Hemat

5 2 0
                                    

“Buruan, kuy! Berangkat!!” seru mereka bertiga secara berjamaah setelah Yasmin mengunci pintu dengan hati-hati.

Mereka berdiri berdampingan dengan urutan sejajar mulai dari Juls, Leci kemudian Yasmin. Kepala mereka terangkat tinggi-tinggi lalu secara bersamaan memasang kacamata hitam dengan gaya slow motion yang khas ala film-film terkenal tayang dalam bioskop-bioskop.

Angin yang sejuk meniup rambut mereka, menciptakan suasana classy yang memesona. Tak lupa mereka mengibaskan rambut lurus lembut mereka itu ala iklan sampo Pentin. Tiga pasang kaki jenjang itu melangkah dengan anggun, layaknya seorang supermodel yang berjalan di atas red carpet.

Setelah tiba di gerbang kost, mereka menghentikan langkah kakinya. Juls menurunkan kacamata hitamnya dengan pelan. “Kok nggak ada sih? Pada kemana mereka?”

Yasmin dan Leci juga membuka kacamata hitamnya. Mereka menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, ternyata sepi tidak ada orang. Lalu mereka bertiga saling menatap sejenak. Setelah itu mereka menganggukkan kepalanya secara bersamaan sebelum berlari ke samping pagar keliling.

Mang Ucup!!!” teriak mereka dengan suara yang dinaikkan beberapa oktaf.

Astapirulloh!”

Tampak seorang mamang-mamang yang mengenakan topi dan handuk lusuh di pundaknya. Awalnya dia sedang bersantai ria di atas becak, namun ketika melihat tiga perempuan yang mendekat, ekspresinya berubah 360° derajat /seperti melihat hantu. Wajah yang awalnya jelek terlihat semakin jelek.

Dengan secepat kilat dia berpindah posisi dan bersiap untuk melarikan diri. Namun ketika dia hendak mengayuh becak, Juls berdiri menghalangi jalannya dengan tangan yang terentang. Sedangkan Leci memegangi badan becak agar tidak bisa bergerak kemana-mana.

Mang, astaga! Ngapain nongkrong di sini? Terus Mang Ujang? Mang Ucok? Kemana itu para bapak-bapak?” Yasmin menepuk pundak lelaki paruh baya itu dengan sok akrab.

Ehehe ....” Mang Ucup terkekeh dengan malu. Dalam hatinya dia merutuki dua teman seperbecakannya karena meninggalkan dia di pangkalan ini. Bukan karena di sini sepi, tapi lebih karena tiga mba-mba yang tak jelas ini.

Siapa yang tidak kenal ketiga mba-mba itu? Semuanya yang tinggal di kompleks ini pasti tahu dengan julukan Tiga Mba Getir. Bukan tanpa alasan, itu karena ketiga gadis itu sering membuat hal-hal yang menggetirkan bagi orang-orang di sekitarnya.

Bukan hanya itu, kelompok yang terdiri dari nama-nama aneh seperti Juls, Leci dan Yasmin itu juga sering digosipkan sebagai jomblo lumutan. Aneh, tapi ini nyata. Walaupun mereka cantik tapi mereka tidak diminati, mungkin dulu mereka dilahirkan karena tidak direncanakan alias tidak diharapkan.

“Lu nanya mereka kemana? Gila aja lu pada kagak ngarti! Ya, jelas mereka udah lari duluan gara-gara nggak mau ketemu kalian,” ucap mang Ucup dengan cepat.

“Udah, Mang. Kita-kita nggak mau dengerin curcolan si Mamang. Mending buruan anterin kita ke kampus,” ucap Juls sambil nyelonong duduk ke atas kursi tumpangan becak.

“Iya, Mang. Nggak pake lama, ya, ini udah telat soalnya. Soal bayaran tenang aja, kayaknya nggak bakal ngutang, kok.” Yasmin juga menyusul Juls untuk duduk di sebelah Juls.

Buseyyy! Gue mau ditaro di mana?” tanya Leci sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Udah, lu kayak nggak biasanya nyempil aja,” sahut Juls bersamaan dengan Yasmin yang menggeser duduknya. Leci tersenyum kuda dan masuk nyempil di antara Juls dan Yasmin.

Mang Ucup memasang wajah masam. Sepertinya, mau tidak mau dia harus mengantar mba-mba getir itu ke kampus. Jika dia menolak mungkin keesokan harinya becaknya auto masuk ke bengkel gara-gara dijahilin oleh makhluk abstrak itu.

“Neng, kenapa nggak naik ojol aja si?! 'Kan mamang berat ini masa tri pipel in wan on top de becak,” gerutu mang Ucup dengan sedikit nada memelas.

“Nggak bisa, Mang. Ini namanya budaya hidup hemat. Masa gitu nggak ngerti?” jawab Yasmin yang sedari tadi sibuk meniup kacamata untuk membersihkannya dari kotoran.

Yakali hidup hemat, tapi nggak nyusahin orang juga.” Mang Ucup berbicara dengan napas yang cukup tersengal. Maklum, beban tiga perempuan itu lebih berat dari beban rindunya Dilan ke Milea.

Selama perjalanan, Juls, Leci serta Yasmin tidak akan diam. Setiap kali bertemu dengan lelaki tampan, mereka akan bersiul untuk menggoda. Sungguh memalukan tapi tolong jangan salahkan mereka. Itu semua karena mereka terlalu sulit mendapatkan pasangan.

Wuih! Gila gila! Lu liat noh, cowok yang pake kaos putih.” Juls menunjuk pada laki-laki yang berdiri sambil membelakangi jalan.

“Kenapa emang?” tanya Leci karena tidak mengerti.

“Aduh, Cii, coba lo liat baik-baik. Bahunya lebar, badannya tinggi trus lengannya juga kekar. Bisa dibayangin dong gimana wajahnya,” ucap Yasmin yang diakhiri dengan decakan kagum.

“Bener bener. Coba yaa gue panggil, beuuh pasti cakepnya nggak ketulungan.” Juls menyetujui dugaan Yasmin dan segera menyiulkan siulan yang cukup keras.

Sosok lelaki yang membelakangi jalan itu langsung berbalik menatap mereka. Semuanya terjadi dengan cepat dan hasilnya tidak berhenti mengejutkan mereka.

Alamak!!”

Astapirulloh!!”

Busseeyy!”

Mereka berseru dengan tidak percaya. Ternyata rupa lelaki itu tidak seperti dugaan mereka. Wajah itu hitam dan penuh dengan bopeng. Lalu saat menunjukkan senyum ke mereka, gigi hitamnya terlihat sangat tidak sedap dipandang.

“Mang!! Buruaann jalaann!!” teriak mereka dengan cepat karena tidak mau lama-lama melihat penampakan abstrak itu.

Mang Ucup hanya bisa menggelengkan kepala. Ini salah satu kelakuan mba-mba getir yang sangat absurd. Tapi ini hanya secuil dari ratusan lapis keabsurdan Tiga Mba Getir. Mang Ucup berharap semoga kedepannya dia tidak akan berjumpa dengan trio getir itu lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Three Mba GetirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang