Nama dokter wanita itu adalah (Name), ia tidak menyebutkan marga, karena katanya ia tidak punya. Setelah pemeriksaan waktu itu entah mengapa mereka menjadi sering bertemu. (Name) bilang, dokter asli yang bertanggung jawab terhadap Jaemin tengah dipindahkan keruang lain karena suatu alasan. Membuat wanita itu harus memegang dua bangsal yang letaknya saling berjauhan.
Seharian ini, batang hidung dokter wanita itu belum tertangkap oleh retina milik Jaemin. Sesekali ia menatap kedinding menatapi jam yang sebentar lagi menunjuk angka sepuluh, menandakan jam besuk yang mulai habis. Ah, soal grup, Jaemin sudah mendapat izin dari agensi, dan pernyataan tertulis untuk penggemar mengenai ia yang tidak dapat ikut jadwal tur untuk sementara sudah mengudara. Jaemin sempat merasa sedih, namun tak mampu berbuat apa-apa. Ini murni salahnya, jika ia tidak terbawa emosi saat itu, mungkin kini ia tengah berada di Jepang, menikmati soba dingin yang digadang-gadang Haechan minggu lalu ketika teman segrupnya menjenguknya sebelum pergi kebandara.
Ah, belum ada sebulan berpisah Jaemin sudah merindukan teman-temannya.
Akhir-akhir ini, Jaemin merasa semakin sentimental. Entah karena ia terlalu lama sendirian, atau juga mungkin karena sedih tidak ada teman yang dapat diajaknya berkelahi. Ia rindu pada keramaian teman-temannya yang biasanya membuatnya kesal. Kadang, ketika Jisung menelponnya saat malam, menceritakan keadaan dinegara tempatnya singgah sekarang, Jaemin merasa dikucilkan. Pedalaman hatinya berbisik, mengoloknya, mengatakan bahwa ia mungkin tidak akan pernah mampu menari lagi. Atau lebih parahnya berdiri saja, ia nantinya tidak akan mampu sendiri. Biasanya disaat-saat seperti ini Jaemin memilih menulis coretan di buku berwarna biru yang dihadiahkan oleh dokter wanita yang akhir-akhir ini dekat dengannya. Namun hari ini pengecualian. Buku itu sudah penuh, tidak ada ruang lagi baginya untuk menggoreskan tinta, mengisi kesepian yang mencekiknya. Ayah dan ibunya janji akan datang semalam, namun hingga petang kembali datang mereka tidak pernah timbul, menambah kelam dalam perasaannya.
Jaemin mencoba meraih kursi roda yang tergeletak disamping ranjangnya, sengaja disiapkan siapa tau Jaemin butuh jalan-jalan. Kebetulan suster yang menjaganya tengah tidak ada ditempat. Jaemin rasa ia masih mampu jika hanya sekadar berpindah duduk. Kakinya hanya patah, bukan lumpuh. Meski ngilu dibadannya masih terasa dimana-mana, Jaemin tidak menyerah. Ia ingin segera mampu berlari, mampu menari lagi, mengejar ketertinggalan koreografi yang rencananya akan digunakan untuk comeback album grupnya bulan depan. Sesekali keluar ringisan dari bibirnya ketika ia menyesuaikan duduknya diatas kursi roda yang sudah disetting agar tidak bergerak. Sampai akhirnya, usahanya membuahkan hasil. Jaemin berhasil duduk, meski dengan jutaan peluh sebesar biji jagung keluar dari pori-porinya.
Perlahan Jaemin melepas kuncian dari kursi roda, memposisikan infus dengan benar sebelum akhirnya mulai memutar tuas yang menggerakkan kursi yang didudukinya. Ia bergeser sedikit, menuliskan memo dibalik sampul buku itu memberi pesan ia akan keluar sebentar. Takut-takut jika (Name) atau kedua orang tuanya datang dan mencarinya. Perlahan diraihnya gagang pintu, memutarnya kemudian memanggil seorang suster yang kebetulan senggang untuk membawanya jalan-jalan.
Lorong rumah sakit nampak sunyi, sesekali nampak beberapa orang lalu lalang, abai pada Jaemin yang membelah kesunyian. Sekilas Jaemin dapat menangkap lampu taman dari balik jendela, mengucap terimakasih pada suster yang mendorong dan memintanya meninggalkannya. Jaemin tidak berniat keluar, mengingat hujan tiba-tiba bertandang diluar melarangnya keluyuran lebih jauh. Samar-samar netra coklat milik Jaemin menangkap bayangan seseorang, menggunakan baju rumah sakit melambai kearah Jaemin dari bangku taman yang dibalas dengan anggukan.
"Kamu melihat apa?"
Jaemin nyaris memekik ketika suara khas wanita masuk dalam indranya. Membuatnya reflek mengalihkan pandang kesamping, menemukan (Name) yang berdiri disampingnya dengan sebuah laporan ditangan. Tangannya sibuk melepaskan masker, membuat wajah ayunya terpampang jelas, mengizinkan jaemin menatapnya lepas.
"Ada anak kecil ditaman" jawab Jaemin tanpa mengalihkan pandang. Ia membuat gestur menyuruh gadis itu mendekat, berniat merapikan rambut dokter muda itu yang nampak kusut.
"Yang benar, tidak ada siapa-siapa. Ini sudah malam, dan juga hujan. Siapa yang mau main ditaman" tanya (Name) sambil menundukkan badan, membiarkan Jaemin menyentuh rambutnya seperti biasa.
Iya, sedekat itu mereka.
Jaemin mendengus, merasa tidak dipercayai. Ia kembali menolehkan wajah. Mendapati gadis itu menghilang dari jarak pandang, meninggalkan sebuah bekas berupa bunga berwarna biru diatas kursi yang tadi ia duduki. Sejenak Jaemin merinding, mengingat bagaimana gadis itu tidak basah padahal jelas-jelas diluar hujan luar biasa deras, dan kemungkinan ada orang ditaman adalah kemustahilan.
"Ayo kuantar kekamar" tawar (Name) setelah mendapati Jaemin terdiam. Ekspresi Jaemin yang berubah-ubah dari kesal, penasaran, kemudian ketakutan membuatnya takut pria didepannya kerasukan. Jaemin hanya mengangguk menanggapi ajakannya. Sebelum akhirnya pria itu bergumam lirih membuat (Name) terkejut luar biasa.
"Malam ini tidur dikamarku ya?"
"Ha?!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Surprise!! (Na Jaemin X Reader)
FanfictionKejutan demi kejutan menghampiri Jaemin dalam kurun waktu kurang sebulan, mempermainkan emosinya, membuatnya kelabakan. Apa yang membuat pria bermarga Na itu menjadi teombang ambing? Dapatkah ia menemukan pasak untuknya berpegang? Pict and gif fr...