Different : 16. Happy

9.9K 1.4K 255
                                    

"Uhuk!"

Darah pekat itu keluar saat Lisa merasa dadanya amat sesak. Penyiksaannya baru saja selesai sekitar lima belas menit lalu. Dan efeknya masih sangat dia rasakan sampai sekarang.

Dua senior yang tak dikenal oleh Lisa benar-benar menyiksa Lisa tanpa ampun setelah kepergian wanita tua itu. Membiarkan Sunmi menonton dirinya menggunakan pandangan sendu.

Bersandar pada pohon besar, Lisa berusaha menenangkan dirinya. Memejamkan mata sayu itu guna menikmati hembusan angin dengan aroma daun bercampur bunga.

"Kemarilah, Yeri-ya." Ujar Lisa tiba-tiba, membuat Yeri yang berdiri tak jauh darinya tersentak. Padahal gadis itu datang tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

"Untung saja Sunmi Sunbaenim menyelamatkanmu. Jika tidak, kau tidak bisa naik ke atas bersamaku Lisa-ya." Keluh Yeri sembari menghapus bercak darah di sudut bibir Lisa.

"Temuilah Chaeyoung." Mengabaikan ucapan Yeri, Lisa berujar masih dengan mata terpejam. Pikirannya terus saja dipenuhi oleh Chaeyoung yang mungkin saat ini kebingungan mencarinya.

Yeri diam. Lisa tak tahu jika kemarin Yeri sempat menemui gadis blonde itu untuk memperingatinya mengenai bagaimana pengorbanan yang sudah Lisa lakukan untuk menemukan tubuh Chaeyoung.

"Aku harus menunggu semua luka ini menghilang. Dia akan khawatir mendapatiku seperti ini." Lisa mulai membuka matanya, menatap Yeri dengan pandangan memohon.

"Kau mau aku berbohong?"

Lisa terdiam sejenak. Lalu meraih tangan Yeri dan menggenggamnya erat.
"Kumohon, tolong aku."

Yeri menghela napas. Dia tak akan bisa menolak permintaan Lisa. Sudah dari awal dia terjun ke dalam masalah temannya itu, dan Yeri tak akan bisa kembali mundur.

.......

Jennie menutup pintu ruang rawat Nancy dengan wajah kaku. Menatap sang kakak yang kini bersandar di dinding koridor yang ada di depan ruang rawat itu.

"Kenapa dia terus berteriak ketakutan dan selalu menyebut nama Lisa?" tanya Jennie pada kakaknya. Niat awal Jennie sebenarnya ingin mengumpat pada Nancy, namun mengurungkan niatnya karena sepupunya itu terus saja histeris ketakutan.

"Dia bilang Lisa yang membuat lehernya retak." Sahut Jisoo singkat. Sebenarnya enggan bercerita pada Jennie karena pasti adiknya itu tak akan percaya.

"Bagaimana bisa? Dia halusinasi?"

Jisoo mengedikkan bahu acuh.
"Dia bilang Lisa tiba-tiba muncul dengan pakaian serba hitam. Tubuhnya pucat dan dikelilingi asap hitam."

"Dia sudah mulai tidak waras seperti ayahnya." Ujar Jennie yang melangkah menjauh. Membuat Jisoo menegak dan mensejajarkan langkahnya dengan sang adik.

"Tapi Jennie-ya..." Ucapan Jisoo menggantung, membuat Jennie menoleh dengan sebelah alis terangkat bingung.

"Pihak kepolisian bilang, tak ada yang masuk ke ruang rawat Chaeyoung sebelum atau sesudah Nancy, kecuali aku. Sedangkan aku saja saat datang sudah menemukan Nancy pingsan." Penjelasan Jisoo itu membuat Jennie termenung. Walaupun begitu, dia tak mau terlalu memikirkannya.

"Bagaimana jika aku percaya bahwa itu benar-benar Lisa?" langkah keduanya berhenti. Dengan raut wajah Jennie yang berubah kaku.

"Ini sudah kesekian kalinya, Jennie-ya."

Membasahi bibirnya, Jennie memandang ke segala arah. Hanya ingin menahan rasa sesak karena lagi-lagi nama Lisa harus disebut dan kembali membasih lukanya hingga perih.

Different : Sequel Blood Ties ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang