BAGIAN 1

788 144 12
                                    

Jisoo mengayuh sepedanya menuju gerbang sekolah. Hari ini dia pulang terlambat. Pukul 06.00 kegiatan ekstrakurikuler yang lelaki itu ikuti baru selesai. Mengharuskan dirinya pulang ketika langit sudah berganti malam. Jisoo tidak keberatan. Justru dia merasa senang karena sudah menghabiskan waktunya untuk kegiatan bermanfaat. Daripada hanya baca komik selepas pulang sekolah, lebih baik mengikuti diskusi untuk kegiatan sosial di keesokan hari, bukan? Ekstrakurikuler yang lelaki itu ikuti akan mengadakan acara sosial minggu depan, dan sang ketua menunjuk Jisoo sebagai wakil panita.

Laju sepeda itu terhenti tepat di depan gerbang—ketika Jisoo akan menyebrang. Netra teduh lelaki itu menangkap bayangan seorang perempuan. Ia tengah duduk sendirian di halte yang mulai sepi. Jisoo turun dari sepeda kemudian menghampiri. Mendorong sepeda tersebut lantas memarkirkannya di depan halte. “Sedang menunggu jemputan?” tanyanya sembari memasang senyum cerah. Jisoo duduk di samping perempuan itu yang menghadiahinya sebuah anggukan.

Mereka terdiam. Membiarkan keheningan tertanam. Banyak kendaraan berlalu lalang di depan sana. Menciptakan siluet indah ketika melaju lumayan kencang. Gadis itu melirik Jisoo dari ujung mata. Merasa bingung karena dia tak kunjung pulang. Justru ikut menunggu di halte padahal membawa kendaraan. “Kau juga sedang menunggu orang?” Akhirnya gadis itu bertanya karena tak tahan dengan rasa bingung yang melanda.

“Hm?” Kepala Jisoo menoleh. Mereka kini saling berhadapan dengan jarak lumayan dekat.

“Kau menunggu jemputan?”

“Tidak,” jawab Jisoo singkat. Dia kembali asik menatap jalanan ramai. “Aku sedang menunggu orang yang menunggu jemputan.”

Bahu gadis itu terangkat sempurna. Merasa bingung, tetapi lebih memilih diam tak mengacuhkan. Dia ikut menatap jalanan ramai di depan sana. Jalan raya yang hampir sepenuhnya didominasi oleh mobil. Beberapa siswa yang mengikuti ektrakurikuler sama dengan Jisoo baru keluar dari gerbang. Mereka tersenyum menyapa lelaki itu dan bertanya. Jisoo hanya tersenyum dan memberi anggukan sebagai jawaban. Satu-dua murid perempuan yang ikut melewat menyempatkan diri menyapa keduanya.

“Berapa lama lagi sopirmu akan datang, Jennie-ya? Ini sudah malam.”

Molla.” Jennie menerawang jauh ke pertigaan di depan sana. Berharap mobil jemputannya muncul saat ini juga. “Kau kenapa tidak pulang?” Ia kembali menatap Jisoo di sebelahnya.

“Orang yang kutunggu juga belum pulang.”

“Siapa?” Kali ini Jennie memberanikan diri bertanya. Rasa penasarannya sudah melambung tinggi. Dia tidak akan bisa tidur jika belum mendapat jawaban pasti.

“Mandu,” ucap Jisoo ringan. Matanya menyipit selaras dengan munculnya senyum lebar di wajah. Jennie mengernyit, tetapi tetap merasa nyaman dengan senyum itu. Baru kali ini hatinya menghangat karena senyum seseorang.

“Soal tadi ...,” Jennie kembali berujar setelah melewati jeda cukup lama. Membiarkan angin malam berembus pelan. Menyusup di celah-celah baju hingga masuk menggelitik kulitnya. “Terima kasih.”

Jisoo mengangguk sekali. Membetulkan posisi tas yang tengah ia gendong. “Sama-sama.”

“Kautahu dari mana namaku?” Jennie kembali bertanya setelah mengingat kejadian tadi siang. Gadis itu menggerakkan kakinya yang menggantung di atas tanah. Itu merupakan kebiasaan dari kecil. Jika duduk di bangku yang lumayan tinggi dan kakinya tergantung, Jennie pasti akan menggerak-gerakkannya seperti anak kecil.

Mata Jisoo terpejam erat seakan tengah mengingat sesuatu. Raut wajahnya lucu menggemaskan. Hal itu membuat tawa kecil Jennie mengudara. Jisoo kembali membuka matanya sejurus kemudian. Dia lagi-lagi tersenyum cerah. “Nanti juga kau akan tahu.”

Remember WhenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang