#DAY 01: LOCUS DELICTI

755 90 26
                                    

Fioladybura

Locus Delicti: Tempat terjadinya kejahatan

You were "you"
I was "I"
We've been living without knowing each other
With a "Hi"
Now it's you and me
It's "us" now

DAY6 - Hi Hello

///

Sepasang kekasih terlihat sedang duduk berdua di bangku taman berwarna coklat tua, ditemani dengan indahnya suasana senja yang dilengkapi dengan angin sepoi yang mangombang-ambingkan dedauan di sekitar mereka. Sang wanita dengan nyaman menyandarkan kepalanya di bahu sang pria sambil tersenyum dan memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di depan mereka. Sedangkan, sang pria mengenggam erat tangan kiri wanita itu dengan tangan kanannya.

Mereka terlihat bahagia, begitu kata orang-orang yang melintas di depan mereka.

"Bram, kapan kamu mau ngelamar aku? Orang tuaku nanyain terus, terutama ibu. Kamu tau 'kan ibu sakit, jadi dia nyuruh kita buat cepet-cepet nikah."

Bramasta terkesiap mendengar pertanyaan dari Adelia—pacarnya. Raut wajah yang tadinya senang kini berubah menjadi masam. Sudah kesekian kalinya Adelia bertanya hal itu, bukan berarti pria itu tidak ingin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Ia sendiri sangat ingin melamarnya. Tapi ada hal lain yang membuatnya tidak bisa melamar Adelia dalam waktu dekat ini.

Karena yang ditanya tidak menjawab, Adelia langsung menegakkan badannya, menatap Bramasta yang diam membisu.

"Bram? Are you okay?"

Bramasta hanya menjawabnya dengan deheman, menundukkan kepala. Terbesit rasa bersalah dalam hati Adelia ketika melihat Bramasta diam seperti itu. Seharusnya, tadi tidak menanyakan hal sensitif itu pada Bramasta.

Adelia melepas genggaman tangan Bramasta, mengusap punggung pria itu pelan.

"It's okay, nggak usah terlalu dipikirin. Pernikahan itu perlu banyak persiapan. Salah satunya persiapan mental, kalau kamu belum siap nggak apa-apa kok, nanti aku bisa jelasin ke bapak sama ibu."

Bramasta mendongakkan kepala, menatap wanita yang saat ini sedang tersenyum padanya. Cantik. Ia sangat beruntung bisa memiliki kekasih secantik dan sebaik Adelia. Tangan Bramasta mengusap rambut Adelia, setelah itu turun mengusap pipinya.

"I want to tell you something, Del."

Adelia menaikkan sebelah alisnya, penasaran. "What is it?"

Bramasta menghela napas berat, mungkin sekarang waktu yang tepat untuk membicarakan hal yang sudah lama ia pendam pada Adelia.

"Aku suka sama seseorang."

"Suka sama aku 'kan maksudnya?"

Pria itu menggelengkan kepala. "Nggak. Tapi sama orang lain... aku selingkuh di belakang kamu, Del."

Hening.

Keduanya terdiam, seperti adegan di televisi yang sedang ditekan tombol pause-nya. Mereka tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun, terutama Adelia. Pernyataan Bramasta yang tiba-tiba itu sangat mengejutkannya. Sepasang netranya pun mengerjap-ngerjap, berharap kalau semua yang dikatakan Bramasta hanyalah sebuah mimpi.

Bramasta memperhatikan wanita yang duduk di sampingnya itu. Adelia masih belum mampu berbicara. Mendadak hatinya merasa bersalah. Akan lebih baik kalau Adelia menangis, tapi Adelia bukan tipe orang yang bisa menangis di hadapan orang lain, apalagi di hadapan orang yang ia sayangi.

The Day After YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang