with the band

95 15 0
                                    

Jakarta, Februari, 2012

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, Februari, 2012

Hari ini gue diajak Gema buat ikut Saturday ke beberapa panti asuhan untuk memberikan donasi tahunan mereka. Awalnya gue sempat menolak karena gue pikir buat apa gue ikut? Kan itu acara mereka. Gue takut ganggu. Tapi Gema tetap bersikeras mengajak gue, dia bilang Rayi juga akan mengajak pacarnya ke sana. Lalu setelah gue udah sampai sana dan ikut kegiatan mereka, gue nggak menyesal. Anak-anak yang ada di sana benar-benar menyambut kedatangan kami. Gue refleks tersenyum ketika beberapa dari mereka ada yang sampai lompat kegirangan karena didatangi oleh band ini. Donasi tahunan ini udah mereka jalani sejak dua tahun yang lalu. Sebelum Saturday seterkenal sekarang. Uang yang mereka kumpulkan adalah hasil dari sebagian pendapatan mereka setiap manggung dan dari para penggemar-penggemarnya yang memang mau ikut berdonasi juga.

Kak Hamza, manager Saturday, ikut mengangkat makanan dan barang-barang dari dalam mobil bersama anggota Saturday lain. Kak Uci, fotografer Saturday sibuk memotret kegiatan ini. Gue dan Kak Winda— pacar Kak Rayi sudah ada di dalam, bergabung dengan anak-anak. Panti asuhan ini nggak terlalu besar, tapi sangat nyaman dan asri karena halamannya luas. Di pojok kanan halaman terdapat pohon mangga besar jadi bisa menambah kesan sejuk di sini. Gue suka suasananya.

“Kak Winda sebelumnya juga udah pernah ikut mereka begini ya?” Gue bertanya. Penasaran soalnya, hehehehe. Ngomong-ngomong Kak Winda ini mukanya cantik, khas Indonesia gitu. Warna kulitnya nggak putih, tapi agak kecokelatan. Rambutnya tebal sebahu. Kalau ketawa ada lesung pipinya. Supaya kalian kebayang, gue kasih contoh satu artis yang mirip dia deh. Hmmm, siapa ya.... Oh, iya, Adinia Wirasti. Dia mirip Adinia Wirasti tapi versi berlesung pipi.

“Ini yang pertama, Gis.” jawab dia. “Tahun lalu sebenernya Rayi udah ngajakin aku, tapi kebetulan ada halangan waktu itu jadi nggak bisa. Eiya, by the way, aku suka deh liat kamu sama Gema.”

Gue terkekeh geli. Malu lebih tepatnya. “Suka kenapa? Kayak adek sama kakaknya ya, Kak?” tanya gue. Ya... semenjak omongan Taniya waktu itu gue jadi suka merhatiin setiap interaksi dengan dia. Ternyata gue ini emang kalau dibandingin sama Gema masih jomplang. Dia dewasa banget. Kayak yang pernah gue bilang, dari hal sederhana ketika dia selalu menyelesaikan masalahnya sendiri, tanpa cerita ke siapapun, udah jelas kalau dia ini bersikap dewasa. Nggak hanya itu sebenarnya, pernah juga gue suka susah menyeimbangi topik dan cara pandang dia terhadap suatu hal. Bukannya gue nggak paham sama topik itu, tapi lebih ke... beda pendapatnya ini. Pokoknya cara berpikir gue itu beda jauh sama dia.

Kak Winda tertawa. “Hah? Nggak lah... mana ada tatapan kakak ke adiknya yang kayak begitu?” Hah? Kayak gimana? Emang Gema ngeliat gue gimana? Aduh, Kak Winda nih, ah. “Sesederhana karena liat Gema bisa ketawa dan senyum lebar aja ketika ngobrol sama kamu.”

Gue mengernyit. Heran. “Maksudnya?”

“Aku udah kenal Gema dari dua tahun yang lalu, kami satu kampus, tapi nggak terlalu dekat. Baru dekat dan jadi sering ngobrol ya semenjak aku dekat sama Rayi.—”

Sedikit Cerita Tentang Gema | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang