Bab 1

9 2 2
                                    

Rachel POV

Hari ini hujan turun begitu deras. Petir-petirnya juga selalu mengkilat di langit. Bahkan langitnya pun begitu gelap. Aku mengelap-elap kedua tanganku yang dingin di sini. Menutup kedua telinga jika ada gemuruh datang. Serta berusaha mencari kehangatan di balik selimut tebal yang tadi mama berikan.

Aku sendirian dan mulai ketakutan, menyadari bahwa keberadaanku bukan di rumah, dan yang paling buruk lagi adalah, aku sendirian di ruangan pasien rumah sakit, ditemani dengan hujan dan petir yang menakutkan. Bukan- bukan sendirian, sebenarnya di sampingku, ada seseorang juga yang satu ruangan yang sama denganku. Tapi, sejak aku pertama kali harus masuk rumah sakit--- gara-gara jantungku kumat, setelah ikut lomba marathon diem-diem tanpa sepengetahuan mama sama papa--- aku sama sekali nggak pernah bisa liat orang yang berada di balik tirai itu. Tirainya juga selalu tertutup, aku kira sebenernya aku  sendiri di ruangan ini. Tapi, ternyata tidak. Mama baru saja memberitahuku dua hari yang lalu.

JDERRR

"Aaaa!!"

Tiba-tiba saja gemuruh kembali terdengar dan mengejutkanku. Spontan aku langsung menutup kedua telinga rapat-rapat. Ini sungguh di luar ekspetasiku, yang ternyata setelah aku bujuk mama sama papa buat pulang terlebih dahulu, karena aku kasian lihat mereka lelah ngejaga aku semalaman. Malah berakhir dengan ketakutan yang mengerikan, terpacu dengan deru napasku yang terputus putus, degup jantungku yang berdetak lebih cepat, juga bibirku yang menggigil. Semua bersatu di ruangan berdinding putih ini.

Setidaknya, mungkin kata mama bener. Aku bisa sedikit lebih lega setelah memikirkan bahwa aku tak sendiri di ruangan ini. Meskipun, aku memang tak pernah tahu bagaimana rupa orang itu.

Setelah ini, aku bener-bener capek pingin tidur. Tapi aku nggak bisa berhenti dari ocehan batinku sendiri sejak tadi, demi dapat meredam suasana mencekam ini.

"Huuhhh," aku menghela napas. Aku  berusaha menenangkan diri, juga pikiranku yang tadinya berantakan agar tidak berfikir-fikir yang tidak-tidak lagi.

Aku sedikit membuka mata. Mungkin, suasana ini tak terlalu menakutkan seperti di film-film horor rumah sakit. Ruangannya masih terang dengan lampu ruangan yang menyala. Tapi, ramainya tetesan hujan menjadi salah satu saksi bahwa banyak di film-film horor rumah sakit, jumpscare nya pada saat hujan tiba. Aku pernah liat film itu.

Aku menggeleng cepat. Berusaha mengubur dalam-dalam pemikiran hayalku itu. Aku pun mulai mendongak, menatap jam dinding yang bertengger di atas.

"M-mam-mama."

Aku terkejut, terbata-bata, sekaligus tersentak setelah melihat jam. Sekarang sudah jam dua belas lebih lima belas menit di malam hari. Ternyata, aku sudah dua jam menahan ketakutan tak bermanfaat itu sejak tadi di ruangan ini, dan sekarang ketakutan itu mulai menjalar lagi di dalam tubuhku.

"Mama, tolong ke sini," lirihku gemetar.

Aku menutup kembali mataku rapat-rapat. Bibirku juga bener-bener nggak bisa diem. Aku terus saja berdoa pada Tuhan, agar terselamat dari bahaya apa pun itu. Tubuhku gemetaran, aku harus menahan lagi ketakutan dan kedinginan yang menusuk hingga tulang. Mama sama papa nggak akan mungkin dateng ke sini. Hujannya deras sekali di luar. Sungguh mengerikan.

SREET

"MAMA!!"

Entah apa salahku, aku kembali terkejut lagi. Pikiranku sudah berkecamuk ke mana-mana. Mendengar suara familiar, yaitu suara yang aku yakini adalah deritan tirai yang sengaja aku belakangi ini tiba-tiba terbuka dengan cepat.

Tubuhku semakin bergetaran. Aku langsung menutup semua tubuhku, tak terkecuali juga dengan kepala. Aku memejamkan mata menggigil. Ketakutan yang luar biasa mulai menyeruak di dalam tubuh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TerbanglahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang