The Boy

226 33 34
                                    


°°°


Aku melihatnya sendiri dan itu benar-benar luar biasa! Pria itu berjalan di dinding gedung tanpa bantuan alat! Aku hampir mengira kalau pria itu adalah pria laba-laba yang ada di dalam film, dan... Ray? Kau mendengarkanku, ‘kan?”

Aku menelan ludah samar. Sungguh saja, maksudku bagaimana bisa aku tidak mendengarkanmu saat kau bicara dengan suara yang begitu keras?
Aku bahkan sulit membedakan, apa kau sedang bercerita atau mengajakku ikut sekte aliran sesat.

Kulirik anak perempuan berambut cokelat muda yang sudah berceloteh sejak tiga puluh menit lalu; ia menatapku penuh curiga.

“Dengar, aku dengar semuanya. Jadi, bisakah aku menikmati makan siangku sekarang?” Aku menjawab dengan hati-hati, takut-takut anak perempuan ini merasa aku tidak mendengarkannya dan membuatku jadi pajangan sekolah.

Brak-

Anak perempuan bernama Naya ini tiba-tiba saja berdiri dan menggebrak meja dengan kedua tangannya, aku bersyukur aku memiliki gerak tangan yang cukup cepat hingga bekal makan siangku selamat dengan sempurna. “Naya? Kau... baik-baik saja?” tanyaku ragu. Sekadar untuk memastikan jika tetanggaku ini masih tergolong manusia setelah membuat meja retak dengan tangan kosong.
Aku sungguh ingin menyalahkan kualitas dari fasilitas sekolah, tetapi aku tahu betul bagaimana pihak sekolah memilih barang-barang terbaik untuk murid-murid mereka gunakan membuatku hanya bisa bertanya hal bodoh pada Naya.

“Aku tahu kau tidak mendengarkanku. Hah! Aku tidak mengerti kenapa kau tidak tertarik dengan berita seperti ini? Apa kau salah satu dari pengkhianat yang tidak percaya akan keberadaan Limmerence?”
Naya mengernyitkan dahi; menunjukkan rasa heran seolah aku tengah mengatakan hal paling aneh di dunia.

Yang benar saja?
Satu-satunya hal aneh adalah kenyataan bagaimana kau bisa memukul meja sampai seperti itu!? Dan sekarang aku sibuk berharap jika kepala atau wajahku tidak jadi korban selanjutnya.

Aku mengembuskan napas. Jika membicarakan tentang keberadaan Limmerence; makhluk abadi menyerupai manusia yang memiliki kekuatan luar biasa dan bertugas menjaga para manusia. Tentu saja aku percaya!
Meskipun aku tidak pernah bertemu salah satunya, tetapi, aku juga tidak merasakan epifani atau semacam itu. Hanya begitu saja, seolah sudah tertanam sejak semula, dan pemikiran ini terlalu rumit untuk aku bagikan pada orang lain. Pandanganku kini tertuju ke arah jendela berharap mendapat ide untuk memberikan Naya alasan lain. Namun, pandanganku justru tertuju pada sosok bayangan putih dengan topeng anehnya. Aku menyipitkan mata, mencoba menajamkan pandangan agar dapat melihat lebih jelas.

Sosok bayangan itu berambut panjang, memakai pakaian serba putih dan tengah berdiri diam di atap gedung sebelah. Sedang apa orang itu? Bunuh diri!?

“Ray? Ada apa?”

Suara Naya tidak aku gubris, aku beranjak dari duduk dan melangkah mendekat ke arah jendela untuk mendapat penglihatan yang lebih jelas dengan terburu. Aku yakin sekali orang itu mengarah ke gedung ini!

Apa dia penggemar rahasiaku!?

“Ray!”

Naya berteriak tepat di wajahku dan aku spontan memejamkan mata.
Tidak terhitung rasanya berapa kali aku terlonjak karena Naya. Aku berharap jantungku akan tetap sehat ke depannya.

“Apa yang kau lihat? Ada apa di gedung sebelah? Kau seperti sedang melihat hantu saja!” Naya melanjutkan, aku mengangguk membenarkan.

“Iya. Sepertinya aku sedang melihat hantu, dan karena habis melihat hantu, aku jadi lapar. Aku akan makan siang sekarang, jadi, bisa kau biarkan aku makan bekal siangku?”

“Baiklah, baik. Dasar Ray tidak seru, aku akan mengajak bicara yang lain saja.”

Aku bersorak bahagia lengkap dengan senyum suka cita, akhirnya dia membiarkanku sendiri menikmati waktu makan siangku yang berharga dan menunggu jam pulang.

Aku berharap tidak akan melihat hal aneh seperti... orang tadi? Orang aneh dengan rambut panjang, tapi bagaimana aku bisa melihat jelas dengan jarak sejauh itu? Apa jangan-jangan aku punya kemampuan tersembunyi? Astaga.

Ibu dan Ayah di Surga, anakmu ini bukan hanya tampan saja tetapi ia juga punya kemampuan luar biasa!

Baik. Cukup sudah pujiannya, aku sudah cukup lelah karena pelajaran matematika ditambah aku belum juga makan. Mari berkencan dahulu dengan makan siangku.



°°°


Namaku Rayshane, teman-teman biasanya memanggilku Ray.

Aku cukup normal di kalangan remaja ibu kota; tinggiku mencapai 178 senti, aku tidak kurus juga tidak gemuk, dan yang terakhir wajahku tidak benar-benar buruk. Setidaknya aku dapat dua pernyataan cinta dari perempuan, meski itu terjadi saat aku masih di sekolah dasar.

Tidak masalah.

Ayah dan Ibu sudah tiada sejak aku masih bayi. Satu-satunya keluarga yang aku punya; Nenek, juga sudah meninggal dua tahun yang lalu. Karenanya aku mengurus semua keperluanku sendiri, dari memasak hingga menjemur pakaian. Kau tidak akan bisa bayangkan bagaimana kesepiannya aku saat menonton film romansa sendirian.

Namun, aku bersyukur aku punya tetangga yang baik. Naya adalah salah satu tetangga juga teman sekelasku. Meskipun tergolong aneh dan mengerikan, dia sering membantuku memasak dan memberi nasihat tentang keberadaan harga telur murah.
Ada juga Diaval; pria kurang waras yang bercita-cita ingin mengadopsiku, tetapi karena pekerjaan dia jarang ada di rumah, dan hal itu membuatku lega.

Aku hidup mengandalkan tabungan dan beasiswa dari sekolah. Aku mendapatkannya setelah hampir koma karena terlalu banyak belajar. Itu adalah asal usul kenapa aku memiliki fobia pada pelajaran, bukan, bukan karena aku bodoh.

Kami hidup dengan baik di sini, semua warga yang tinggal tidak berat tangan untuk membantu. Memang ada beberapa yang keji, seperti mereka yang menjual bahan baku tanpa pernah berikan potongan harga. Sungguh perbuatan tidak terpuji.

Sejujurnya aku tidak benar-benar ingat masa lalu, seperti bagaimana ketika aku kecil atau bagaimana menggemaskannya aku. Entahlah, tidak pernah dipikirkan dan lagi itu adalah kenyataan.

Kota ini bernama Panacea, salah satu Ibu kota yang ada di Ilicit.

Para pendeta dan orang-orang terdahulu menyebut Ilicit sebagai dimensi, mereka terus mengatakan tentang keberadaan dimensi lain. Sebagian masyarakat mengikuti dan percaya, sebagian lagi tidak ikut andil. Hanya diam dan memilih hidup dengan tenang tanpa banyak pikiran.

Lalu satu tahun lalu muncul sebuah kelompok yang menolak untuk percaya adanya dimensi lain secara keras dan menganggap Ilicit adalah satu-satunya dimensi. Tidak cukup sampai di situ, kelompok ini juga meributkan tentang Ilicit yang tidak memiliki sosok pemimpin nyata. Mereka terus berteriak dan unjuk rasa agar para Limmerence yang disebut sebagai penjaga muncul di hadapan mereka semua. Namun, sayangnya apa yang mereka lakukan nihil. Limmerence tidak pernah muncul satu kali juga.

Oleh karena itu keributan dan perseteruan antara dua kelompok terus terjadi.

Mereka memang tidak melukai, tidak seperti pemberontak yang dengan sengaja merusak barang atau rumah. Yang mereka lakukan hanya berteriak dan berkumpul.

Terkadang, aku berpikir. Apa mungkin karena tidak menyebabkan kerusakan, jadi Limmerence tidak merasa perlu untuk muncul?... aku berkata begini hanya iseng saja, jangan datangi aku kumohon!

Belum selesai dengan masalah kelompok baru, saat ini malah muncul kabar angin dari para pendeta yang mengatakan jika Limmerence kehilangan pimpinan mereka yang baru. Lagi-lagi aku tidak mengerti hal seperti ini, maksudku, bukankah pimpinan Limmerence adalah Sang Karael? Bagaimana mungkin Sang Karael menghilang? Atau mungkin hanya sedang liburan? Apa Sang bijaksana butuh liburan? Memangnya siapa yang tidak butuh?

Aku.

Aku tidak butuh liburan, aku hanya butuh uang yang banyak hingga tidak perlu lagi memusingkan bagaimana cara berhemat bulan ini! Kenapa juga aku malah memikirkan masalah tidak penting seperti ini!?
Masalah yang tidak ada hubungannya denganku sama sekali.

Hah.

Ya Tuhan, buatlah aku kaya, atau setidaknya berikan aku pacar.

°°°

The Oblivion [ Revisi / Republish ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang