[🌙] O1. Prologue

830 93 45
                                    

Abhati🍂Prologue chap•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abhati🍂
Prologue chap

"Bisakah kau mendapat nilai lebih dari delapan?!"

Bugh!

Cambukan terus menerus Sumire dapatkan di punggungnya, caci makian akan selalu terucap dari mulut sang empu yang mencambuknya.

"G-gomenasai, aku a-akan mencoba lebih baik l-lagi," gagapnya.

Bukan karena malu, tapi karena isakan tangis yang menderanya.

"Kau selalu berbicara seperti itu! Tapi apa? Kau selalu mengulanginya, Sumire!" maki gadis bersurai hitam itu, masih dengan pemukul bola baseball di tangannya.

Bugh!

"M-maafkan aku, Mirai-neesan. Aku tidak akan mengulanginya, hiks."

"Nee-san? Aku bukan kakakmu! Kau hanyalah anak pungut di keluarga kami!" Volume gadis itu semakin tinggi, emosi telah menguasai dirinya.

DEG

Sumire semakin tenggelam dalam kesakitan, hanya menangis yang bisa ia lakukan, tak cukup berani untuk melakukan perlawanan.

"G-gomen, Mirai-san, hiks, tolong berhenti memukulku, itu sangat sakit."

Bukannya berhenti, kakak angkat perempuannya itu menendangnya, hingga tubuhnya tidak lagi meringkuk di lantai.

Bugh!

Kini giliran perutnya yang dipukul, entah berapa cambukan yang sudah Mirai berikan untuknya.

"Ittai!" pekik gadis bersurai violet yang tercambuk itu.

"Apa kau tahu? Jika nilaimu tidak bagus, aku yang akan dimarahi. Sedangkan kau? Selalu disayang oleh Tou-san dan Kaa-san!"

"Namun kau selalu menyuruhku, kapan kauberi waktu untuk aku belajar? Bagaimana caranya nilaiku bisa bagus?!" Dengan segala keberaniannya, gadis itu balik melawan kakaknya.

Plakk!

Tangan kosong sudah Mirai mainkan, tamparan kini ia beri untuk Sumire. Dengan pipi yang memerah sakit, air mata masih turun dari sudut matanya.

"Jangan berani untuk melawanku! Anak pungut tetaplah anak pungut, kau bukan saudaraku!" teriaknya dengan tatapan tajam.

Tangannya terangkat, menjambak kasar kepangan rambut gadis violet itu.

"Karena Tou-san dan Kaa-san memilih untuk mengadopsimu menjadi anak angkat, bukan berarti aku sudi untuk menjadi kakakmu!" ucap Mirai dengan penekanan di setiap kata.

Hati gadis berusia genap delapan belas itu tertohok, rasanya berdenyut nyeri mendengar perkataan kakak angkatnya itu.

Air matanya masih mengucur deras membasahi pipinya, entah karena sakit dari pukulan atau dari perkataan kakaknya. Keduanya sama-sama sakit jika dirasakan.

"Pergi kau! Aku tidak ingin melihat wajah menjijikanmu itu!" bentak Mirai dengan segala emosi yang merasukinya.

Dengan kasar, Sumire mengusap jejak air mata di pipinya. Ia mulai berdiri dan lari dengan tergopoh-gopoh tanpa alas kaki ke luar rumah.

Entah tempat mana yang ia tuju, ia sudah tidak kuat lagi dengan caci makian yang selalu ia dapat.

Masih bergelinangan air mata, dengan dress tidurnya, kakinya berhenti di sebuah taman. Entah taman apa itu.

Gadis itu terduduk di rerumputan taman, angin malam yang dingin tidak ia hiraukan. Tangannya menutup wajah, menyembunyikan tangisan yang cukup memilukan.

Isakan terus terdengar dari bibir cherry yang kering itu, matanya terus mengeluarkan air mata tanpa berhenti, rambutnya yang ia kepang sudah berantakan karena angin, dan lukanya ia hiraukan begitu saja.

Sakit, sakit rasanya. Ketika luka fisik bertemu dengan luka hati, boom! Perpaduan yang sangat menyakitkan. Hingga air mata saja tidak dapat mengutarakan rasa sakitnya sedalam apa.

Sudah lama sejak Sumire diangkat menjadi anak bedasarkan hukum oleh Sarutobi Asuma dan Sarutobi Kurenai, dan juga ia memiliki kakak angkat yang bernama Sarutobi Mirai.

Berbeda seperti di panti, Sumire benar-benar mendapat kasih sayang yang tercukupi. Layaknya dulu ketika ia masih memiliki kedua orang tua.

Namun, sejak Asuma dan Kurenai melakukan perjalanan bisnis. Mirai-kakak angkatnya-menjadi berlaku semena-mena padanya, caci maki dan kekerasan selalu ia beri untuk Sumire.

Sumire tidak bisa mengadu, ia terlalu takut pada ancaman sang kakak. Membuatnya harus selalu menerima bentakan juga pukulan yang Mirai berikan untuknya.

Lama-lama rasanya tidak tahan, lebih baik kembali ke panti saja dari pada harus tinggal bersama Mirai.

Namun apa yang bisa ia lakukan? Tidak, tidak ada yang bisa ia lakukan. Bersabar dan pasrah kepada Tuhan adalah jalan yang terbaik, ia selalu berharap Tuhan akan mengirimkan malaikat untuk menyelamatkannya.

Sudah lima menit terhitung Sumire menangis di taman dalam keadaan gelap, tetapi belum juga ia puas untuk menyalurkan rasa sedih atas sakitnya penderitaan yang telah dirasakan.

Rerumputan bersuara seperti ada yang menginjaknya, tetapi Sumire tidak menggubris itu.

Hingga seseorang memegang pundaknya.

"Hei ..., kau kenapa?"

TBC

-Mitsukiifiction 💙🌼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Mitsukiifiction 💙🌼

talescommunity
-705 words

Abhati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang