Ini tahun kedua, pergantian tahun diiringi deras hujan. Dengan paksa, di mana-mana kembang api disulut. Meski mereka tahu benar, sebesar apa pun kekuatan api yang digunakan, hujan akan mengalahkan. Nyala yang nggak sempurna. Seperti nyala cintaku yang meredup sebelum meledak.
***
Pada layar laptop di hadapan saya, ada foto laki-laki dengan senyum sangat menawan. Pipi yang mengikuti lengkung bibir naik, menenggelamkan mata menjadi dua garis sabit, mata yang tertutup sempurna. Tepat setahun lalu kenangan ini saya abadikan, tentunya dengan diam-diam. Dia adalah laki-laki yang cukup cerdas dalam pemikiran. Namun sangat bimbang dalam menentukan perasaan.
Kembang api tahun ini tidak seindah tahun lalu. Bukan karena riris hujan yang menimbulkan ledakan aneh, tapi karena saya melewatinya sendiri.
"Apa yang sedang kita rayakan?"
***
"Selamat tahun baru, Jimin."
"Selamat tahun baru juga, Yoongi!" teriakku mencoba mengalahkan bunyi ledakan kembang api.
Di bangku berwarna hijau itu, kami duduk di antara banyak orang lalu-lalang merayakan pergantian tahun. Kepala mendongak menikmati malam bercahaya. Meski udah nggak hujan, tetap aja udara menyisakan hawa dingin dari sisa hujan yang turun sejak sore tadi. Kueratkan jaket yang memeluk tubuh. Kemudian ada tangan lain yang juga mendekap erat bahuku. Dia tetap dengan kepala mendongak. Ketika aku menatapnya, di bibirnya tersungging senyum. Sama sepertiku.
"Pusat kota selalu menjadi favorit untuk perayaan tahun baru ya, Yoon."
"Hm... apa yang akan kamu lakukan tahun ini, Jimin?"
"Menjalin hubungan serius dengan seseorang, karena menikah masih sangat mustahil," jawabku.
"Mana calonnya?"
"Ini sedang mencari."
"Nah, di sekitar sini banyak orang-orang menarik. Tinggal tunjuk saja," saran Yoongi, enteng.
"Itu menarik," tunjukku kepada salah satu orang yang sedang berdiri agak jauh dari kami, sedang melihat kembang api juga.
"Hanya satu telunjuk yang kamu berikan untuk orang itu, empat jari sisanya menunjuk kepada dirimu sendiri."
"Ih, apa coba...," gerutuku.
Kutonjok lengannya. Yoongi pura-pura meringis kesakitan. Kembang api di langit boleh saja berhenti meledakkan cahaya. Namun di dalam hatiku, ledakan itu baru aja dimulai.
Aku memanggilnya Yoongi. Belum genap sebulan kami berteman. Eh, lebih tepatnya berteman dekat. Namanya tersohor di kampus. Cukup sebutkan 'Yoongi si tukang foto' maka orang-orang akan menunjuk kepada lelaki mungil berkulit pucat, dengan kamera yang setia menggantung pada lehernya.
Lain halnya dengan aku yang tidak sepopuler Yoongi. Sebenarnya aku selalu muncul dalam majalah kampus yang terbit setiap bulan. Bukan, bukan menjadi orang penting yang diberitakan, atau model yang mengisi sampul depan majalah. Tapi sebagai orang yang memberitakan. Namaku hanya tertulis di bagian akhir beberapa artikel, itu pun nama singkatan. Kalau ada nama lengkapku, itu juga bagian kecil di kolom redaksi. Dan aku sangat yakin, hanya sedikit orang yang membacanya.
"Mengapa kamu membiarkan kamera itu kedinginan?" tanyaku setelah beberapa saat kami terdiam.
"Ah, malam ini biar ia mengalah. Karena ada orang lain yang sedang kedinginan."
"Hahaha, aku juga bisa fotografi, lho. Sini, pinjam kameranya," kuulurkan tangan.
"Tahun-tahun sebelumnya, saya selalu mengabadikan kembang api dalam lensa. Tapi ternyata sama saja." Yoongi mengabaikan permintaanku, tanganku dibiarkannya menggantung kosong.
![](https://img.wattpad.com/cover/228356080-288-k507120.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Maverick
FanficJimin itu seperti seseorang yang sedang gigil karena ditinggalkan orang yang selama ini menjadi tempatnya berteduh, orang yang bisa menjadi perisai ketika hujan datang, dan orang yang menghindarkan dia agar tidak terkena tempias air hujan. Tiba-tiba...