Delapan

4 1 0
                                    

Chart menatapku dan Luna lalu mengangguk seperti meminta persetujuan. Seakan mengerti apa yang dimaksud Chart, kami pun mengangguk setuju.

Dalam hati, aku berhitung, "Satu.. Dua.. Tiga.."

Tepat pada hitungan ketiga, kami berlari serempak menuju arah yang berlawanan dari semak-semak.

Benar saja. Dari semak-semak tadi, keluar beberapa makhluk yang entah apa itu. Berukuran kecil dan membawa sesuatu seperti tombak di tangannya.

"Larii!! Larii!! Ke pohon portal!!"

Kami berlari sekuat tenaga. Tak peduli jalanan berlumpur atau ranting pohon yang menampar wajah, yang ada di pikiran kami sekarang adalah segera menuju pohon portal.

"Apa makhluk-makhluk itu masih mengejar?" teriak Chart yang berlari paling depan.

Aku sebagai yang berlari paling belakang menolehkan kepalaku ke arah makhluk-makhluk itu.

"Masih!!" jawabku juga berteriak.

Makhluk itu, seperti mochi berkaki dan bertangan. Kaki dan tangannya bulat-bulat. Warnanya putih, tak berbulu. Ukurannya kurang lebih sebesar bola basket. Entah makhluk apakah itu. Apa benar mochi?

Pohon portal itu sudah terlihat. Tinggal beberapa meter lagi kami sampai. Kami mempercepat laju lari kami. Makhluk-makhluk mochi yang mengejar kami pun sepertinya tertinggal agak jauh.

Kami akhirnya sampai di pohon portal.

Dengan napas yang masih terengah-engah, Chart masuk pertama. Tetapi, ketika hendak memasukkan tangannya ke dalam portal, tangannya tertahan.

"Apa yang terjadi, Chart?" tanyaku terkejut.

"Kenapa, Chart?" tanya Luna juga.

"Aku tak bisa memasukkan tanganku," jawab Chart.

"Hah? Apa maksudmu? Biar kucoba."

Aku pun mencoba memasukkan tanganku ke dalam portal. Dan hasilnya tanganku lancar saja masuk ke dalamnya.

"Jangan bercanda, Chart. Aku bisa, kok. Kalau begitu coba masukkan kakimu dulu."

Chart lalu mencoba memasukan kakinya. Tapi, yang terjadi adalah timbul suara seperti kaca yang dipukul.

Portal itu menjadi seperti cermin ketika Chart hendak memasukkan kakinya.

"Kan, apa kubilang!" Bentak Chart. Kulihat wajahnya memancarkan raut kepanikan.

"Oke oke, tenang dulu." Aku coba menenangkan.

"Biar kucoba." Kini giliran Luna mencoba memasukkan kakinya. Dan berhasil masuk.

Kami bertiga saling tatap.

"Chart, apa yang terjadi padamu."

Di tengah waktu yang terus memburu, kepanikan kami bertambah menjadi dua kali lipat.

Yang pertama, karena kini makhluk-makhluk mochi yang mengejar kami sudah tinggal beberapa meter saja, dan kian mendekat seiring detik berlalu.

Yang kedua, karena Chart yang entah mengapa tak dapat melewati portal, yang berarti dia tak bisa pulang.

"Duhh, bagaimana ini ..." Luna panik. Ia tak hentinya menukar pandangannya terhadap kami dan makhluk-makhluk mochi yang kian mendekat. Raut kepanikan terlihat jelas di wajahnya.

Aku memaksa otakku bekerja lebih keras mencari solusi untuk masalah ini. Tapi ini sulit sekali. Rasa panikku membuyarkan fokusku.

"Ela, Luna." Chart memanggil nama kami.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Elara's Adventure: BergelmirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang