1. Insecure

45 13 3
                                    

Duduk melamun di meja makan sendirian dengan pikiran yang kosong. Anna membayangkan betapa bahagianya dulu keluarga mereka.

Pagi seperti ini telinga Anna akan selalu disambut oleh sapaan dan nasihat dari mama papa namun sekarang digantikan dengan pertikaian kecil yang berujung adu mulut, membuat kepalanya sakit. Seolah semua telah hancur dengan kebohongan yang selama ini papanya tutupi.

Satria yang melihat adiknya duduk sendiri di meja makan, langsung menghampirinya.

"Lo udah selesai sarapannya? Ayo gue antar lo ke sekolah," tanya Satria dengan merapikan kemejanya. Pagi itu Satria terlihat lebih fresh dari biasanya dengan menggunakan setelan celana jeans hitam dan kaos hitam dilapisi dengan kemeja kotak-kotak. Ia telah siap untuk pergi ke kampus.

Anna yang melamun pun langsung tersadar, "eh iya bang bentar lagi ya, sekalian gue mau nyiapin bekal juga, males mau makan di kantin. Rami banget."

"Oke, gue tunggu lo di mobil ya." ucap Satria meninggalkan Anna yang di meja makan.

Satria sering melihat Anna melamun dan menyendiri seperti tadi. Namun Satria tidak ingin memaksa Anna untuk bercerita apa yang sedang adiknya itu pikirkan. Karena menurutnya Anna memiliki privasi sendiri.

Semua berubah sejak dua tahun silam. Semenjak selembar foto dengan figure papanya dengan lengan yang dilingkari oleh kedua tangan dari seorang wanita mengenakan gaun pernikahan, dengan wajah penuh senyum dilihat oleh Rina, sang mama. Foto itu tersampir di dokumen ruang kerja Reno. Selepas melihat foto itu, Rina mulai berubah. Tidak peduli terhadap keluarganya, jarang dirumah, dan lebih sering mengurus butik yang mamanya dirikan.

Sikap mama tentu berimbas terhadap Anna dan Satria. Anna yang masih gadis belia merasa sangat tertekan dengan perubahan yang tiba-tiba. Beruntung di sisinya ada seorang Satria yang menemaninya, melindunginya, yang membuat Anna masih percaya pada kata keluarga. Meskipun perbedaan umur mereka tiga tahun, kakak beradik itu tetap akur bahkan saling melengkapi kekurangan.

Anna melihat kearah pintu kamar kedua orangnya. Dirinya rindu suasana kebersamaan keluarga ini. Namun ia tidak dapat mengutarakannya dan lebih banyak memendam perasaannya. Setetes air mata yang mewakili semua itu.

Ma, Pa aku rindu... batin Anna pilu.

***

Menikmati kemacetan di ibukota, Anna melihat betapa indahnya awan di pagi hari dengan matahari yang mulai memancarkan sinarnya. Anna duduk menghadap jendela mobil sambil memikirkan apakah semuanya akan baik-baik saja atau justru malah sebaliknya. Satria yang saat itu melihat adiknya hanya diam saja membuatnya berpikir untuk mencairkan suasana "Gimana sekolahnya? Ada kendala gak?" tanya Satria basa basi.

"Lancar kok bang. Tenang aja," jawab Anna dengan menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya membentuk lambang 'oke'.

"Lo itu kalau ada masalah bilang, jangan di simpen sendirian ya. Percuma dong punya abang ganteng gini tapi di anggurin aja," kata Satria dengan pd-nya lalu mengacak-acak rambut Anna.

Satria tau bahwa adiknya banyak menanggung beban akibat pertengaran kedua orang tua mereka. Belum lagi mamanya yang memaksa Anna agar menjadi dokter.

Satria juga tau bahwa mamanya kecewa kepada dirinya yang memilih untuk masuk kuliah Hukum dari pada Kedokteran. Dan akhirnya melampiskan kekecewaannya dengan maksa Anna untuk masuk Kedokteran.

Entah kenapa sang mama menginginkan anak-anaknya masuk Kedokteran. Mungkinkah untuk menggantikan sang papa menjadi direktur di rumah sakit atau karena memang ingin melihat anaknya menjadi orang sukses.

Tak terasa akhirnya mereka telah sampai di SMA Nusa Pertiwi. Jam menunjukkan pukul 06.45 yang berarti lima belas menit lagi bel masuk.

"Udah sampai nih. Mau turun atau mau ngikut gue ngampus?" tanya Satria. Karena sedari tadi Anna hanya memainkan ponselnya.

RapuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang