Gulf adalah orang yang bermulut kotor, maka bukan menjadi hal baru bagi orang-orang mendengar Gulf menyebut hampir seluruh isi kebun binatang. Pear salah satunya, ia bahkan telah mendengar Gulf mengumpat sejak berusia sebelas tahun karena mereka masih berkerabat. Perempuan itu berusia satu tahun di atasnya, lebih tepatnya kakak tingkat Gulf. Hobinya main ke rumah hanya demi ngecengin anak bujang tetangga sebelah, siapa lagi jika bukan Mew. Setiap ada kesempatan, Pear selalu bertanya apa Gulf pergi ke rumah Mew dan dia sudah pasti mengekor di belakang. Gulf sampai heran, memangnya Mew Suppasit itu semenarik apa sampai-sampai banyak perempuan yang mengincarnya? Lebih baik pilih Gulf Kanawut yang manis seperti gula ini.
"Lo tuh kalau kumat sering banget jadi tolol Gup, makanya cewek-cewek keduluan illfeel sebelum mutusin buat deketin lo."
Mulut Pear sama saja. "Tolol ngatain tolol."
Gulf membenarkan letak bantalnya di kursi kemudian kembali fokus pada layar televisi. Hari sudah semakin sore dan Pear masih tidak mau pergi, Ibunya pun malah mengompori. Katanya, Pear sekalian saja di sini ikut makan malam bersama. Gulf jadi gondok setengah mati. Coba saja jika Pear tidak merecokinya dan terus menyebut nama Mew, ia mungkin tidak akan begitu terganggu. Masalah seriusnya adalah ketika sepupu perempuannya itu terus mengorek informasi tentang Mew darinya, alasannya untuk bahan ghibah di sekolah bersama teman-temannya. Gulf darah tinggi.
"Lo serius kan Mew nggak punya pacar?"
Bagaimana mau memiliki pacar? Laki-laki itu menyukainya yang notabene juga berjenis kelamin laki-laki. "Lo tua ngapain ngembat berondong kayak Mew? Nggak tahu diri!"
Owh, kurang ajar sekali.
Pear mendengus tanpa berminat melihat wajah Gulf, menahan diri untuk tidak menjitak kepala laki-laki itu. Kalau saja orang ini adik kandungnya, setiap hari Pear akan memberinya neraka. Biar mampus!
"Lo pulang aja sih, ngapain masih di si..."
Ting! Tong!
Suara Gulf tertahan di tenggorokan begitu ia mendengar suara bel rumah berbunyi, sedangkan Pear menoleh ke sumber suara. Karena pintu depan hampir keseluruhan berbahan kaca, mereka berdua jadi langsung tahu yang datang siapa. Oke, ini bencana. Mata Pear membulat, dia tanpa komando buru-buru berlari menemui Mew yang mana tingkahnya itu diteriaki Gulf. Kepalanya sudah pusing sejak tadi, maka dari itu Gulf memutuskan ikut berlari mencegah Pear membuka pintu, mereka saling mendorong.
"Gue yang bukain pintu, Gupitaaa!"
"Lah lo siapa ngatur-ngatur?!" Anak setan!
Baik Pear maupun Gulf tidak ada yang mau mengalah, mereka saling berebut bahkan ketika pintu berhasil dibuka. "Gupi!"
"Bawel banget!" Di ambang pintu, ada Mew yang tampil dengan setelan khas anak muda. Kelihatan bingung. Gulf menatap matanya segera. "Ngapain lo ke sini?! Aduhhh."
Harinya benar-benar buruk.
Pear tersenyum manis pada Mew setelah sempat-sempatnya mencubit lengan Gulf. "Mew, ada perlu apa ke sini? Ayo masuk."
"Nggak perlu Phi, ini cuma mau ngambil kunci kok."
Keduanya kompak menaikkan alis. "Kunci?"
"Iya, kunci rumah. Mom sama Dad lagi pergi dari siang pas gue keluar, dan mereka bilang kunci rumah dititipin ke Mae."
Mae yang dimaksud Mew di sini adalah Ibu Gulf. Mereka sangat dekat dan Mew sudah terbiasa memanggilnya demikian. Sekarang Gulf heran, rumah Mew yang lebih besar dari rumahnya apa tidak memiliki kunci duplikat? Lagipula, di rumahnya kan ada asisten rumah tangga. Gulf ingin bertanya tapi urung lantaran ia masih malas dengan laki-laki yang berani menciumnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovelorn
FanfictionKatanya, tidak ada satu sahabat pun di dunia ini yang bisa bersama tanpa perasaan apa pun. Gulf pikir itu akan menjadi mustahil jika ia bersahabatan dengan sesama laki-laki. Mild sahabatnya, Boat sahabatnya, dan Mew juga sahabatnya. Ini berjalan bia...