Ch. 2 : Rasa Penasaran

338 39 10
                                    

Enryu seringkali mengunjungi rumah Arlene Grace, sampai-sampai penduduk di desa bertanya padanya apakah dia menyukai wanita tersebut. Dan setiap kali dia ditanya seperti itu, Enryu akan selalu menjawab dengan kata-kata yang sama saking keseringan ditanya.

"Aku menyukainya sebagai sahabatku"

Bahkan Urek, habis dia dan Enryu bertarung hebat di danau sebagai "hukuman tambahan" dari sang pria bersurai merah, juga ikut bertanya. 

"Kau yakin itu hanya rasa suka? Gak ada rasa cinta?"

Sambil nyengir nista pula ni orang. Jadi gatel pengen nabok kan.

Enryu mengerutkan kening, dan sebuah Bang besar yang berpendar merah langsung terbentuk di atasnya.

"AKU KAN CUMAN BERCANDA ENRYU PLIS JANGAN--"

DUAR!!

"Cinta ya?" Enryu dengan santuynya berlutut di samping Urek yang tepar dengan sangat tak elitnya di sebuah kawah besar yang terbentuk gegara ledakan Bang barusan. Pria bersurai merah itu berpikir sejenak, sebelum sebuah senyum kecil terukir di wajahnya.

"Aku rasa cinta bukanlah kata yang tepat. Jika kau menanyakan pendapatku, itu lebih mirip kasih sayang daripada cinta. Aku menyayangi Arlene bagaikan saudariku sendiri, Urek. Kau mengerti?"

"Iya, Enryu..." Urek masih bisa ngomong toh setelah dihajar oleh kekuatan Enryu yang sadis, "Aku kan cuman nanya... Kenapa aku kena serangan lagi dah?"

"Mukamu nyebelin sih. Cocok jadi korban penistaan" Enryu mendengus senang, "Bangunlah, Urek Mazino. Nanti kau harus memperbaiki kerusakan yang kau buat kemarin, oke? Jangan sampai lupa. Bye~" Enryu melambaikan tangannya pada Urek sebelum melayang pergi, kembali ke desa.

Urek perlahan duduk di dasar kawah, mengelus-elus kepalanya yang berdenyut kesakitan sejak tadi, "Enryu keren banget sih... Pantesan penduduk desa suka dengannya..." dia kemudian nyengir-nyengir sendiri,

"Kalau begitu aku harus berlatih lagi untuk menjadi lebih kuat! Siapa tau nanti aku bisa sekuat Enryu dan bikin cewek-cewek mendatangiku!"

Ini husbu siapa sih, kok gini amat--//plak.

.

Keesokan harinya, Enryu mengawasi kerja Urek yang sedikit abal-abalan saat memperbaiki kerusakan yang dia sebabkan dua hari yang lalu. Memang sih hasilnya gak sempurna, tapi setidaknya penduduk sudah senang.

Setelah pamit dari para penduduk desa, Enryu beranjak ke atas bukit untuk menemui Arlene. Biasanya, wanita itu akan menyambutnya ketika melihatnya datang ke rumahnya, namun kali ini Enryu tidak mendapatkan sambutan sama sekali, membuat dirinya sedikit bertanya-tanya.

"Arlene? Kau di rumah?" Enryu memanggilnya seraya mengetuk pintu depan yang terbuat dari kayu. Beberapa saat kemudian, pintu itu berayun terbuka, menampakkan wanita yang Enryu sayangi, sedang tersenyum kikuk padanya.

"Maafkan aku, Tuan Enryu. Aku sedang ada di pinggir bukit saat Tuan datang" Arlene sedikit membungkukkan kepalanya saat dia membuka pintu lebih lebar, mempersilahkan Enryu untuk masuk.

"Tak apa, Arlene. Namun apa yang kau lakukan disana?"

Manik emas itu tampak ragu, dan Arlene meminta Enryu untuk ikut bersamanya ke tempat dia berada sebelumnya, berkata bahwa dia ingin mengatakan suatu hal yang penting padanya.

"Tuan Enryu lihat itu?"

Telunjuk Arlene terarah ke hamparan udara yang biru di hadapan mereka, namun Enryu masih bisa melihat sosok yang menjulang tinggi di kejauhan. Sosok yang Enryu kenal dengan baik, sekaligus sosok yang tidak terlalu Enryu sukai.

Rain of RageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang