak ini baru bangun tidur? Jam 9 pagi?

"Baiklah, lupakan soal pakaianmu," ucapku menyudahi percakapan tentang pakaian ini. "Langsung saja ke inti. Apa yang ingin kau perlihatkan?"

"Ayo, ikuti aku!" Chart berjalan menuju tangga lalu menaikinya menuju lantai dua. Kami pun mengikutinya.

Chart berhenti di depan sebuah pintu berkusen coklat keemasan (sama seperti pintu lainnya) dengan kayu berbentuk huruf 'C' yang terpajang di pintunya. Aku yakin itu kamarnya.

Chart membuka pintunya. Benar saja, itu adalah kamarnya.

Kamarnya tidak terlalu rapi tapi tidak juga berantakan. Terdapat sebuah ranjang berukuran king size di tengah ruangan. Di seberangnya terdapat televisi besar dengan peralatan playstation yang tergeletak berantakan di lantai.

Sejajar dengan pintu masuk, terdapat sebuah lemari pakaian dan sebuah pintu di sebelahnya yang kuyakini adalah pintu kamar mandi. Di sisi seberangnya, terdapat sebuah lemari buku yang tidak terlalu besar dan sebuah meja belajar.

Chart berjalan ke arah meja belajarnya. Aku dan Luna pun mengikutinya. Chart seperti mencari-cari sesuatu di tumpukan buku di atas meja belajarnya. Setelah menemukan sesuatu tersebut, Chart beralih pada kami.

"Duduk!" ucapnya sambil menunjuk ke arah kasur.

Tanpa berkata apa-apa, aku dan Luna menurutinya dan duduk di tepi kasur king size-nya itu.

Chart lalu menarik kursi belajarnya dan memosisikannya di hadapan kami kemudian duduk di atasnya.

Chart menarik napas lalu menghembuskannya perlahan sebelum mulai memberitahu hal yang membuatku penasaran sejak tadi. Kutebak, sesuatu yang ingin dia perlihatkan itu adalah sesuatu yang ia ambil dari meja belajarnya tadi. Yang tertangkap mataku, sesuatu itu adalah buku. Tapi, buku apa?

"Okay. Sebelum aku memberitahu kalian, aku ingin kalian berjanji. Jangan beritahu siapa-siapa. Janji?" ucap Chart sambil mengacungkan kelingkingnya.

"Pinky Promise? Kau bercanda?" tanyaku tak percaya.

"Ya. Aku harus memastikan kalian berjanji," jawabnya sambil tersenyum meyakinkan. Kelingkingnya masih teracung di hadapanku dan Luna.

Aku memutar bola mataku malas. "Oh, Ya Tuhan. Baiklah terserah apa maumu," keluhku sambil menautkan kelingkingku. Tak ada pilihan lain, kurasa.

"Haruskah?" Luna bertanya tak yakin.

"Ayolah Luna. Kau akan membiarkan kelingkingku dan Ela bertaut seperti ini terus?" Chart tersenyum menggoda ke arahku.

"Hey!!?" seketika aku melepaskan kelingkingku. Menatap Chart nanar. Sudah kuduga dia hanya mempermainkanku.

"Oh, ayolah Ela. Kau itu orangnya terlalu serius. Aku hanya bercanda, kok. Hehe."

Aku mendengus, menatapnya kesal lalu menautkan kembali kelingkingku dengan kasar. Luna pun akhirnya ikut menautkan kelingkingnya.

Tak sampai tiga detik, aku dan Luna melepaskan kelingking kami.

Sesuai janjinya, Chart kemudian memperlihatkan sebuah buku. Sesuai dugaanku! Tapi tunggu, aku kok familiar dengan buku ini?

"Buku ini!?" Aku terbelalak.

"Bergelmir, kisah hutan misterius." Luna membaca sampul buku itu.

"Bagaimana kau bisa mendapatkannya!?" tanyaku setengah berteriak.

"Shuuut.. Kecilkan suaramu. Aku meminjamnya dari Bebhionn," jawab Chart enteng.

"Tak mungkin!" sanggahku. "Mrs. Daphne saja melarang kita membacanya, apalagi meminjamnya."

"Yaa, aku memang tidak izin terlebih dahulu. Tapi aku tidak mencuri. Aku janji akan mengembalikannya!" Chart mengucapkan kalimat terakhirnya dengan sungguh-sungguh.

"Itu sama saja," ucapku.

"Itu benar, Chart. Mrs. Daphne pasti akan marah besar jika mengetahuinya. Terlebih buku yang kau pinjam tak seharusnya dibaca oleh kita." Luna menimpali.

"Tapi, mau bagaimana lagi. Lebih baik kita segera baca isinya agar bisa segera dikembalikan. Lagipula, aku yakin kalian juga tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."

Chart benar. Mungkin inilah saatnya rasa penasaranku terbayarkan.

"Kalau begitu, tunggu apa lagi? Ayo kita baca!"

Chart mulai membuka bukunya. Aku yang sudah pernah membaca setengah dari buku ini tidak menunjukkan reaksi berarti pada bab-bab awal. Begitupula Chart (yang kuyakin sudah menamatkan buku ini sebelum memperlihatkannya pada kami).

Berbeda dengan Luna. Ia terlihat begitu antusias. Sesekali ia menggumamkan kata-kata seperti: Ohh, hmm, sudah kuduga!, apa!?, wow!, eh?, dan sebagainya.

Karena bukunya yang hanya setebal jari kelingking dan karena rasa penasaran kami yang begitu besar, akhirnya kami telah mencapai bab terakhir. 'Makhluk Ajaib'. Begitulah judul bab terakhir itu.

Aku belum membaca sampai bab ini. Bahkan, aku baru membaca dua bab saja (Dari sepuluh bab). Entah itu karena aku yang terlalu menghayati, sehingga membacanya pelan-pelan atau karena Mrs. Daphne yang terlalu cepat memergokiku.

"Baiklah, ini saat yang kutunggu-tunggu."


Elara's Adventure: BergelmirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang