😍 {7} Maaf Kok Dilarang?

11 2 0
                                    

💚 Vote sebelum baca :)
------------------------------------------------------
Lantas salah siapa jika kumeminta maaf atas salahku? Cemburumu memang bukan urusanku, tapi kalau kau terluka karena aku, itu sudah jadi urusanku.

🌹🌹🌹

Esoknya, Vera sudah mulai bersekolah. Duduk kembali di tempatnya bersama Indri. Untung saja Vera masuk hari ini, Indri mengembuskan napas lega. Pasalnya, ia tidak ingin lagi duduk dengan laki-laki play boy itu. Cukup sudah dua harinya kemarin. Sekarang tidak lagi.

"Syut...  syut...."

Vera memberi kode pada temannya. Wajah Indri tampak muram, pucat, dan seperti tidak bersemangat. Sedari tadi juga ia terlalu banyak melamun. Berusaha mengacuhkan yang lain dengan cara fokus pada pelajaran dan membuat dirinya sibuk.

"Indri?" Vera masih saja memanggil temannya itu dengan suara berbisik. Takut jika guru di depan itu mendengar.

"Woi!"

"Apa sih lo berisik banget, deh!" pekik Indri membuat seisi kelas melihat ke arahnya. Rasa kesalnya sudah di ujung tanduk karena Vera yang terlalu berisik.

Tidak ketinggalan dengan guru sejarah itu, yang saat ulangan lalu menghukumnya berjemur seraya hormat pada bendera.

"Eh, apa kamu bilang saya berisik? Oh, kamu enggak suka saya ceritakan tentang manusia purba, iya, Indri? Boleh kok kalau kamu gantiin saya di depan, dengan senang hati," ucap bu Ati. Nada bicaranya standar namun penuh dengan penekanan dan tak lupa sorot matanya seakan-akan ingin menyembul ke luar.

"Ah--engg--enggak, anu Bu, maaf saya--"

"Silakan ke luar Indri kalau tidak ingin masuk pelajaran saya!"

"Ta--tapi, Bu...."

Gerakan tangan guru itu menuju ke arah pintu keluar. Indri hanya bisa pasrah, menundukkan kepalanya. Untung saja hanya disuruh keluar, bukan harus hormat bendera lagi.

Tampak raut wajah menyesal dari Vera. Akibat ulahnya, Indri menjadi harus dihukum kali ini. Memang nasib Indri saja yang kurang mujur dengan guru sejarah itu. Tak ada hari-hari ia kena masalah.

Perlahan, langkah Indri menuju arah pintu. "Permisi, Bu. Saya minta maaf," lirihnya seraya membuka pintu yang awalnya tertutup. Angin kencang langsung menerpa tubuh Indri dengan kuat. Langit mendung disertai angin. Sepertinya akan badai.

"Hormat bendera sampai bel istirahat, Indri!" serunya menambah hukuman gadis itu.

Rival yang melihat kejadian itu pun tidak tinggal diam, dia lantas berdiri dan menuju pintu keluar. Hal itu membuat bu Ati pun memperhatikannya heran. Apa yang akan dilakukan murid laki-lakinya itu.

"Eh, eh, eh, kamu mau ke mana?"

Rival menoleh ke arah bu Ati. Merasa dirinyalah yang diajak bicara. Lalu dengan santainya menjawab pertanyaan guru itu. "Keluar, Bu. Temani Indri."

"Dia bisa sendiri, Rival!"

"Siapa bilang dia bisa sendiri, Bu? Bu, kalau Ibu perlu tahu, saya sama Indri itu satu paket. Kalau Indri dihukum itu artinya saya juga dihukum."

✔ . I . N . T . E . R . V . A . L . ✔ {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang