KALYNA FALGUNI JANITRA (01)

30 4 0
                                    


Gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi. Aroma strawberry yang segar mulai tercium ke luar kamar. Gadis dalam balutan bathrobe dengan rambut tergulung keatas berlapis handuk, tak lupa sandal bulu putih keluar dari dalam tampat ritual paginya. Ia bersenandung kecil sambil melangkah menuju lemari pakaiannya. Tangan lentiknya memilih baju yang cocok digunakan hari ini.

Suasana kota pagi ini terbilang lebih hangat dari biasanya. Hari – hari sebelumnya ia bahkan harus mengenakan jaket tebal ke sekolah saking dinginnya udara. Hari ini ia akan mengenakan kaos putih dengan rok diatas lutut berwarna peach. Lampu lemari menyala karena pintu yang terbuka. Ia memilih sepatu yang cocok. Hatinya tertuju pada flatshoes berwarna putih senada dengan slingbagnya.

Selesai berpakaian, ia masih melanjutkan ritual yang belum habisnya itu. Gadis itu menuju meja riasnya. Merapikan tatanan rambut dan sedikit memoles wajah dengan riasan tipis. Suara dentingan ponsel membuat gerakan tangan yang memegang pengering rambut itu berhenti. Ia mengecek ponsel berwarna putih itu.

"Ngapain mommy telepon gue pagi – pagi buta? Pasti ada yang gak beres nih," ujarnya bermonolog.

Jemari lentiknya mencari kontak mommynya dengan lincah. Ia menggerakkan jemarinya ke bawah, kemudian menekan tombol hijau. Tak lama kemudian terdengar suara yang heboh seperti biasanya hingga membuat telinganya memekik kepanasan. Ia hingga kini bingung, omanya ngidam apa sewaktu hamil mommy.

"Mom, suaranya bisa diperkecil sedikit? Santai mom, masih pagi. Udah kaya diuber anjing aja."

"Heh kamu tuh ya! Sama mommynya gak ada sopannya. Apa tadi kamu bilang? Diuber anjing? Gak sekalian diuber renternir aja hah?" ujar Mommy galak.

"Yaudah sih santai aja. Jangan ngegas dong mom. Ingat kerutan mommy makin banyak tuh," katanya.

Terdengar samar – samar helaan napas hingga membuat speaker ponselnya tak jelas.

"Haduh, berasa ditiupin telinga gue," ujarnya pelan.

"Heh kamu ya. Anak cewek masih aja buat mommy naik darah! Kamu ngapain aja sih disana sampai belum bisa dewasa juga?! Ngomong masih ngawur gitu!"

Menghela napas gusar. "Sebenarnya mommy mau bicara apa sih? Aku mau keluar sama teman."

"Tagihan kartu kredit kenapa membengkak drastis?" tanya Mommy dengan nada rendahnya.

Baru segini saja mommy tampak menyeramkan. Bahkan ia bergidik ngeri membayangkan aura mommynya saat ini.

"Salahin Daddy dong mom. Aku minta ATM bukan credit card. Lagian ya mom, tinggal di apartemen itu gak seenak di rumah mom. Apalagi aku gak pakai pembantu kan. Nah mommy ngertiin sedikit dong, aku kan merantau jauh. Anak gadismu yang pemberani ini sudah sangat mandiri," adunya.

"Mandiri dengkulmu! Ngabisin uang iya. Pokoknya liburan ini kamu harus balik ke Jakarta. Mommy gak mau tahu. Bisa – bisa mommy mati berdiri ngurusin kamu. Pusing mommy Lyna, pusing!" keluh Mommy.

"Jangan mati berdiri juga kali mom. Emang mommy kuat harus berdiri mulu? Kalau disuruh upacara aja udah pegal. Kasian juga kan tukang gali kuburnya, susah buatin mommy tempat. Gak mau ah. Kalyna gak suka," jawab Kalyna enteng yang malah terdengar pekikan tajam dari seberang.

Kalyna menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia mengusap dadanya, kaget. Berpikir sudah berapa lama mommynya menelan toa hidup – hidup. Kalyna melirik jam yang berada di nakas. Ia harus berangkat sekarang.

"Mommy Kalyna berangkat dulu ya. I love you!"

Kalyna memotong sepihak panggilannya. Ia memutus panggilan itu, kemudian memasukkan ponsel pada slingbagnya. Kalyna berjalan menyurusi lobi apartemen ini. Beberapa dari mereka memang kenal dengan Kalyna.

Twinkel.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang