1-16 : Watak Tersembunyi

138 19 0
                                    

Lantaran suhu udara pagi itu masih dingin dan embun-embun pagi tersisa di rumput kecil taman yang bisa membuat sepatu menjadi basah, aku memutuskan untuk berbincang-bincang di ruang tamu.

Yang aku pelajari dunia ini adalah aku harus duduk terlebih dahulu, diikuti tamu yang datang. Tentu itu sesuai status tamu yang datang. Statusku saat ini adalah anak dari seorang Duke, jadi tentu aku harus mempelajari etika bangsawan sepenuhnya. Untuk kunjungan kakak beradik ini aku menyiapkan camilan ala bangsawan, kue-kue dan teh beraroma mawar.

Aku paling tidak suka dengan teh itu, karena rasanya yang hambar dan asam itu membuatku ingin menyemburkannya. Aku terpaku dengan aromanya wangi saja, rasanya aku sudah menyerah untuk meminumnya. Tapi berbeda dengan Alex dan Nona Berry yang duduk berdampingan di sofa depanku. Ini juga etika bangsawan di dunia ini yaitu tuan rumah duduk sendiri.

Mereka minum dengan tenang dan menikmatinya. Bangsawan asli memang berbeda...!
Sesi pertama yang aku pelajari menyambut tamu adalah menikmati teh yang sudah disajikan, lalu setelah tamu meletakan cangkir tehnya berarti sesi pertama selesai dan memasuki sesi mengobrol. Kulihat Nona Berry meletakkan cangkirnya dan berkata, “Aih.. sudah aku duga. Aku tak terbiasa dengan teh seperti ini.”

“Ka-kakak..!” bentak Alex dan langsung mengalihkan pandangannya kepadaku, “maafkan Kakak perempuan saya ini, Sella. Sepertinya pelajaran etika yang diterimanya kurang, jadi mohon maklumkan tindakannya ini.”

“...”
Dari yang simpulkan dari perkataannya Alex adalah kakak beradik ini sama sepertiku, tidak menyukai rasa teh ini. Mereka hanya mengikuti etika yang sudah diajarkan.

“Tidak apa-apa. Saya sama seperti Nona Berry. Sejujurnya lidah saya tidak terbiasa dengan rasa teh ini...”

Seketika setelah aku mengucapkan kalimat itu, suasana ruang tamu ini mati. Mereka semua melebarkan matanya. Terkejut dengan kata-kataku ini, termasuk para pelayan dari pihak Alex dan aku. Emm... sepertinya aku melakukan kesalahan yang aneh.

“...Luar biasa Nona Sella...” ucap Nona Berry menghilangkan suasana ruangan yang mati, berdiri dan berjalan ke arahku, “ini melebihi harapan saya..!”

“.....Maaf...??” tanyaku memiringkan kepala.

“Maksud saya anda-, tidak... kata ‘anda’ pasti terlalu formal, kan? Bagaimana kalau kita memanggil satu sama lain akrab..?” tawar Nona Berry setelah duduk disampingku lalu menggenggam kedua tanganku.

“Kak-kakak..!”
Terlihat lagi wajah panik Alex, dia sering sekali dibuat panik oleh kakanya yang hanya berbeda dua tahun dengannya. Sekarang aku bingung yang mana kakak dan adik sebenarnya. Nona Berry menghiraukan teriakan Alex, matanya hanya tertuju padaku. Menatap lekat dan berbinar-binar.

Mengapa topik pembicaraan ini jadi begitu acak-acakkan? Sebenarnya itu aku menanyakan maksud kata dia sebelumnya, tapi malah tiba-tiba menyambung ke arah formal dan informal. Ini menambah beban di hati...

“Bo-boleh saja Nona Berry. Panggil saya sesuka hati anda saja.”

“Kamu juga harus janji memanggilku ‘Erry’, ya!”

“Ya, kak Erry.” Kubuat senyum ala bisnis lagi. Relasi antara keluarga Forest dan keluarga Chrysos, kelihatannya hubungan ini sangat dijaga oleh Papa. Sebagai anak dari Duke Forest sewajarnya aku juga menjaga atau membuat jalinan dengan keluarga Chrysos juga, kan? Benar.. ini diperlukan untuk dunia politik.

Aku melihat kak Erry tersenyum berseri-seri mendengar jawabanku. Dia mengambil camilan yang ada di meja dan memakannya, “Camilannya enak loh, Sella. Ayo buka mulutmu.”

Dia menyodorkan biskuit ke dekat mulutku dan posisi kami yang tadinya bersampingan sekarang saling berhadapan mata dengan mata. Merasa penasaran dengan reaksi Alex, aku mendelik ke samping, tempat di mana Alex duduk. Sesuai dugaanku dia panik-, pusing tujuh keliling memegang keningnya.
Tersirat dibenakku untuk menjahilinya, kumakan biskuit yang di sodorkan Erry.

I Feel Happy or SadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang