Basement yang terletak dibawah tanah yang telah ditinggal kan pemilik nya adalah rumah bagi kami. Hanya terdapat 6 ruang yang tidak terlalu besar. 3 ruang untuk kamar, 1 ruang untuk dapur, 1 ruang untuk kamar mandi, dan 1 ruang yang paling besar untuk ruang tengah.
Jalan diantara 2 gedung besar yang hanya muat untuk 1 orang saja merupakan jalan satu-satu nya untuk sampai ke tempat tinggal kami. Mungkin karena ini lah, tempat itu ditinggal kan oleh pemilik nya. Jalan yang begitu banyak sampah berserakan, seperti bungkus makanan, botol minum, hingga daun kering memenuhi jalan itu. Apabila ada orang lain masuk ke jalan ini mungkin mereka berpikir bahwa ini adalah gang buntu. Namun sebenarnya tidak, kami telah merenovasi tembok diujung jalan hanya sebuah pintu saja. Cukup mendorong layaknya pintu lain tapi dengan bentuk seperti tembok yang warna nya telah pudar dan dipenuhi dengan coretan abstrak. Setelah melewati pintu tersebut, penampilan tempat tinggal kami cukup layak huni.
Kami hanya tinggal bertiga. Karena kami sama sama tidak memiliki tempat tinggal, sama sama hidup sendiri, sama sama memiliki masalah yang sama maka kami dapat berteman dengan mudah. Pertama kali aku bertemu Max sewaktu aku bekerja di warnet. Setelah beberapa bulan Max dan aku mengetahui bahwa orang yang kami benci ternyata orang yang sama. Kami Bersama-sama membalaskan dendam dan kemudian kami bertemu dengan Twan.
Krucuk...... (suara perut)
"Ada makanan apa ya didapur? Semoga Twan membuat makanan."
Kulihat didapur tidak ada makanan yang dapat dimakan.
"Aish... Twan tidak masak. Padahal aku lagi lapar. Dikulkas cuman ada mie, telur, sama kornet. Aku buat mie pakai telur sama kornet aja." Aku mengambil ketiga bahan tersebut dan segera memasak.
Setelah makan dan mencuci alat yang digunakan, aku pergi ke kamar ku. Segera aku membuka laptop untuk mencari pekerjaan baru. Tidak mungkin aku hidup dengan uang yang hari ini aku terima.
Menatap laptop selama beberapa jam telah membuat mata ku lelah. Secangkir kopi yang menemani ku mencari pekerjaan telah habis. Segera aku pergi ke dapur untuk mencuci cangkir itu.
Jam telah menunjukkan pukul 5 sore, seharusnya Twan pulang sekarang. Twan adalah teman kami. Dirumah ini hanya terdapat kami ber-tiga. Aku, Max dan Twan. Hanya Twan yang dekat dengan ku. Mungkin karena sifat nya humoris jadi aku dekat dengannya.
Sejenak aku berpikir, "kemana Max? Kenapa dia tidak kembali"
"Mungkin dia sudah dikamar nya. Coba aku kesana."
"Max...Max... Kau didalam?" ketuk ku
"Seperti nya Max belum pulang"
Terdengar derap langkah dari atas basement. Mungkin itu Twan atau Max yang pulang.
"Halooooooo" teriak nya
Ternyata itu Twan. Seperti nya aku harus cerita dengan Twan.
"Twan, sini" panggilku
"Ada apa?"
"Tadi aku liat Max keluar. Aku mengikuti nya sampai ke gang sempit. Namun aku kehilangan jejak nya. Apa kau tau ada perlu apa dia?"
Max mengernyit kan mata, "Entah lah. Aku juga tidak tau. Dia tidak pernah cerita. Mungkin karena pekerjaan. Tidak usah pikirkan."
"Ya sudah lah. Ku pikir kau tau sesuatu." acuh ku. "Oh iya, kau ada info loker tidak? Aku habis dipecat nih." lanjutkan
"Sudah ku duga. Pasti ada rekan kerja mu yang cemburu. Iya kan?" Twan menaik turun kan alis nya.
"Ntah lah. Ada nggak loker nih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
City Hunter
Science FictionThis is the right time" Seorang gamer bernama Abigail adalah penggangguran yang melakukan segala cara untuk mendapatkan uang. Karena memiliki masa lalu yang kelam, ia memiliki kepribadian ganda. Kepribadiannya yang lain dia adalah seorang pembunuh b...