Chapter 22

897 74 31
                                    

Bel pulang berbunyi nyaring seantero Bighit High School, membuat beberapa siswa yang semula terkantuk-kantuk atau pun menguap bosan mendengar cuap-cuap guru mereka di depan kelas akhirnya dapat bernapas lega. Semuanya segera berhamburan keluar kelas, begitupun dengan namja tampan yang berjalan di antara kerumunan siswa yang berdesak-desakkan. Si Ketua Osis itu tetap tenang dan berjalan santai sembari sesekali tersenyum ketika ada beberapa siswa yang menyapanya. Langkah kakinya terus bergerak menyusuri koridor, hingga berhenti tepat di depan sebuah kelas. Kepalanya melongok ke dalam, sedikit berkerut saat tak menemukan objek yang di carinya.

"Jin, kemana Jimin?" Sontak gadis imut yang semula merapikan bukunya dengan Hoseok yang tepat berada di depan mejanya menoleh pada Yoongi. Awalnya ia tersenyum sebentar pada namja berparas lembut itu. Tapi kemudian ia gugup akan memberikan jawaban apa pada Yoongi atas pertanyaannya barusan.

'Jimin sedang menemui Jungkook untuk mencegatnya pergi ke Jepang'? Hell, itu adalah jawaban terbodoh. Jin tidak akan memperumit masalah ini. Mungkin berbohong sedikit tak apa.

"Jimin pulang saat jam pelajaran ketiga tadi. Dia sakit"

.
.
Mentari perlahan mulai terbenam di ujung sana, cahaya nya tampak meredup dengan awan yang berwarna kemerahan di atas langit. Angin sepoi-sepoi yang berhembus terasa menyejukkan.

Jimin duduk di tepi pantai dengan ombak yang terus bergelombang kecil. Kedua lutut nya ia peluk di depan dada, tatapan matanya kosong seiring sinar mentari dengan redup menimpa wajah cantiknya. Pikirannya berkelana kemana-kemana, memikirkan tentang Jungkook tentunya. Jimin merasa arah hidupnya entah menghilang kemana, menyesatkannya di tengah-tengah perasaan yang campur aduk. Memilin perutnya dan mengusutkan benang-benang pikirannya. Membuat Jimin merasakan sesak itu lagi. Bahkan sekedar untuk bernapas rasanya sangat sulit. Lukanya semakin menganga lebar.

Kehilangan Jungkook benar-benar membuat Jimin hilang arah.

Kenapa dia harus mencintai Jungkook sedalam ini?

Dan kenapa Jungkook pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun? Setidaknya salam perpisahan.

Jimin mencengkram halus rambutnya yang terurai, matanya terpejam dan ditenggelamkan di sela-sela lututnya. Perlahan bahu sempit itu bergetar pelan. Tidak. Tidak mungkin angin yang menggetarkannya, tentu saja itu tidak masuk akal. Tapi, Jimin menangis. Menangisi kisah cintanya.
.
.
.
.
.
.
.
Akhirnya setelah perjalanan yang cukup lama, Jungkook dan Jieun dapat bernapas lega. Mereka sekarang telah tiba di depan sebuah mansion mewah yang terletak di pusat Tokyo.

Seorang namja paruh baya yang berada tepat di depan Jungkook dan Jieun memperlebar senyumnya membuat kerutan kecil di sudut matanya.

"Paman Kim" Jungkook membungkuk sebentar, begitu pun dengan Jieun. Walau Paman Kim merupakan bawahan orang tuanya -begitupun dengan Jungkook dan Jieun- tapi mereka berdua masih punya etika terhadap yang lebih tua.

"Bagaimana perjalanan anda , Tuan Jungkook dan Nona Jieun?" Paman Kim berjalan di samping Jungkook, ia arahkan Jungkook dan Jieun untuk segera memasukki Mansion mewah di depan mereka dengan dua orang berbadan besar yang membawa masuk koper mereka ke dalam.

"Berhentilah memanggil kami seformal itu, Paman" Jungkook berdecak. Ia sangat tidak suka dengan kebiasaan paman Kim yang selalu berbicara formal padanya. Rasanya aneh saja saat orang yang lebih tua darinya memanggil namanya dengan formal begitu.

Namja paruh baya itu terkekeh sebentar. Jieun hanya diam memperhatikan.
.
.
.
.
Jimin membuka pintu rumahnya dengan gontai, penampilannya terihat berantakan dengan rambut dan seragam sekolah yang sedikit kusut. Langkah kaki Jimin terdengar menggema di lantai rumahnya yang bewarna putih bersih. Awalnya Jimin menyangka jika ibu nya tak ada di rumah. Mengingat ibunya suka sekali ke Spa atau pun salon. Tapi dugaan Jimin salah tepat ketika seorang wanita paruh baya berdiri di anak tangga terbawah. Memperhatikan Jimin dengan gelengan kepala.

Play Game With My Enemy (KookMin/ Jikook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang