[2]

44 6 0
                                    

"kak.. Kak, Feby mau yang itu," rengek Feby seraya menarik lengan sang kakak.

Kini mereka berada di salah satu supermarket depan kompleks, Rey tadinya ingin mengajak Feby naik motor tapi Feby menolak katanya males naik motor pengin jalan kaki, Itung-itung olahraga.

Feby mengambil banyak snack disalah satu rak ciki-ciki, lalu memberikannya pada Rey untuk dimasukan ke keranjang belanja. Tak segan-segan Feby mengambil lima atau enam snack yang sama maupun berbeda. Setelah merasa cukup dia beralih ke deretan es krim, mengambil dua cup es krim yang berbeda lalu menoleh kearah sang kakak.

"kak, lebih enak yang mana?" Tanya Feby ingin menanyakan pendapat sang kakak tentang dua es krim yang katanya rasa baru itu.

"hm, yang itu deh kayanya kelihatannya beda." Rey menunjuk es krim sebelah kiri. 

"beneran"

"iya"

"oh, ya udah Feby beli yang ini aja." mengangkat es krim yang ditangan kanan nya. Rey mengumpat dalam hati kesal jika adiknya tidak cengeng dia sudah menjitaknya sampai benjol. Untuk apa meminta pendapat jika ujung-ujungnya memilih yang dia inginkan. Feby yang melihat raut wajah sang kakak yang berubah pun mengernyit.

"kakak kenapa?" Tanya Feby.

"bego!" Tidak, Rey tidak mengucapkan kata itu cuma menggumamkannya namun masih terdengar oleh Feby. Feby langsung mengubah raut wajah sedih.

"ih, kak Rey jahat. Mama huaaa kak Rey ngatain Feby bego hiks" tangis Feby pecah membuat Rey gelagapan karena semua orang menatap mereka.

"eh, eh udah dong dek. Kakak enggak sengaja habisnya kamu ngeselin sih. Udah, dong malu tuh di liatin semua orang." bujuk Rey agar sang adik mau menghentikan tangisnya alih-alih mau menghentikan Feby malah semakin keras menangis.

***

"A-apa?! Kenapa bisa? Y-ya udah Adi kesana sekarang." pria itu memasukan ponselnya ke saku celana setelah sambungan telepon terputus. Dia bergegas keluar kelas setelah meminta izin pada dosen. Beruntung kampusnya milik sang ayah, jika tidak mungkin dia akan tetap di dalam kelas sampai kelas selesai.

Adi melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata dia sangat hawatir akan bundanya. Adi juga sempat ragu kenapa bunda nya tiba-tiba sakit, bunda nya juga tidak mempunyai diagnosa penyakit apapun. Tapi– ah sudah lah dia harus cepat-cepat sampai.

Sesampainya di rumah sakit Adi bergegas menuju resepsionis guna menanyakan bunda nya di ruang mana karena sang ayah hanya memberitahu bundanya di rumah sakit itu. Setelah resepsionis mengatakan di ruang mana bunda nya berada, dia langsung berlari tidak menghiraukan semua orang yang ada di lorong rumah sakit yang menatapnya aneh. Setelah menemukan ruangan sang bunda segera ia masuk.

Ceklek.

"bunda kenapa,?" tanyanya setelah membuka pintu.

Terlihat bunda sedang berbaring di atas brangkar rumah sakit ditemani ayah disamping.

Aditya menghampiri sang bunda lalu memegang tangan bundanya.

"Bunda kenapa bisa sakit?" tanyanya khawatir.

"Bundamu juga manusia Adi, bisa sakit." ujar ayah pada Aditya.

Aditya mengernyit, kenapa ayahnya yang menjawab sewot pula, Aditya menatap sang ayah yang terlihat mengalihkan pandangannya, Aditya mulai curiga.

"Bunda sama Ayah ga lagi jebak Adi kan?"

"Adi, bunda sakit beneran kenapa kamu bilang gitu," ucap bunda seraya membuang muka. Aditya pun menghembuskan napas pasrah, mungkin bunda nya hanya kelelahan.

Aditya akhir-akhir ini selalu curiga dengan perilaku sang ayah dan bundanya, takut mereka menjebaknya agar mau menikah.

"Kalau kamu gak percaya tanyakan saja pada dokter Reza, dia yang menangani bundamu," jelas sang ayah.

Ayah tidak berbohong bunda memang sempat pusing tadinya, dan bunda berpikir sekalian untuk menjebak Aditya agar dia mau menikah karena hanya dengan cara ini mungkin Aditya mau, mereka sudah bersekongkol dengan dokter Reza jika Aditya menanyakan bundanya sakit apa mereka menyuruh dokter Reza menjawab bundanya sakit tekanan darah tinggi.

Aditya mengeleng, percaya jika dokter reza yang menangani bundanya.

"Adi?" panggil bunda. Aditya memegang tangan bundanya lalu menaruhnya dipipinya.

"Kamu mau kan turuti permintaan bunda." Aditya mulai was-was mungkin bundanya meminta dia–

"Mau ya, nikah sama anak temen ayah, gapapa kalian ketemu aja dulu" sudah Aditya duga, dia mendengus, jika bunda yang meminta dalam keadaan ini membuat Aditya tidak tega jika menolak, kemudian dia mengangguk lesu. Dan ketua orang tuanya tersenyum lebar. Rencananya berhasil.

***

Feby terlihat sedang memilih baju yang cocok untuk dia pakai saat bertemu dengan pangeran gantengnya. Ya, dia diminta agar tidak sekolah, hari ini mereka ada pertemuan antar keluarga agar saat menjadi besan tidak canggung kata mamanya Feby.

"Kamu belum siap juga?" tanya mama berdiri diambang pintu seraya menggeleng-geleng melihat putrinya belum bersiap-siap.

"Feby bingung ma, Feby ga punya baju yang bagus buat di pake dihadapan pangeran ganteng" keluhnya, dia sudah membongkar seisi lemari yang terdapat lima susun dan dua lemari gantung dia bongkar untuk mencari pakaian yang bagus katanya.

"Kamu tuh ya, kan ada banyak, pake aja yang minggu lalu kamu beli atau ga yang kemarin kamu beli sama kak Rey aja pake kan masih baru pasti masih bagus." jelas sang mama.

"Itu warnanya jelek Feby ga mau," ucapnya seraya memilih baju-baju yang ada dikasurnya.

Mama mendengus, "Kalau jelek kenapa dibeli" geramnya.

"Ih, kan bentuknya lucu jadi Feby beli deh" ucap Feby tak mau kalah.

"Mama jangan diem aja dong, bantuin Feby milih baju nih mana yang bagus" mama mendengus namun tak urung memilihkan pakaian untuk putrinya.

Feby telah siap dengan dress mocca yang dipilihkan oleh mamanya, lalu Dinda menggandeng lengan Feby meluar kamar, mereka sudah menunggu karena pertemuan diadakan dirumah Feby.

***

"Adi, cepet bangun ish kamu ini" omel Sarah.

"5 menit lagi bun."

"Gak ada 5 menit-menitan cepat mandi nanti keburu siang Adi," ucap Sarah menarik tangan putranya agar terduduk. Aditya dengan ogah-ogahan duduk namun matanya masih tertutup. Lalu Sarah mendorong punggung putranya masuk ke kamar mandi.

Setelah siap Aditya turun kebawah dengan lemas dia masih mengantuk kalian harus tahu ibunya membangunkannya tadi jam 5 pagi yang benar saja.

"Sudah siap?" tanya sang ayah. Aditya mengangguk.

"Oke kita berangkat sekarang." ucap Dendra.

Sesampainya ditempat tujuan Aditya tidak terlalu fokus dia lebih memilih memainkan game di ponselnya.

"Adi!" tegur sang bunda. Karena mereka sedang berhadapan dengan kepala keluarga sang gadis namun Aditya asik memainkan gamenya tanpa menghiraukan orang-orang disana.

"Nah itu dia." kata Raffa, mereka mengalihkan pandanganya ke arah tangga namun tidak dengan Aditya dia masih fokus dengan kegiatannya. Dendra yang duduk disamping putranya menyenggol lengan sang putra, Aditya menatap ayahnya seraya mengangkat kedua alisnya tanda, Apa?

Dendra mengintruksikan Aditya  agar menoleh ke arah tangga dengan dagunya.

***
Tbc.
Jangan lupa votenya :)

My Little WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang