3 - Protes Kedua

633 133 57
                                    

Universitas Matahaya tidak lantas sepi biarpun masa perkuliahan semester genap telah berakhir satu minggu yang lalu. Walau tidak seramai biasanya, tetapi kampus tetap menjadi pilihan nomor satu bagi beberapa mahasiswa untuk sekadar numpang Wi-Fi, nongkrong di sekretariat himpunan, atau bahkan menggelar tikar dan piknik di taman depan perpustakaan.

Jalanan kampus terlihat longgar. Tidak ada kendaraan yang berlalu lalang, membuat Bina beberapa kali tidak perlu tengok kanan-kiri sebelum menyebrang.

"Bin!"

Bina menghentikan langkahnya, ditengoknya ke sumber suara, seorang perempuan berambut panjang dan seorang laki-laki berkacamata ala tokoh fiktif Harry Potter berjalan ke arahnya.

"Jadi protes nilai?" tanya Ayu begitu sampai di samping Bina. Bina kemudian mengangguk dengan wajah yang berubah sebal.

"Wah, kamu sanggup menghadap Pak Doyoung sendirian?" Mark berganti bertanya meyakinkan Bina. Pasalnya, Pak Doyoung terkenal tegas dan galak oleh semua mahasiswa yang diampunya. Bina hanya mengedikkan bahu.

Mereka bertiga kembali berjalan menuju gedung D3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk menemui Pak Doyoung.

"Tapi, masa iya, sekelas cuma lo doang yang dapet D?" Ayu terheran. Ia berhenti diikuti Bina dan Mark.

"Gue juga bingung. Bukannya gue sombong, ya. Tapi lo berdua kan tahu sendiri, masih ada beberapa anak yang notabennya lebih rendah dari gue."

"Jangan suka suudzon. Sebentar lagi juga kita tahu, alasan Pak Doyoung ngasih kamu nilai D." Mark berusaha menengahi pikiran-pikiran buruk yang sepertinya sengaja diciptakan Bina dan Ayu. Pemuda itu lalu merangkul keduanya dan mereka kembali melangkah.

Mereka sudah sampai di ruangan dosen, gedung D3 lantai 4, nomor bilik meja 01, berada di sisi kanan paling depan.

"Kita tunggu di sini aja, ya. Good luck, Bina!" seru Mark dan Ayu bersamaan. Tidak lupa mereka mengepalkan tangan ke udara, memberikan semangat untuk Bina.

Sebenarnya tidak ada rasa takut atau khawatir sekalipun untuk menemui Pak Doyoung, mengingat Bina sudah sangat mengenal laki-laki itu jauh sebelum dirinya menjadi dosen muda seperti sekarang. Namun, bagaimanapun juga Bina harus bersikap seolah ia sedikit tegang. Karena tidak mungkin ia menampakkan kesantaiannya itu di depan kedua temannya.

"Permisi, Pak," ucap Bina dengan sopan begitu masuk bilik meja Pak Doyoung. Laki-laki yang sibuk dengan laptopnya itu kemudian beralih pandangan ke Bina. Lalu, ia melepas kaca matanya dan mempersilakan perempuan itu untuk duduk.

"Jadi, saya mau bertanya mengenai nilai akhir mata kuliah AKM 3 saya, Pak." Bina berucap dengan tenang, namun tetap sopan. Hal itu membuat Pak Doyoung terkejut dalam hati melihat sikap Bina yang seperti itu. Dalam pikirannya, ia ingin sekali tertawa melihat Bina, tapi bagaimanapun juga saat ini ia adalah Pak Doyoung, bukan Doyoung.

"Jadi, apanya yang menurut kamu salah?" tanya Pak Doyoung. Ia lalu kembali mencari sesuatu di layar laptopnya. Sepertinya, rincian nilai mahasiswanya.

Bina terdiam sebentar. Ia masih memikirkan hal apa yang harus ia ucapkan kepada Pak Doyoung. Sebenarnya alasannya sudah ia siapkan sejak jauh-jauh hari. Tetapi sekarang semuanya seolah hilang. Bina tidak bisa membuat alasan.

"Bina?"

"Ah, iya, Pak."

Doyoung membalik laptopnya menghadap Bina. "Ini rincian nilai kamu. Sebenarnya kamu juga sudah tahu, kan? Karena memang untuk urusan nilai saya sangat terbuka dan berusaha seadil mungkin."

Bina menatap layar laptop dan Pak Doyoung secara bergantian. Beberapa kali ia menelan salivanya, gugup.

"Untuk UTS kamu dapat 3, UAS dapat 4, dan tugas harian kamu dapat 100. Perlu kamu tahu, walau hasil tugas kamu tidak sempurna, tapi tetap saya beri seratus. Semua mahasiswa saya mendapatkan nilai tugas seratus, asal pengumpulan tepat dan jawaban lengkap sekalipun kurang tepat." Pak Doyoung beralih ke tumpukan kertas yang ada di sampingnya, mencari-cari, lalu menemukan satu bandle kertas bernama Bina Sabrina.

Dosen Young | Doyoung✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang