Prolog

1.1K 148 17
                                    

Semestinya, laki-laki selalu mengedepankan logika dan bukan malah hati.

Sialan!

Gulf mengutuk perasaan keparat ini ketika merasakan bibir milik Mew menghisap keras bibir bagian atasnya, mengirimkan sinyal kejut aneh. Mungkin ia akan larut sekarang, tetapi otaknya masih bekerja dengan benar untuk mengelak semua ini.

Tindakan Mew.

Kekeliruan Mew.

Gulf pikir ia sudah di ambang batas.

"Bajingan!" Tidak ada alasan yang lebih masuk akal selain ketertarikan seksual yang bisa Gulf dapat dari laki-laki yang menciumnya ini. Tapi tolonglah, mereka ini satu gender. "Lo nggak punya otak hah?!"

Mew justru menunjukkan senyum simetris. "Gue punya, tapi hati gue yang ngendaliin."

Tuhan tahu, memaksakan sesuatu yang menyalahi takdir adalah sebuah perbuatan dosa. Gulf kian gemetaran. Mew masih mengungkungnya, tubuh kekar laki-laki itu seperti hampir memenuhi tubuhnya yang sedikit lebih kecil. Sialan! Gulf tidak menahu dirinya yang bahkan tidak mampu untuk sekedar melayangkan pukulan pada Mew. Mereka berdua hanya terus diam seperti ini, saling mengatur napas. Gulf yang emosional, sedangkan Mew ingin meluapkan apa yang ia pendam selama ini. Bagaimana Gulf yang selalu memenuhi otaknya, bagaimana Gulf yang membuat hatinya menghangat setiap kali mereka saling berinteraksi.

"Lo udah gila."

"Ya! Gue emang udah gila karena lo!"

Ini nerakanya.

Gulf kembali merasakan bibirnya dicium secara kasar oleh Mew, dia keras dan mendominasi. Kemudian Gulf akhirnya mengambil langkah ini, mendorong paksa tubuh Mew yang sejak tadi mengungkung tubuhnya di dinding dingin kamar mandi.

"Lo benar-benar nggak punya otak, Mew!" Dia sangat marah. "Keluar lo dari sini!"

Masalahnya, Mew terlalu batu.

"Beri gue satu alasan kenapa lo bisa-bisanya terus bilang gue nggak punya otak?!"

Bukankah Adam diciptakan berpasangan dengan Hawa? Jadi, sebenarnya siapa di sini yang tidak punya otak?

Gulf menatapnya kesal. "Lo! Kalau elo punya otak, seharusnya elo bisa mikir mana yang benar dan mana yang salah!"

Tapi, bagaimana jika itu tentang hatinya?

Mew tersenyum getir, masih menatap mata hitam Gulf. "Begitu?"

"Lo sahabat gue, dan lo nggak bisa seperti ini kalau memang elo masih mau kita punya hubungan baik."

"Persetan soal sahabat!" Ini bukan lagi tentang seberapa lama mereka mengenal, mengetahui luar dalam, baik buruk satu sama lain. "Lo nggak bisa memaksakan apa yang ada di pikiran elo, Gulf."

"Terserah! Gue minta elo sekarang pergi dari sini!" Mew masih tidak bergeming. "Pergi!!"

Semuanya terasa abu-abu.

Gulf menyayangkan apa yang dilakukan Mew hari ini, perasaan bodoh yang dia miliki seperti sebuah petir. Gulf mungkin ingin punya cinta sejati, tapi bukan demikian.

"Oke, gua bakal pergi." Tatapannya tetap tajam dan menusuk. "Tapi satu hal yang mau gue bilang ke elo."

Gulf berusaha mengatur napas, berusaha menahan tubuh Mew yang coba mengikis jarak. Menciptakan sesuatu yang intim hingga darahnya seakan mendidih.

"Gue cuma mau bilang," Ini sangat dekat. "Lo harus punya pandangan tentang cinta dengan cara berbeda, supaya elo bisa tahu dan memahami gimana sulitnya mengendalikan hati."

Mew sudah bertindak terlalu jauh.

"Gue suka sama lo, Gulf."

"Kalau gitu silahkan pergi dari sini dan jangan pernah menampakkan batang hidung lo lagi di depan gue, sialan!"

Itu akan sulit.

Mew tersenyum miring. "Coba aja, tapi gue nggak akan pernah ngelakuin itu."

Si keparat gila ini, Gulf tidak tahan.


















To be continue...

Ini bukan pertama kalinya aku nulis story dengan genre kek beginian, tapi sudah lama aku unpublish. 😅 Melenceng dari storyku kebanyakan, maka dari itu bagi kaum homophobic dipersilahkan untuk klik back tanpa meninggalkan kenang-kenangan apa pun di nih lapak. 😂🙏 Fyi, aku lagi suka MewGulf. Ettt bukan suka lagi sih, tapi jatuh cintaaaaa. ❤ Haha! Jadi mungkin yang masih nungguin story2ku yang lain, sabar yaa. Tenang, pasti ku lanjut kok. 😁

01 Juni 2020

LovelornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang