Tidak pernah terpikir dalam benak Jaemin, masalah pertunangannya yang sudah tertunda sebulan lebih kembali mencuat ke permukaan. Ayah ibunya kembali menanyakan ketetapan hatinya dengan menaruh harapan Jaemin akan menerima. Kini Jaemin tengah berada dalam peperangan batin. Eksistensi dokter wanita yang merawatnya terakhir kali ikut masuk dalam pikirnya, memporandakan logika, membuatnya kebingungan. Sebenarnya jika dipikir lagi, gadis dokter itu tidak berhubungan dengan masalah pertunangannya. Namun, entah mengapa rasa tidak rela jika ia harus menjadi milik orang merangsek kedalam perasaan, menimbulkan sesak. Ditengah wajah tegang Ibu dan tatap tajam sang Ayah, Jaemin menetapkan keputusan.
"Ayah, Jaemin menolak pertunangan. Ada seseorang yang ingin Jaemin perjuangkan"
***
Jaemin tidak pernah menyangka perdebatan antara ia dan sang ayah akan berakhir buntu. Perkataannya dianggap angin lalu, dengan keputusan akhir sesuai keinginan sang Ayah. Kini Jaemin memilih bersembunyi dibalik pintu kamar dormnya yang sepi. Teman-temannya tengah sibuk latihan, membuatnya tertinggal sendirian dalam kesunyian. Sempat terlintas dalam dirinya untuk kabur kenegara lain membawa sang terkasih namun tertahan. Jaemin tidak pernah tau bagaimana perasaan sang wanita. Selain itu, masalah profesi mereka yang sudah menetap disini, membuat benak Jaemin harus berpikir ulang memikirkan baik buruk yang lebih dominan.
Jaemin menghela napas panjang, menggenggam ponsel bercase hitamnya erat. Jemarinya ragu-ragu mengetik pesan kepada sang dokter yang menghancurkan jalan pikirnya. Sejenak, Jaemin dapat mendengar degup jantungnya yang berdebar kencang dibalik sepinya ruangan yang tengah ia tempati. Sebelum pesannya terkirim, ponselnya mendadak bergetar dengan sebuah nama terpajang disana dengan icon panggilan, membuat Jaemin refleks melempar ponselnya kebawah ranjangnya akibat terkejut.
Setelah menangkan pikirnya, Jaemin kembali mencari ponselnya, memanjangkan lengannya kekolong bawah ranjang. Meraba-raba lantai, berharap sang ponsel dapat tersentuh oleh perabanya dengan cepat. Setelah beberapa menit meraba, akhirnya sang ponsel ketemu, namun layarnya tidak lagi menayangkan panggilan. Hanya menyisakan dua notifikasi yang memberitahukan panggilan yang tidak terjawab. Jaemin memberanikan diri untuk menelpon balik, menggigit bibirnya saat nada sambung terdengar, disusul suara lembut diujung sana.
"Halo?"
Jaemin meneguk ludah, keberaniannya lenyap entah kemana. Mendadak Jaemin merasa kecil, ingatan tentang ia yang tak mampu mematahkan pendapat sang ayah merangsek kedalam pikiran, membuatnya merasa gagal menjadi seorang pria sejati.
"Jaemin?"
Panggilan lembut dari seberang menyadarkan lamunannya. Mungkin memilih meladeni sang gadis agar tidak khawatir cukup menjadi opsi utama. Walaupun Jaemin sendiri ragu, apakah ia pernah dikhawatirkan oleh orang yang kini membuat kerja jantungnya meningkat hanya lewat suara.
"Ah, (Name).. Tadi kamu menelpon, Ada apa?"
Suara hela napas terdengar dari seberang, terdengar lega, entah karena apa.
"Eumm iya, kamu dimana?"
Jaemin menggigit bibir, entah mengapa suara (Name) yang terdengar polos membuatnya ingin menangis. Jaemin berusaha menetralkan suaranya yang bergetar, merubahnya menjadi nada ceria seperti biasa.
"Dorm" jawab Jaemin pendek.
(Name) hanya merespon dengan meng'oh'kan jawaban Jaemin. Menghela napas sejenak, sebelum akhirnya bertanya keadaan, apakah Jaemin baik-baik saja.
Jaemin hanya terdiam, bingung antara harus jujur atau tetap bungkam. Saat ini ia butuh seseorang yang menenangkan, yang mau mendengarnya berbicara.
"Hei, Ada apa?"
***
Disini Jaemin akhirnya, di depan cafe di pinggir jalanan hongdae yang nampak lenggang, dengan sebuah masker dan topi hitam untuk menutupi penyamaran. Dieratkannya mantel hitam ketubuhnya, menghalau angin dingin yang mulai membuatnya bersin-bersin. Setelah percakapannya di telpon tadi Jaemin memutuskan untuk bertemu sang pujaan. Mencoba menetapkan hati, mencari kenyamanan.
Sekilas netranya menangkap tubuh ringkih (Name) yamg terbalut hoodie berwarna pink dengan rok rampel warna hitam yang menutup kaki jenjangnya. Ia nampak berbincang dengan seseorang yang membelakangi Jaemin, yang dari tubuh rampingnya seorang wanita.
Jaemin memilih melangkah masuk, seraya meremas hot pack yang tersimpan di kantungnya mengurangi gugup. Tubuhnya disergap rasa hangat tepat setelah melewati pintu kaca yang menjadi penghalang antara luar dan dalam. Alis Jaemin menyernyit, merasa familiar ketika irisnya memperhatikan lebih kepada seorang wanita yang terduduk di hadapan gadisnya.
Kelopak mata Jaemin dipaksa melebar ketika sang wanita yang dimaksud memutar kepala. Tubuh Jaemin bergetar, degup jantungnya menggila. Bibirnya tanpa sadar bergumam dengan nada gemetar.
"Ibu.."
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Surprise!! (Na Jaemin X Reader)
FanfictionKejutan demi kejutan menghampiri Jaemin dalam kurun waktu kurang sebulan, mempermainkan emosinya, membuatnya kelabakan. Apa yang membuat pria bermarga Na itu menjadi teombang ambing? Dapatkah ia menemukan pasak untuknya berpegang? Pict and gif fr...