夜 -he disappeared with air.

101 11 7
                                    


Masih pukul tiga pagi ketika kesadaran ditarik paksa ke permukaan. Rasa gamang, gundah, serta sedih menjadi satu ; mengcover lini kepala yang kian menggelap. Peluh membanjiri diri ; mengeruk energi secara internal yang membuatnya pengar setengah mati.

Tenang, itu semua hanya mimpi.

Obsidiannya menyapu sekitar, mencoba menetralisir pikiran. Cahaya rembulan serta lindapnya ruangan menjadi pemandangan pertama yang Arunika temukan. Di hadapannya, sebingkai wajah yang tengah terlelap memberi ketenangan absolut bagi si puan —rembulan jelas melukiskan binarnya di sana, memberi berkat pada sang empu hingga memiliki paras rupawan yang tak pernah bisa ditalar.

Dia nirmala. Katanya.

Sentuhannya kian menjalar, memastikan lini kepala bahwa ini semua benar.

"Mimpi buruk, hm?" Agaknya Arunika merisak sang olfaksi. Paraunya mengabsen koklea ; memecah lamunan yang tengah membungkus intelektual si wanodya. Arunika semakin yakin, bahwa sesosok pemuda yang ada di hadapannya merupakan sosok absolut yang bisa ia miliki.

Sosok mutlak yang jelas-jelas terdaftar pada realita.

Sang gadis menurunkan lengan ; mengalas wajah dengan punggung tangan, "iya." Katanya, menatap wajah sendu sang pemuda. Bayu tersenyum, masih mengejam korneanya yang selembut angin malam. Kantuk masih menguasai ketika dirinya mencoba mengumpulkan kesadaran dan memberi gadisnya atensi.

"Mimpi yang sama?" Mendekatkan wajah, menarik kurva lebih tinggi sebelum melanjutkan,"mimpi diriku menghilang dari pandanganmu?"

Tak ada jawaban. Semua pertanyaan yang dilontarkan memang benar ; Arunika selalu sama —stagnan pada mimpi gelap yang selalu menggilir malamnya. Lidahnya kelu, tak mampu memberi pembenaran atau bahkan sebuah anggukan.

"Aku tak akan menghilang."

Bohong.

"Aku mencintaimu, Arunika. Sungguh."

Labiummu mencintai dusta, Bayu.

"Tidurlah kembali, aku akan menjagamu dari mimpi buruk."

Sejurus kemudian, Bayu kembali memejam. Lengannya memeluk erat sang gadis ; mencoba memberi rasa hangat yang kian memudar. Tak ada yang berubah, semuanya sama ; jenis mimpi yang menghantam kesadaran Arunika di tengah malam serta bagaimana Bayu memberinya bena afeksi, semuanya masih terpampang jelas pada liang memori.

Hingga Arunika turut menutup kornea, kembali bersiap pada bentalanya ; sang gadis jelas sadar bahwa dirinya telah melakukan sebuah kesalahan besar dengan memutus pandangan dari sang insan.

Jadi, menemukan diri sendiri yang tengah menggelung memori ; meringkuk melawan dinginnya malam yang tak pernah bersahabat, serta konklusi yang semakin gigih membungkus dirgantara —Arunika menyadari bahwa dirinya sudah terbodohi untuk yang kesekian kali ; bahwa sang Bayu benar-benar menghilang dari jumantara sang dara.[]


















HIRAETH |ᵍˡᵃⁿᶜᵉTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang