Keputusan Sulit

458 73 32
                                    

Saya memang sangat berbeda dengan Yejun. Yejun bisa lulus tepat waktu, sedangkan saya tidak. Tapi yang lebih mencolok adalah, Yejun bisa menjanjikan masa depan untuk Jimin, sedangkan saya hanya menjanjikan kenyamanan karena selalu ada ketika Jimin membutuhkan. Dan sayangnya, dalam kehidupan ini tidak cukup dengan nyaman, materi juga penting. Sampai di sini, sosok Yejun lebih ideal dibanding saya.

"Sampai kapan kita akan seperti ini, Yoongi?" tanya Jimin.

"Sampai kapan kamu dengan Yejun akan seperti itu, Jimin?"

"Dalam ilmu jurnalis, kalau ada pertanyaan itu harusnya dijawab. Bukan balik tanya."

"Tapi kita tidak sedang membuat artikel, kan?" sanggah saya.

"Ini artikel percintaan."

"Dalam hubungan kita, saya tidak bisa menjanjikan apa pun. Apa yang kamu cari dari diri saya, Jimin?"

"Hm."

"Saya tahu, kamu pasti tidak bisa menjawab. Hanya satu yang pasti, Yejun menjanjikan masa depan buat kamu, Jimin."

Jika mau, bisa saja saya langsung mengatakan perasaan yang selama ini ada dalam hati saya. Lewat tatapan mata Jimin, saya juga tahu jawaban apa yang akan dia berikan.

Jimin itu seperti seseorang yang sedang gigil karena ditinggalkan orang yang selama ini menjadi tempatnya berteduh, orang yang bisa menjadi perisai ketika hujan datang, dan orang yang menghindarkan dia agar tidak terkena tempias air hujan. Tiba-tiba dia ditinggalkan sendiri, dengan sebuah janji bahwa orang itu pergi sebentar untuk mencari tempat berlindung yang lebih nyaman, lebih luas, dan lebih menghangatkan.

Hanya saja, orang yang meninggalkan itu lupa, jika dia meninggalkan seseorang bersama hujan, dan hujan tidak juga menandakan reda.

Ada lelaki lain datang, dia hanya membawa payung yang cukup untuk dua orang. Datangnya menghampiri seseorang yang sedang gigil. Sebenarnya dia tidak ingin lama singgah, ingin segera melanjutkan perjalanan. Tapi ada godaan untuk membawa seseorang itu berlindung dalam payung yang dibawa.

Lelaki itu tidak yakin benar, apakah seseorang itu mau diajak berjalan di bawah payung yang sempit dan hanya cukup untuk dua orang, payung yang setidaknya bisa mengurangi gigil dari hujan yang terus menghujam.

***

Aku mulai nggak bahagia menghadapi Yejun.

"Yejun, aku udah nggak nemu cinta di dalam hubungan kita," kataku suatu malam melalui telepon. Aku udah memutuskan untuk membicarakan hal ini dan udah berulang kali berlatih berbicara di depan cermin agar nggak ada tangis.

"Nggak usah melucu, Jimin," jawab Yejun.

"Cinta itu nggak kayak gini."

"Ayolah, kita bicarakan baik-baik."

"Bukankah cinta sejati itu nggak lekang oleh waktu? Sedangkan hubungan dua tahun kita bisa terhapus dengan kehadiran seseorang, hanya dalam waktu beberapa hari."

"Adakah lelaki lain, Jimin?"

"Ya."

"Aku salah apa?"

"Keputusanmu untuk pergi udah menjadi hal yang salah. Terlalu sepihak."

"Aku di sini demi kamu," bela Yejun.

"Tapi aku lebih membutuhkan kamu yang ada di sampingku."

Aku nggak menyelesaikan pembicaraan. Sebenarnya masih banyak hal yang ingin kukatakan. Tapi air mata ini mendahului. Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk membangun hubungan kami. Dan, hanya dalam hitungan menit, aku memangkasnya.

MaverickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang