'Aku berjalan menyusuri gelapnya malam, terus melangkah menuju antah berantah. Kemarin, lelaki itu meminta ku menemui nya di tempat biasa, namun aku tak mengiyakan. Yang ku lakukan sekarang malah mencari seseorang yang entah ada dimana.
Ponselku bergetar, tertera nama ibu ku dilayar. Dengan segera, aku mengangkatnya, "halo, Bu" sapa ku. Ibu terdengar menghela nafas disebrang sana, "kamu kemana aja, sih sayang? ayo pulang udah malem, bentar lagi ayah pulang," aku tersenyum lalu mengangguk walau ibuku tak akan pernah melihatnya.
Ku langkahkan kakiku kembali ke desa, disana sudah sepi, hening, dan tak ada tanda tanda kehidupan. Namun, tiba tiba seseorang menarik tanganku, "hei, aku mau pulang," tolakku. Tapi lelaki itu tetap menarikku ke dekat pohon trembesi.
"Sebentar saja," ucapnya lalu memamerkan sebuah benda ditelapak tangannya. Aku terpana melihatnya, sangat cantik dengan warna nya yang sebening embun. "Kau mencurinya darimana, hah?" tanya ku penuh sangsi. Lelaki itu kembali memasukan benda itu kedalam saku celananya.
"Enak saja, aku menemukannya di sungai tadi sore," halah, aku tak percaya omong kosongnya. Mana ada benda seindah itu teronggok di sungai? "Aku serius," seakan tahu aku meragukannya, ia berkata begitu. "Lalu buktinya apa?"
"Besok, kita kesana. Aku yakin ada banyak yang seperti ini disana, tapi mungkin punya ku yang paling cantik." Lelaki itu tertawa renyah, dan aku suka tawanya. Aku mengiyakan ajakannya, lalu berlalu pulang. Ayahku bisa marah besar jika aku belum pulang malam malam begini. Lalu aku segera pergi darisana.
"Beruntung sekali ayah belum pulang, nak." Ibuku berkata seperti itu saat aku menyalimi tangannya. Aku bergegas masuk rumah bersama ibu, "Bu, Dery menemukan benda yang sangat cantik di sungai," aku mulai bercerita. Ibu ku terlihat penasaran benda apa itu, "seperti batu alam, tapi warnanya lebih bening."
Setelah mendengar penjelasan singkatku tadi, ibu mewanti wanti ku agar tidak mengambil barang dari tempat sembarangan. Tapi aku kepalang sudah berjanji dengan Dery. Tak lama, ayahku pulang, kita akhirnya makan malam bersama. "Bu, ayah baru saja mendapat tawaran yang menggiurkan."
Aku yang penasaran langsung memotong, "apa itu, yah?" lalu kata Ayahku beliau akan mendapatkan jabatan yang lebih tinggi dari sekarang. Aku turut bahagia, walau sebenarnya kadang takut ayah kelelahan. "Tenang, ayah gak apa apa, kok," ucapnya seperti tahu apa yang aku pikirkan.
Setelah acara makan malam selesai, kita bertiga melakukan aktivitas masing-masing. Ayah memilih istirahat terlebih dahulu. Lalu aku dan ibuku menyusul.
°
Keesokan harinya, aku dan Dery menuju sungai di ujung desa. Kita berdua menyusuri setiap tempat, mencari benda yang berkilau. Aku melihatnya, aku melihatnya. Sungguh senang rasanya walaupun masih kalah cantik dengan yang Dery punya.
"Kau dapat berapa?" tanya Dery ketika kita memutuskan untuk beristirahat sebentar, udara di hutan ini sangat segar, suara gemericik air sungai yang menabrak batu juga menenangkan. "Cuman dua," jawabku. Dery mengelus bahuku, "Tak apa, lagipula satu saja cukup," ia meminum air kelapa yang tadi sempat kita ambil dari pohonnya langsung.
"Yang ini untukmu saja, aku mau pake yang hitam." Batu alam berwarna biru namun sebening kristal itu ia serahkan kepadaku. Aku tersenyum senang lalu meraihnya, "terimakasih." Kita berdua beranjak dari sungai dan mencari sesuatu untuk dijadikan tali kalung.
"Kau tahu tidak?" kata Dery disela sela kita melubangi batu alam ini. "Tidak" jawabku. "Ya aku 'kan belum memberi tahumu," bola matanya bergulir, malas. Hahaha aku suka ketika dia kesal seperti itu. "Yasudah cepat katakan," Dery terlihat menarik nafasnya dalam dalam.
"Aku sudah lama mennyukai seseorang," satu kalimat dengan satu tarikan nafas. Tapi kenapa aku yang degdegan? stop, dia tidak menyebutkan aku yang dimaksudnya itu. Tapi aku berharap begitu, ya Tuhan seperti inikah rasanya menyukai seseorang yang tak menyukai kita. Selalu berharap semua rasa terbalaskan. Padahal nyatanya, hanya senyap yang menjawab.
"Siapa dia?" tanya ku mencoba mengesampingkan rasa sakit ini. "Dia gadis dari wilayah sebelah, aku melihatnya sudah lama, tapi hanya bisa menjadi bayangannya" sungguh beruntung sekali gadis itu, aku iri dengannya. Lihat saja, betapa mata Dery berbinar kala menceritakan gadis pujaannya.
"Kau kenal darimana?" oke, ini terdengar jutek karena ada cemburu didalamnya. Aku mau menangis saja.
"Kami tidak saling mengenal, hanya aku yang tahu namanya, dan kau tahu? Aku terlalu pengecut untuk mengatakannya." Dery si lelaki yang sangat tangguh ini tiba tiba terlihat putus asa.
"Tak apa, jika kalian berjodoh, pasti Tuhan menyatukan kalian," kataku mencoba menjadi teman yang baik. Tak terasa petang datang, matahari terbenam. Kita berdua kembali ke desa, tak lupa dengan kalung yang Dery buat. Sungguh cantik, aku saja langsung memakainya.'
°
'argh.. sial' batin Alana.
Bangun kesiangan adalah hal yang bukan Alana Sekali, tapi pagi itu dia melakukannya. Padahal semalam gadis itu tak begadang, tidurpun cukup manusiawi seperti orang lain. Dan ia melupakan satu hal, kesiangan juga manusiawi.
Alana bergegas menyiapkan diri nya secepat mungkin, untungnya kelas pagi ini dimulai masih setengah jam lagi. Tanpa ritual sarapannya, ia pergi kuliah. Kemana orang rumah? mungkin sudah berangkat kerja semua.
Ayahnya sebagai sopir taksi online dan ibunya yang berjualan di pasar. Sebenarnya, penghasilan ayah Alana saja cukup untuk menghidupi mereka, namun untuk biaya kuliah, ibu nya terpaksa harus berjualan sembako. Itupun bukan toko milik sendiri, melainkan sewa.
Gadis itu merasa bersalah kepada orang tuanya, namun berkali kali ia mencari pekerjaan part time, tak kunjung juga menemukannya. Lowongan pekerjaan sudah semakin sulit sekarang.
Kakinya menapak di area kampus juga akhirnya, dan gadis itu langsung menuju kelasnya. Sebentar lagi kelas dimulai, Alana tak mau telat, kasihan orang tuanya sudah banting tulang demi menguliahkan anaknya ini. Kelas dimulai seperti biasa, Alana bukan mahasiswi yang aktif, ia malah sibuk mencoret coret buku catatannya.
Pikirannya melayang ke mimpi semalam, gadis itu ingat semalam ia mimpi aneh lagi, seperti beberapa hari yang lalu di perpus fakultas sebelah. Oke, jangan ingatkan itu lagi. Tapi anehnya, setelah bangun dari tidurnya, semua mimpi menguap bersamaan dengan terbuka nya mata bulat itu.
"Al, jangan ngelamun, nanti dimarahin Pak Dani" peringat Kayina disebelahnya, Alana mengangguk lalu menutup bukunya, memperhatikan dengan malas Pak Dani yang sedang menjelaskan. Kayina menyenggol lengannya lagi ketika Alana kembali melamun.
"Tau gak?" tanya nya mengalihkan perhatian Alana. "Apa?" Kayina menunjuk Lucas di pojok sana, lelaki bongsor itu tengah tertidur. Kebiasaan, batin Alana.
"Kemaren Lucas nembak Bia," bisik Kay ditelinga Alana, telinga yang dibisiki, hati yang tersakiti. "Terus, mereka jadian, aku yakin sih Lucas ngantuk begitu gara gara semalem mereka ngadain pesta," lanjutnya. Alana ingin berteriak sekencang mungkin sekarang, bisakah temannya ini mengerti perasaannya? Tapi, sang empunya sendiri tak tahu apa yang ia rasakan.
"Jangan ngomongin orang, deh. Mau dimarahin Pak Dani?" Satu satunya cara agar hati tak lagi tersayat oleh kata yang bahkan keluar bersamaan dengan lembutnya suara Kayina. Lalu temannya itu menurut dan tidak melanjutkan perkataanya.
Keduanya kembali tenggelam dalam pikiran masing-masing. Dan Alana dengan pemikiran ini,
'Aku ingin menyerah, tapi menyerah karena apa? Aku sendiri bingung ini cinta atau yang lainnya.'
°
ini yg katanya di revisi tapi isinya masih sama? hhhh ampun deh ya maaf kan daku, guys🙏. yg aku ganti itu judul, alur sama outline yg udah aku buat sedikit ada perombakan gitu. hope u like it💝
ch'
-2020
KAMU SEDANG MEMBACA
[ON HOLD] orenda-- hendery wayv
Fanfictionorenda (n.) a mystical force present in all people that empowers them to affect the world, or change their own fate or destiny. hendery wayv ft oc. [JUDUL SEBELUMNYA 2 WORLD] a story by hrjhunn. starting in 2020.