Pinjamlah Hatiku
Langkah kaki menyulam tapak di kehangatan arunika
Ku kira langkahku tidak membekas
Sebab hati gundah dibalut rindu tiada tara
Hujan menumpahkan pensil-pensil untuk menggambar di dadaku
Membuktikan betapa sarat spasi antara huruf yang dilukisnya
Haruskah kembali kugoreskan selembar kasih untukmu?
Ku kira hatiku tidak mengelupas
Tidak mampu menanggung beban waktu sebab jalinan kata rindu
Kuhirup dalam-dalam tiap perih yang harusnya tak kurasakan
Kunikmati rasa yang terjebak dalam jurang yang menganga
Dalam kubangan hening dan tumpukan pilu
Dalam rintihan pening dan pekikan rindu
Masih kucoba meredam rasaku
Menahan asaku atasmu
Kukira bendunganku masih kokoh
Menampung sisa-sisa kepedihan meronta ingin keluar
Logikaku tak lagi mampu menahanmu, walau hati berontak melawan rasa itu
Mengiris kulit, jatuh meretakkan tanah yang menjadi langkahku
Haruskah kembali kugoreskan selembar kasih untukmu?
Hujan masih menumpahkan jutaan pensil di dadaku
Melukiskan betapa sarat huruf yang dilukisnya
Bagai mawar yang merontokkan merah kelopaknya,
Dan aku yang pupus harapan kandas diterjang ombak lautan
Andai daun-daun harus gugur karena cinta,
Diriku bak kelopak-kelopaknya yang tak pernah memejamkan mata
Langkah kaki masih menyulam tapak di bawah lentera Sang Pencipta
Sang surya tidak lagi hangat dan angin tidaklah sepoi-sepoi
Sebab dirimu yang tiada di sampingku
Haruskah kembali ku rajut potongan kisah di antara kita?
Kalbu ini terapung di samudera Hindia melayang di luar angkasa
Terjepit waktu terlindas masa lalu
Terlempar ke dasar laut biru, terjebak di ruang rindu
Kutulis rindu ini di atas secarik kertas dan pena sebagai diriku
Kuselipkan dalam diam kehampaan hati ini agar hanya diriku yang tahu
Kutebar benih luka di atas batu cadas agar tak pernah bisa tumbuh
Inginku memupuk kembali bunga cinta yang lama layu
Menepis jauh hama curiga dan racun cemburu
Agar mekar saat ujung laut dengan langit bertemu
Menyempurnakan indahnya hari yang syahdu
Kukira kaki ini masih kuat melangkah
Menerjang, menendang, jutaan halang-lintang di jalan
Sebab rapuh, bernanah, terseok, dan terhempas dari arah
Berakhir dengan rintih penyesalan
Kini aku terduduk di bawah teduh swastamitaMerangkul bayangmu dan menghirup wangi tubuhmu
Lidah ku kelu, deraian di pipi terhenti
Tersangkut logika memikirkan betapa bodoh
Menjadi pungguk yang merindukan bulan
Inginku menyebut namamu dalam setiap helai rinduku
Tapi tenggorokan ini selalu mencekik tiap kata
Inginku menjadi titian dalam spasi antara huruf-huruf itu
Tapi selalu ku terjatuh ke dasarnya
Inginku menjadi mesin waktu yang berputar dari masa itu
Tapi diri ini terlalu lemah untuk melawan kehendak_Nya
Terlalu rapuh untuk melawan bidak catur semesta
Sebab aku hanyalah pion dari dari banyak pasukan perangnya
Kupejamkan mata agar kembali dalam ilusi sendu
Di atas permadani dalam spasi antara ruang dan waktu
Sesekali, pinjamlah hatiku
Agar kau tahu sakitnya merindukanmu
Novita_Fitriani
(Rantau Pulung, 05 Juli 2019)
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Tua Bercerita
Historical FictionIa sempat memelukku erat semalam sebelum tidur kekalnya. Sosok yang selalu menikmati cahaya pagi di beranda rumah dan mengutuk senja yang terlalu cepat berlalu. Bukan tanpa alasan ia melakukan itu, ia ingin cintanya abadi dalam lambaian ang...