Tak ada yang lebih pedih
Daripada kehilangan dirimu
Cintaku tak mungkin beralih
Sampai mati hanya cinta padamu
Maudy Ayunda – Kamu dan Kenangan
///
Setelah selesai dengan pekerjaannya, Sandi segera pulang ke rumah bersama dengan Kiara. Malam itu, lalu lintas Kota Solo padat merayap. Semua kendaraan tumpah ruah ingin lekas sampai rumah. Terutama di jalanan utama yang menghubungkan setiap sudut kota, sudah seperti kerumunan semut—maklum jam pulang kerja.
Untuk hiburan di kala kemacetan melanda, ayah dan anak itu memutar lagu kesukaan mereka. Dari lagu milik Sheila on 7, One Republic sampai Joshua suherman "bolo-bolo".
Sandi sesekali melirik Kiara yang duduk di sebelahnya. Saat ini, anak itu tengah menikmati ice cream yang mereka beli di MaretMaret sebelum perjalanan pulang tadi.
"Kiara, besok lagi jangan diulangin. Kalau papa bilang tunggu, berarti harus ditunggu. Untung yang nemuin kamu tante yang tadi, gimana kalau orang jahat?" kata Sandi fokus menyetir.
"Kalo ketemu sama orang jahat... ya dipukul pa."
"Papa serius Kiara."
Kiara merundukkan kepala. "Iya. Besok Kiara nggak gitu lagi pa." Tangan kiri Sandi mengusap kepala Kiara, sedangkan tangan kanannya memegang kendali setir. "Kamu tadi ngilang ke mana sih?"
"Tadi... Kiara ngeliat orang kesakitan Pa, kepalanya berdayah. Kiara penasaran, teyus ngikutin ke mana orang itu di bawa. Habis itu, Kiara nggak tahu jalan pulang."
Sandi terkekeh pelan. Gemas mendengar penjelasan Kiara. Rasanya, tidak sanggup untuk memarahi anak kesayangannya itu.
"Pokoknya, besok jangan di ulangi lagi."
"Iya, Pa!"
Sunyi.
Setelah percakapan itu, keduanya terdiam. Hanya terdengar suara lagu yang terputar di radio mobil dan deru kendaraan. Ayah dan anak itu menikmati kegiatan mereka masing-masing.
"Papa."
"Hm?"
"Rasanya punya bunda itu gimana?"
Kedua mata Sandi terbelalak. Tubuhnya mendadak kaku. Tidak menyangka kalau pertanyaan itu akan kembali ditanyakan. Terakhir kali Kiara menanyakannya, saat anak itu masuk ke taman-taman kanak-kanak—sekitar setahun yang lalu. Di saat itu juga, Kiara menyadari kalau tidak ada sosok bunda di sampingnya.
Sandi menoleh menatap Kiara. Dilihatnya, Kiara tengah menatap lelangitan malam yang dihiasi rembulan dan bintang-bintang dari balik jendela mobil. Setitik kegelisahan dan rasa bersalah pun mencuat dalam diri Sandi.
"Pa?" Kiara menengok, menatap balik ayahnya.
Sandi tersadar dari lamunannya. Lalu ia melihat sisa es krim di pipi Kiara. Dengan cepat, pria itu mengambil sehelai tisu di atas dasbor, kemudian mengelap pipi Kiara dan berkata, "Kiara, kenapa tiba-tiba tanya tentang bunda lagi?"
"Kiara cuman penasaran. Nggak boleh ya, Pa?"
Pria itu terdiam. Bingung. Tubuhnya tiba-tiba bergemetar, tangan kanannya mencengkram kuat setir mobil, sepasang iris yang tadinya menatap Kiara kini beralih memperhatikan mobil yang di depan.
Dalam hati, ia sangat ingin bilang ke Kiara, kalau tidak boleh bertanya atau membahas lagi tentang bundanya. Karena itu akan membuatnya mengingat kembali kenangan pahit yang menimpa almarhumah bunda sekaligus istrinya. Tapi ia tidak ingin melukai perasaan Kiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day After Yesterday
Fanfiction"Saya menikahi kamu bukan karena saya cinta sama kamu, tapi itu karena keinginan anak saya. Jadi, jangan berharap lebih sama saya. Karena mau sampai kapanpun, saya tidak akan membuka hati saya untuk perempuan lain." - Sandi Afriandi "Kenapa di antar...