Centaurus High School adalah sekolah elite nomor satu di Indonesia. Sekolah menengah atas tersulit yang bisa ditembus. Hanya anak-anak dengan otak brillian yang bisa lolos. Sekolah ini terkenal dengan sebutan sekolah olimpiade. Kumpulan siswa yang sudah berprestasi sejak menengah pertama. Sekolah swasta ini memiliki biaya yang cukup mahal. Namun, selama memiliki otak yang cerdas, siapapun bisa masuk tanpa sedikit pun dipungut biaya. Bisa dibilang, siswa dan siswi Centaurus High School adalah kumpulan anak-anak konglomerat dengan otak yang cerdas. Bangunan, fasilitas serta kinerja guru sudah tidak di ragukan lagi. Lulusan sekolah ini sudah punya nama di Oxford University.
Banyak orang tua dari murid sudah mengenal satu sama lain. Karena kaitan bisnis mereka. Tidak aneh bila anak-anak mereka pun sudah saling mengenal. Lebih dari 80% siswa sekolah ini memiliki darah campuran. Artinya, mereka tidak sepenuhnya berdarah Indonesia. Namun, salah satu syarat yang harus di penuhi adalah siswa harus memiliki darah Indonesia.
Centaurus High School memiliki tiga penyumbang dana terbesar untuk sekolah ini, yaitu Pak Migg-Papah Rere-, Pak Hadar-Papah El-, dan Pak Zach-Papah Ares-. Selain menjadi murid berprestasi, El adalah sosok pemuda yang sangat pemberani dalam menentang keras pembulian di sekolah. Bisa dikatakan, bahwa El tidak akan tega melihat orang lain tertindas. Begitu pun dengan Ares yang mendukung El. Namun, berbeda dengan Rere, ia malah sebagai pelaku dalam kasus pembulian.
Suasana pagi hari di sekolah sudah sangat ramai. Padahal langit masih belum begitu cerah. Anak-anak sudah berkerumun di lapangan dan suara tawa terdengar.
"Ada apa sih, El?"
Baru saja memasuki lorong kelas yang menghadap arah lapang, Ana sudah dibuat penasaran dengan apa yang tengah ia lihat. El hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Lo, kenapa jadi nyebelin gini sih sejak kemarin? Hih!"
Ana sangat jengkel dengan sikap El yang berubah sejak kemarin.
Lupi keluar dari pintu kelas yang sepertinya akan mendatangi kerumunan orang-orang. Namun, saat ia melihat Ana dan El, ia mendatangi mereka dan tak jadi ke arah lapang.
"Eh, Lup, ada apa sih itu?"
Ana bertanya pada Lupi yang sedang berjalan ke arahnya.
"Biasa, Rere sama Oliv. Apalagi selain ngebuli orang?"
"Ah, bener-bener tuh orang"
Mata Ana melirik ke arah El yang ikut mendengarkan perbincangan antara dirinya dan Lupi. Tatapan El langsung melihat ke arah lapang dengan wajahnya yang masih tanpa ekspresi, sambil menggenggam tas hitamnya yang tersampir di lengan kanannya.
"Buruan, El, kita basmi!"
Ajak Lupi. Ana dan Lupi melihat El bersamaan. Mereka saling menatap satu sama lain untuk melihat tingkah El. Biasanya, bila ada kejadian pembulian seperti ini, El akan langsung maju dan melawan siapapun yang melakukan bullying. Namun, saat ini El masih diam saja. Ana dan Lupi bingung, apa yang tengah terjadi kepada El?
"El, kenapa lo diam?"
Tak ada jawaban dari El. Dirinya sudah berubah sejak kemarin. Ana tidak tau apa yang membuat saudara kembarnya seperti ini. Lalu El pergi meninggalkan Ana dan Lupi secara tiba-tiba. Ana sangat kesal. Masih bisa ditoleransi bila sikap menjengkelkan El diperuntukkan bagi dirinya. Namun, bila sudah menyangkut orang lain dan mental seseorang, Ana sungguh tak terima.
Pertanyaan dan ucapan Ana selalu di acuhkan. Bahkan ketika mereka pergi ke sekolah hari ini, El sangat cuek dan tak merespon, apalagi mengajak Ana berbincang.
"El, berhenti!"
Ana akan meluapkan emosi nya saat ini. Tingkah El berubah dan seperti anak kecil. Lupi sepertinya mengerti apa yang tengah El rasakan. Ucapan Ana, sungguh membuat Lupi terkejut. Memang benar, apa yang El lakukan sangat tidak pantas. Apa yang tengah terjadi di hari kemarin, tidak ada hubungannya dengan membantu seseorang yang sedang tertindas.
El memberhentikan langkah dan membalikan badan untuk menatap Ana.
"Anak kecil, lo! Mana saudara kembar gue yang selalu memperjuangkan teman-temannya?"
"Lo kenapa berubah kaya gini, sih?"
Timpal Lupi yang ikut kesal dengan sikap El. Tidak ada jawaban dari El. Ia memalingkan pandangannya dari teman dan adiknya. Melihat tingkah El yang masih mengacuhkan dirinya dan Lupi, napas Ana sudah tidak bisa di atur.
"Jawab gue, kak!"
El menatap dingin Ana. Sebetulnya ia tidak ingin diganggu apalagi didesak untuk membicarakan hal kemarin. Tolong, berikan sedikit ruang! Tidak semua orang nyaman untuk bercerita. Ada beberapa waktu yang dibutuhkan untuk cukup memendam perasaan. Karena baginya, itu lebih membantu daripada bercerita sana-sini. Ada perasaan yang tidak membuat hati lega setelah bercerita. Bahkan, hati akan semakin gundah setelahnya.
El berjalan mendekati Ana. Tatapan Ana semakin masuk kedalam lautan biru yang ada di mata El. Tidak dapat dikenali apa maksud dari tatapannya. Yang Ana tahu saat ini adalah ia takut dengan El. Karena tatapan yang diberikan oleh nya.
"Lo, mau tau?"
Ana takut salah bicara pada El. Ia terdiam mematung. Tatapan El berubah menjadi getir dan amarah dalam satu waktu.
"Jawab gue, An!"
Suara El sedikit meninggi. El sudah emosional sejak kemarin. Namun, ia sangat buruk dalam mengekspresikan nya. Bahkan sangat jarang untuk diluapkan. Kini, tatapan mata El bergetar. Ucapan El semakin menyakiti hati Ana. Nada tinggi tadi sangat melukai dirinya. Mereka sedang terluka satu sama lain. Kedua nya bertatap dengan tatapan getir masing-masing luka.
"Gue berkorban, menjaga dan melindungi seseorang yang gue sayang. Berusaha untuk merengkuh seluruh gerak-geriknya dari bahaya. Tapi apa?"
El tersenyum kecut.
"Tidak di hargai! Di lupakan! Tak dianggap! Dan di buang!"
El menatap Ana dan Lupi bergantian. Dengan senyum kecut dan ekspresi wajah yang dapat melukai Ana serta Lupi. Mereka harus melihat kembali wajah El yang seperti ini. Apa yang El rasa, sangat bisa dirasakan oleh Ana. Keduanya terhubung dalam ikatan batin yang sangat kuat. Kekesalan yang semulanya memuncak pada diri Ana, kini berubah menjadi rasa bersalah. Sangat menyakitkan bila melihat seseorang yang tersayang dan kuat, ternyata ia sedang tersakiti dan rapuh di hadapan mu.
"Paham?"
Ana menggigit bibir bawah dan menutup mulutnya dengan punggung tangan. Ia berusaha untuk menahan tangisnya di hadapan El. Namun, ia malah melahirkan air mata yang kerap kali ia bendung, tetapi upaya nya gagal. Melihat ekspresi wajah El yang seperti ini, membuat dirinya semakin terluka.
Ana sudah tidak dapat membendung lagi air mata nya. Dadanya terasa sesak. Lupi langsung menenangkan Ana. Ia membantu Ana untuk mengoptimalkan kembali deru napasnya.
"Lo jahat, El!"
"Lo sadar gak apa yang udah lo lakuin?!"
Lanjut Lupi menantang El.
"Buka mata dan sadar! Adek lo cuma pingin tahu keadaan lo! Selama ini lo udah jadi pejuang anti kekerasan. Sekarang?"
Lupi tersenyum kecut.
"Isi lagi rasa ikhlas lo!"
Lanjut Lupi. El menutup matanya sangat dalam. Perkataan Lupi mulai membuat dirinya tersadar. Apa yang telah El buat, sudah sangat kelewatan. El sangat merasa bersalah pada Ana. Ia telah membuat adiknya terluka sedemikian rupa. Benar, sikapnya sangat tidak pantas dan sangat kekanak-kanakan. Membantu orang lain tidak ada kaitannya dengan apa yang telah terjadi kemarin. Seharusnya ia tidak berubah menjadi orang yang jahat seperti ini. Kini, El terluka melihat Ana yang sedang menangis dalam dekapan Lupi. Seharusnya ia yang menenangkan adiknya. Ketika seseorang melukai hati Ana.
"Mamah dan gue cemas saat tau Pak Migg nyari lo. Terus lo pulang dengan keadaan kusut dan gak bisa di tanya. Rasa cemas itu makin menjadi, Kak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNFORGETTABLE
Novela JuvenilBiarkan seluruh kenangan melebur bersama keadaan tanpa kabar. "Kekasih serta teman yang sudah kau anggap keluarga, kini kau tinggalkan dengan seluruh kekecewaan" ucap El. Suatu hari- "SELAMA INI KALIAN TAU?!" "SIAPA YANG MEMBAWA RAI?!" -kenyataan me...