prolog

211 65 274
                                    

Ketika puncak harapan berujung penyesalan.

Mungkin itu yang akan orang lain utarakan ketika tahu seberapa banyak kebohongan yang terungkap, setelah menyusuri hutan, menaklukkan tingginya gunung, serta melawan dingin nya malam.

Alam yang terlalu jujur, atau manusia yang penuh akan dusta?

Edelwies Sastrowardewi. Sekali melihat nama itu, sudah dipastikan ia gadis berdarah Jawa.

Serta nama 'Edelwies' langsung tertuju pada bunga abadi, yang hanya dapat hidup di puncak bersuhu rendah.

Tak heran, jika ia menggeluti hobi nya dengan totalitas tanpa batas.

Namun, tunggu dulu. Hobi itu bukan sebagian dari impian-nya, melainkan suatu pelampiasan yang menumbuhkan candu--.

Bisa dibilang, kehidupan yang kebanyakan orang diluar sana inginkan, ia miliki. Keluarga yang masih utuh, hidup bergelimang harta, mendapat kasih sayang penuh dari kedua orang tua,  dan semua hal yang ia inginkan dapat digapai dengan mudah.

Tapi kenapa? Tuhan seakan tak ingin melihat senyum dari sosok manis itu, terus mengembang.

Berawal dari,
"Kita putus," ucap cowok itu, sangat lugas.

Ekspetasi yang ia bayangkan sampai tak bisa tidur, sekan terkubur dalam-dalam.

Bayangan keindahan Ranukumbolo yang ia nikmati bersama sang kekasih, ditemani ribuan bintang, sudah kandas.

Belum sempat ia membuktikan mitos 'jangan menengok kebelakang' ketika menaiki tanjakan cinta, kini hanya angan.

Harapanya terhenti, tapi tidak dengan kisahnya.

Berawal dari Semeru, lalu berakhir di puncak ke delapan, Merbabu.

🌄🌄🌄

SMA Buana Karya, 17 Juli.

Hari ini adalah hari terakhir masuk sekolah, sebagai penyandang murid kelas 11. Kalian tau, kan artinya mereka tidak tinggal kelas?

Begitu pula dengan si manis, dari MIPA 6.

"Woy, El! Kerja napa, mbucin mulu!" Teriak ketua kelas mipa 6 dari ambang pintu kelas.

Kini seluruh siswa Buana Karya, sedang melakukan bersih kelas, sebelum ditinggalkan selama kurang lebih setengah bulan.

Sedangakan, Edelwies, yang kerap disapa 'El' itu justru bermesraan di bangku depan kelas bersama pangeran hatinya, Daren Hutapea.

"Yaelah, Sen, lo ngiri aja kan, sama gue." Ucapnya yang tak terima di katai bucin.

"Nge-pel kek, atau bersihin kaca. Kayak gini nih? Kelakuan juara kelas?" Sindir Seno nge-gas.

"Lo kenapa sewot sama cewe gue?" Bela Daren, tak suka ada orang yang bertindak seperti itu pada pacarnya.

Akhinya, Edelwies mengalah. Mereka yang sedang membicarakn rencana liburan dua hari lagi harus tertunda, akibat ulah Seno.

"Sayang, aku masuk dulu, yah.. nanti pulang langsung kerumah aku aja." Ujar Edelwies seraya berdiri dari bangku.

Daren mengangguk setuju lalu pergi, kembali ke kelas asalnya.

Satu jam berlalu, akhirnya siswa-siswi Buana Karya diperbolehkan untuk pulang. Liburan akhir semester dimulai!!

Edelwies menancap gas nya seperti orang kesetanan. Dengan kecepatan diatas rata-rata.

Hari ini ia ingin cepat kembali ke rumah. Padahal biasanya tidak.
Ya, karena Daren yang ternyata lebih dahulu sampai di kediaman pak Dewa Sastromodjo, ayah Edelwies.

"Daren!" Panggil Edelwies ngos-ngosan.

Yang dipanggil menerbitkan senyuman, matanya melengkung bak bulan sabit ketika tersenyum begini.

Hmm-- bagian itu yang paling ia sukai saat Daren tersenyum.

"Pasti tadi ugal-ugalan ya?" Tebak Daren.

Edelwies menanggapinya dengan cengiran,

"Hehe, habisnya kan, aku gak mau bikin kamu nunggu." Jawabnya jujur.

Daren mendekat ke arah Edelwies, lalu mengusap pipi gadis itu lembut,

"Yang paling penting itu keselamatan kamu, sayang." Ucapnya seraya memandang manik mata Edelwies lekat.

Mungkin, kalau ada kamera jantung Edelwies sudah melambai-lambai sedari tadi, bilang 'saya udah gak kuat!!'.

🌄🌄🌄

Jadwal keberangkatan sudah diputuskan, mereka akan mulai berlibur, dua hari lagi. Seperti kelutusan awal. Namun, tidak hanya berdua, tetapi bersama dengan teman-teman Daren juga.

Izin dari orang tua Edelwies, bagaimana?
Tentu saja 'boleh' jawaban dari permintaan Edelwies.

Ah, orang tuanya tak pernah melarang ini-itu, seperti orang tua kebanyakan, ia sangat bersyukur memiliki orang tua sebaik mereka.

"Daren, aku kan masih noob, jadi nanti kamu yang persiapin peralatannya ya?" Pinta Edelwies memelas.

"Iya, tapi kamu harus tetep bawa barang pribadi, jangan semua bergantung sama aku."

"Kenapa emangnya? Kan kamu pacar aku, emangnya salah, ngerepotin pacar sendiri?" Tanya Edelwies mulai berfikir buruk.

"Bukan, begitu. Nanti kamu bakal tau sendiri. Disana engak se ramah yang kamu kira."

🌄🌄🌄

Hai, sob!!🌻💫
Kali ini aku bikin cerita yang masih bergenre teenfiction, sih, tapi fokusnya tuh, lebih ke alam, gitu.
Masih ada romansa khas anak SMA nya kok, tenang.

Alasan aku ambil tema ini karena, aku pengen bikin sesuatu yang beda aja gitu, pengen memberi ruang remaja lain, selain anak sekolahan.hihi

Semoga kalian sukak sama ceritaku, yah:))
Staytune di EDELWIES, bakal ada kesialan-kesialan selanjutan, eh kejutan maksudnya, lohh😭








EDELWIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang