Damn! Papa 5

1.3K 127 81
                                    

Mean terjungkal di saat tiba-tiba Plan mendorong tubuhnya dengan sekuat tenaga. Tepat pada saat itu pula, tiba-tiba lampu menyala.

Mean terkejut saat melihat wajah Plan yang memerah. Entah karena marah, atau karena bekas menangis sejak tadi. Yang Mean lihat, tatapan mata Plan terlihat sangat tajam, bercampur dengan kekagetan yang luar biasa. Satu tangannya memegang bibirnya yang baru saja dia cium tadi.

Mean sendiri tidak tahu, kenapa dia begitu nekat mencium Plan? Yang Mean tahu, saat itu otaknya benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih. Perasaannya jauh lebih mendominasi daripada akal sehatnya.

"P____Pah ..." Mean berusaha bangkit, perlahan menghampiri Plan yang masih mematung di tempatnya.

Saat tangan Mean hampir saja menyentuh tangan Plan, tiba-tiba Plan menepisnya.

Setelah itu Plan pun bangkit, lalu berlari menaiki anak tangga, menuju kamarnya. Mean samar-samar bisa mendengar suara dentuman pintu kamar Plan yang di banting dengan cukup keras.

Mean menyesali perbuatannya tadi. Kali ini, dia telah membuat Papahnya benar-benar marah. Mean merutuki kebodohannya sendiri yang telah dengan lancangnya mencium bibir Papahnya sendiri.

"Aarrgghh!" Teriak Mean frustasi sambil mengusak rambutnya ke belakang.

***

Plan meringkuk di atas tempat tidurnya.

Satu tangannya masih memegang bibirnya yang baru saja di cium oleh Mean___putra angkat yang sudah dia anggap seperti anak kandungnya sendiri.

Plan merawat Mean sejak dia masih bayi. Plan sangat menyayangi Mean sebagaimana putra kandungnya. Menjaganya dengan tangannya sendiri. Bahkan dengan tangannya pula lah, ia menggendongnya, menyuapinya, menggenggam tangannya saat dia terjatuh serta membesarkan nya. Tapi malam ini, putranya tersebut telah mencium bibirnya dengan lancang! Bahkan Plan masih bisa mengingat dengan jelas saat bibir penuh Mean menekan bibirnya. Meskipun tidak ada pergerakan, tapi sentuhan itu benar-benar mampu membuatnya terkejut setengah mati.

"Mean? Sebenarnya apa yang kau lakukan padaku tadi? Kenapa kau menciumku?" Lirih Plan pelan.

"Apakah kau bertindak seperti itu karena kau hanya ingin menenangkan aku yang tengah ketakutan? Ataukah mungkin kau memiliki perasaan lain terhadapku?" Sambungnya pelan.

Plan menggeleng cepat.

"Tidak! Tidak Mean! Aku ini Papahmu! Orangtua yang telah membesarkanmu. Kau tidak mungkin memiliki perasaan lain terhadapku kecuali perasaan sebagai anak terhadap Ayahnya kan? Iya! Tidak mungkin! Tidak mungkin kau menyukaiku. Itu sangat-sangat mustahil." Plan menggeleng lagi.

Setelah itu mata Plan pun perlahan terpejam. Plan berusaha melupakan kejadian tadi, dan berharap besok pagi, keadaannya akan kembali normal seperti sedia kala.

***

Mean menuruni anak tangga dengan perlahan. Matanya tak henti-hentinya menatap ke setiap sudut rumahnya yang besar, berharap pagi ini dia tidak bertemu dengan Papahnya.

Mean sangat malu!

Dia tidak memiliki keberanian untuk bertemu muka dengan Papahnya sendiri setelah kejadian  tadi malam.

Mean terus merutuki perbuatannya itu semalaman hingga membuat Mean tidak bisa memejamkan matanya sedetik pun.

Dan pagi ini, Mean berencana pergi ke sekolah lebih awal agar dia tidak bertemu dengan Plan. Namun harapannya sia-sia. Tepat pada saat Mean menginjakan kakinya di lantai dasar, ia melihat Plan tengah menyiapkan sarapan di meja makan.

Damn! I Love You PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang