Papa dan Aku berada di depan pintu keluar untuk mengantar Count Kardel beserta Alex, setelah mereka mengucapkan salam perpisahan, naik ke dalam kereta kuda. Baru kali ini aku melihat kereta kuda sungguhan, benar-benar luar biasa. Kami berada di luar sampai kereta Count meninggalkan kediaman Duke Forest.
“Ayo kita masuk, Sella.”
“Iya, Papa.”
Papa menyelipkan tangannya di ketiak dan dengan entengnya menggendong aku seperti mengangkat sehelai bulu, ini karena tubuh ku yang terlalu ringan atau kekuatan Papa yang besar? Sudah, aku malas memikirkannya.
Kami masuk ke dalam rumah, Papa menaiki tangga untuk menuju kamarku, di dalam kamar aku sudah melihat Riel bersiap untuk melayaniku lagi, dan dengan ringannya Papa menaruh badan kecil ini duduk di pinggiran ranjang.
“Sella, Papa mau melanjutkan pekerjaan lagi ya. Sisanya serahkan saja pada Riel.”
“Baiklah Papa, jangan sampai memaksakan diri ya.”
“Tentu saja, sampai bertemu saat makan malam, Sella.”
Papa mengecup kening ku, dan berjalan keluar menutup pintu kamarku. Rasanya lega bisa pisah dengan Papa, karena kalau bersama Papa aku harus drama seperti anak kecil. Tapi rasa lega itu belum ada sepenuhnya karena ada Riel.
Aku ingin segera tidur malas-malasan, merenggangkan otot-otot ku yang sendari tadi aku gunakan, menguap sampai mengeluarkan air mata, menunggu rasa kantuk menjemput dan masuk ke dalam mimpi- maksudku kembali ke dunia nyata. Harapan ku itu langsung runtuh ketika Riel akan bersamaku sampai selesai makan malam. Sekarang baru jam 6 malam, dan sepertinya makan malam dilakukan sekitar jam 7 atau jam 8 malam, di sepanjang jam membosankan itu masa aku harus bersama Riel, ku gelengkan kepala menolak hal itu, aku memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan, di rumah ini pasti ada ruang buku, kan?
Mana mungkin rumah seorang Duke tidak mempunyai gudang ilmu pengetahuan.
“Aku ingin ke perpustakaan. Apa kamu mau mengantarku ke sana, Riel?”
“Oh ya ampun nona, apa nona sudah bisa membaca?” Riel menutup mulutnya seakan mendapat berita kejutan.
“Karena itu aku ingin belajar. Apa kamu bisa mengantarku?”
“Maafkan saya nona karena lancang. Saya akan segera mengantar nona ke perpustakaan.”
Riel langsung menuju pintu, membukanya dan menahan, membiarkan aku keluar terlebih dahulu. Aku perlahan turun dari pinggiran ranjang dan menuju ke pintu.
“Perpustakaan ada di sebelah mana?” tanyaku setelah keluar dari kamar dan Riel menutu pintu.
“Setelah menuruni tangga, belok kiri lurus sedikit, dan pintu kedua.”
Aku terdiam seribu bahasa setelah mendengar lokasi perpustakaan, ‘jauh’ satu kata itu membuat semangat menuntut ilmu ku luntur perlahan. Ada pepatah yang mengatakan ‘tuntutlah ilmu sampai ke negeri ujung’. Itu pepatah yang luar biasa, berarti kita harus belajar sampai mau sejauh apapun itu. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menyiapkan tekad untuk menempuh jalan ke gudang ilmu.
Sekarang semangat mengebu-ngebu dan langsung berjalan meninggalkan Riel yang berada dibelakangku, tentu dia bisa kembali mengekor jalan kaki kecil ini.
Satu tangga dua tiga empat tangga, Riel menawari gendongan, aku pun menolaknya, seterusnya sampai berada di lantai dasar. Hari ini aku berhasil dua kali turun tangga- kecuali naik tangga sepertinya itu agak berlebihan untuk tubuh anak kecil berumur empat tahun.
Aku mengikuti sesuai arahan yang tadi Riel berikan dan sekarang, aku ada di depan pintu perpustakaan. Riel membuka pintu untukku, aku menyelonong masuk tanpa mengucapkan terima kasih ke Riel- itu perilaku buruk yang mungkin akan membekas di ingatan masa kecilku.
Aku terlalu kagum dengan rak-rak yang berjejer rapi saling membelakangi. Luar biasa! Padahal hanya perpustakaan rumah Duke tapi bentuk perpustakaannya sudah seperti perpustakaan nasional. Jiwa kutu buku ku pun bergejolak ingin membuka buku, menikmati bau debu khas buku, dan menikmati keseruan saat sudah menghabiskan satu lembar satu lembar ke lembaran berikutnya. Saking banyaknya buku yang ada, aku bingung ingin memulainya dari mana, bisa saja aku tidak mengenali tulisan di dunia mimpi ini.
“Apa kamu punya buku rekomendasi?”
“Saya tidak terlalu menyukai buku anak-anak, namun bila buku yang cocok untuk anak berusia nona saya tahu. Mohon tuggu sebentar, saya akan mencarinya.”
“Akan kutunggu.”
Aku menunggu Riel dimeja yang sudah disiapkan di perpustakaan, tidak ada perpustakaan yang tidak menyediakan tempat duduk, kalau pun ada akan kusuruh tutup!
Tak lama kemudian Riel berlari kecil sambil memeluk sebuah buku kecil, dia memberikan kepada ku, tapi pada saat kulihat ini di tangan Riel size nya terlihat kecil, saat di tangan ku bagaikan sedang memegang kertas A3, aku heran betapa kecil dan lemahnya tubuh ini.
Buku yang diberikan Riel sampulnya hanya bergambar seorang gadis dengan seekor serigala di sampingnya ‘klise sekali’, aku menerka bahwa di dalam buku ini hanya gambar-gambar, namun aku salah. Buku ini berisi satu lembar di bagian kiri tulisan dan kanan gambar.
Aku mencoba untuk membaca tulisan ini.
“Pada suatu hari di sebuah desa hiduplah seorang anak perempuan-“Aku bisa membaca tulisan ini?!!
Genius sekali diriku ini, aku merasakan adanya perasaan meluap-luap di hati.Betapa senangnya aku ternyata bisa membaca tulisan seperti cacing berkelahi ini. Aku tidak perlu belajar untuk mengenal huruf lagi dan bisa langsung membaca buku sungguhan. Ahhh....! senangnya aku ini! Rasanya ingin berlari-lari ke segala penjuru rumah ini dan meneriakan ‘aku bisa membacanya!’. Ya itu hanya angan-angan saja, kuanggap keinginan seperti angin berlalu, tidak lupa dengan reaksi yang di perlihatkan Riel kepadaku. Ia takjub atau takut, seperti itulah eksperesinya, kuanggap dia takjub melihat anak yang baru berumur empat tahun sudah membaca dengan lancar. Karena kalau aku menganggapnya melihat diriku dengan ketakutan, itu bisa membawa dampak buruk. Aku bisa menjadi canggung kepadanya.
“Apa tidak ada buku yang lebih rumit lagi?” tanyaku setelah selesai membaca cerita ini.
Cerita yang menceritakan seorang anak perempuan yang di ajak seekor serigala ke tempat sepi, orang-orang akan menduga anak perempuan itu akan dimakan tapi kenyataannya adalah, anak perempuan jatuh ke dalam lubang seperti sumur, dan dia terbangun di dunia yang aneh, hewan-hewan bisa berbicara pada anak itu, dan seperti binatang-binatang itu menjalani hidup bahagia menirukan manusia.
Jalur cerita yang mengagetkan... seperti membaca berbagai cerita dari satu buku.
“Nona luar biasa! Apa nona mau saya bawakan novel kesukaan saya?” terlihat binaran dimata biru langit Riel.
“Novel?! Tentang apa?” balasku semangat.
“Novel romansa nona!”
“A-aku ingin membacanya..!”
Ahh..! ada novel juga, itu pun genre romansa! Aku sangat senang!
Riel segera berlari ke rak belakang mencari buku yang dimaksud, kulirik jam, ternyata masih tersisa satu jam. Kurasa cukup untuk menghabiskan satu novel.“Ini dia nona. Saya yakin nona akan menyukainya! Kata-kata lembut yang membelai hati pembacanya, kisah romansa antara-“
“Hentikan bocoran cerita nya! Aku tidak suka kalau sudah dapat bocoran, itu terasa keasikan yang seharusnya seratus persen turun menjadi lima puluh persen aja.”
“Maaf nona. Karena baru kali ini saya mendapat teman yang suka membaca, terlebih lagi itu adalah nona.”
Teman? Jadi Riel menganggapku bukan sekedar majikan, tapi juga sebagai temannya. Itu membuat hati ku menjadi lebih lega, setelah perpisahan canggung dengan Alex.
“Huhuhu.. kamu bisa membicarakan denganku kapan pun itu, namun dengan syarat setelah aku selesai membacanya ya!”
Awalnya mata sayu Riel, sekejap berubah kembali berbinar.
“Baik nona!”
Akhirnya aku mempunyai teman sehobi, sesenang inikah mempunyai teman sehobi, kurasa kalian juga mempunyainya, jadi jaga temanmu itu dengan baik-baik. Karena perpisahan bisa datang kapan pun itu, seperti diriku ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Feel Happy or Sad
FantasíaAku yang sangat menyukai novel bertemakan ke dunia lain, akhirnya aku masuk ke dunia yang aku impikan setiap malam. Harusnya aku bahagia dengan keadaan ku karena aku hidup kembali ditubuh putri Duke yang kaya raya, dan wajah cantik ini. Proposi tub...