"Jadi kau berkata bahwa ketiga teman baikmu semuanya telah memasuki Menara?" sosok di hadapannya bertanya.
Enryu mengangguk, meletakkan sikunya di lututnya sebelum menyenderkan dagunya pada telapak tangannya, "Ya, Tuan. Desa benar-benar sepi sekarang tanpa keberadaan mereka"
"Oh? Begitukah?" sosok itu menggumam, terdengar tertarik dengan perkataan pembawa pesannya, "Coba jelaskan padaku, nak"
"Tentu, Tuan. Arlene biasanya selalu bisa untuk membuat para penduduk tersenyum dengan seluruh perbuatan baiknya itu. Urek dan Phantaminum selalu saja meramaikan keadaan damai desa dengan seluruh perdebatan tak jelas mereka. Walaupun begitu, saya merindukan semuanya.
Mereka membuat desa ini menjadi desa yang saya cintai. Tanpa mereka, rasanya seperti ada lubang besar di hati saya, dan akan sulit untuk diisi kembali kecuali dengan kembalinya tiga orang tersebut.
Phantaminum mungkin tidak punya hubungan sedekat hubungan saya dengan Urek atau Arlene, tapi dia masih seseorang yang saya hormati karena teknik bertarungnya. Benar-benar unik, namun juga berbahaya. Sekarang saya mengerti mengapa para penyintas dari pembantaian di istana Jahad menjadi trauma karenanya.
Untuk Urek Mazino sendiri, dia sungguh pria yang ribut dan sok narsis, tapi saya menghargai segala usahanya untuk menjadi lebih kuat. Lagipula saya tau bahwa kekuatan yang dia pelajari dari saya bukanlah untuk menguasai orang-orang, tapi untuk membantu mereka.
Lalu ada Arlene Grace. Dia..."
Sosok itu ikut terdiam ketika Enryu kehilangan suaranya. Untuk beberapa saat, tak ada satu pun dari mereka berdua yang angkat bicara, sampai sosok itu memanggil sang surai merah yang duduk di hadapannya, "Nak? Kau baik-baik saja?"
"Ah, maafkan saya, Tuan" Enryu menerka air matanya, namun kali ini dia melakukannya dengan lembut, "Saya terkadang masih emosional ketika memikirkan tentang Arlene.
Dia merupakan sosok wanita yang saya hormati, kagumi, dan sayangi di saat yang bersamaan. Arlene sungguh wanita yang baik, manik emasnya seolah-olah lebih cerah daripada matahari, dan mereka selalu berbinar setiap kali dia membicarakan hal yang dia sukai ataupun ketika dia membantu para penduduk desa.
Kekuatan misteriusnya juga merupakan sesuatu yang saya kagumi darinya. Saya tidak tau darimana dia mempelajarinya, tapi menilai dari betapa mudahnya dia untuk merapalkan mantra-mantra dan betapa kuat efeknya, tampaknya dia sudah belajar seakan-akan sejak lahir.
Mendengar semua hal yang telah terjadi padanya sejak Jahad memimpin, saya tak bisa memaafkan diri saya sendiri karena telah membiarkannya menaiki Menara, karena tidak berusaha lebih keras lagi untuk mencegahnya. Tapi apa yang bisa saya perbuat? Semua itu adalah bagian dari takdir. Saya tak punya hak untuk mencegah apa yang sudah ditentukan sejak dulu.
Perjalanan Arlene beserta rombongannya, bagaimana dia bertemu V dan jatuh cinta dengannya, bagaimana mereka menentang Jahad sampai-sampai mendeklarasikan perang padanya, bagaimana Arlene kehilangan putranya dan suaminya dalam kejadian penuh darah...
Ya, semua itu adalah bagian dari takdir.
Penghancurkan lantai 43 oleh saya, penyerangan Phantaminum ke istana Jahad serta naiknya dirinya ke lantai 135, dan keberangkatan Urek ke Menara pasti juga sudah direncanakan, bukan? Saya tak punya kuasa yang cukup untuk mencegah maupun menghentikannya, bahkan jika para penduduk desa menyebut saya hampir sekuat anda, saya hanyalah pelayan anda. Tidak lebih, tidak kurang.
Saya hanya seseorang yang bertugas menyampaikan pesan dari anda"
Enryu sontak menutup mulutnya ketika dia menyadari bahwa dia mungkin sudah bicara terlalu banyak, "Maafkan mulut saya, Tuan. Saya minta maaf anda harus mendengarkan isi hati saya selama ini padahal anda memanggil saya kesini untuk sebuah pemberitauan penting"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain of Rage
Fanfiction(Warning : Berisi spoiler bagi penonton anime dan pembaca Webtoon yang belum selesai) Sebuah potongan kisah masa lalu, dimana keadaan di dalam Menara belum berkembang seperti yang kita ketahui, dimana Raja Jahad dan Para Petarung Hebat baru saja mu...