5- Kebenarannya

183 11 3
                                    

Iya, Kamu itu orang, tapi sekaligus gandengan hati saya.

-Ervan

[ Be With You ]


"Loh, anak bunda sudah pulang?" tanya Bundanya Kania ketika melihat putrinya sedang duduk anteng di meja makan.

"Bunda, kok makan siangnya habis lagi sih."

"Siapa suruh pulang sekolahnya sore terus. Ya resiko lah kehabisan makan siang," celetuk Sania yang tiba-tiba ikut duduk di meja makan.

"Kamu yang habisin, yah?"

"Shembarangan! emangnya perut aku gentong. Ayah tau yang habisin makanan, rakus banget kayak udah nggak di kasih jatah satu tahun," ujar Sania asal ceplos. Kania tertawa bersama Bundanya mengingat bagaimana porsi makan sang Ayah jika lauknya adalah ikan bakar. Sebakul pun bisa ia habisi sendiri.

"Bunda ... tadi lucu deh, masa Pak Ervan ngambek sama Kania."

"Oh ya? memangnya Kania salah apa sampai buat Ervan marah?"

"Ih, Ka Kani parah. Masa calon suami sendiri di panggil Pak."

"Terus aku harus panggil dia apa? Mas gitu? jijik banget hahaha."

"Yah Akang ke, Kakak ke, atau Abang juga boleh."

"Idih, calon imam aja seklian," ucap Kania bercanda.

"Heh! Bunda tadi nanya loh, kok malah asik sendiri?"

"Hehe, maaf Bunda. Jadi Pak Ervan itu marah gara-gara Kania gak angkat telvon dia semalaman. Salah Kania juga sih hpnya nggak di kasih suara."

"Tapi ngambeknya lucu, udah kayak anak kecil minta di belai."

"Itu wajar, Sayang. Laki-laki memang seperti itu. Ada saat di mana dia dewasa, ada saat di mana dia tegas, dan juga ada saat di mana dia kekanak-kanakan karena ingin di manja oleh pasangannya."

"Tapi Bunda, yang paling parahnya lagi dia sampe bergadang cuma karena khawatir sama Kania. Pas Kania cek hp, panggilan tidak terjawab dari dia ada berapa coba bun? coba tebak."

"Berapa kak emangnya? 30?" tanya Sania menebak.

"Hmmm, 60?" Kali ini Bunda mereka yang ikut menebak.

"Salah dua-duanya! yang bener itu 126 hahaha!!"

"APA!! NIAT BANGET TUH ORANG!" Sania tidak menyangka kalau calon Kakak iparnya adalah seorang bucin.

"Haduhh enaknya ngobrol bertiga aja gak ajak-ajak Ayah."

Meliahat sang Ayah datang, Kania langsung meraih tas ranselnya dan segera naik ke lantai atas tanpa pamit sama sekali.

Ayahnya hanya memandang punggung Kania yang perlahan terasa semakin jauh dari dirinya.

Ayah mana yang sanggup berjauhan dari putrinya. Tapi satu hal yang belum Kania mengerti, bahwa seorang Ayah, selalu ingin yang terbaik untuk Anaknya.

Herman sendiri pun tersiksa karena harus terus-terusan memaksa Kania untuk mempertahankan ikatan itu. Tapi Herman yakin sekali, bahwa Ervan memang yang terbaik untuk Kania, dan juga bahwa memang takdir lah yang menuntunnya untuk mendekatkan putrinya kepada Ervan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KANIA & ERVAN [ Be With You ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang