午後 -can you go? please?

20 4 0
                                    


Ada sepertiga sampai dua lusin manusia di sana. Di bawah kelabu senja yang kian mendingin. Beberapa kerlap lampu pada sebuah gedung menyala pudar, sedang yang lain memiliki binar terang atau bahkan tidak menyala sama sekali.

Americano itu masih mengepul hangat, dengan sebuah jendela besar yang kian mengembun, menangkap lanskap lembayung yang masih mengarak awan-awan kelabu. Di bawah naungannya, suara riuh rendah mengabsen dinding-dinding bangunan. Menciptakan kebisingan samar-samar yang kian menguasai ruangan.

Tak ada yang salah, gadis itu hanya tak mengerti mengapa dirinya hanya mengaduk americano di hadapannya tanpa meminumnya sedikit pun. Sebuah piyama dengan bulu tebal membungkus diri. Setidaknya, itu pertahanan satu-satunya Arunika dari cuaca tajam.

"Kau tidak meminumnya?"

Suara tersebut merangkap melingkup ruang, beradu reda dengan suara klakson di luar sana. Memecah ketenangan yang sebelumnya membungkus atmosfer, serta merisak jumantara sunyi milik si gadis. Cahaya lampu sedikit mencuat serta menjilat dinding-dinding ruangan, sedang di ambang pintu Bayu dengan training dan kaus oversizednya melukis kurva pada labium sang empu.

"Tidak. Maksudku, Belum."

Ada jeda di sana.

"Ada apa, Bay?"

Bayu terkekeh pelan, menutup pintu perlahan serta melangkah memakan spasi antara dirinya dengan Arunika. Wajahnya
berbinar terang, korneanya seperti sebuah lampu bundar yang mengerlip lucu ketika dirinya tersenyum.

"kupikir tidak perlu alasan untuk menemui istriku sendiri."

"Iya." si gadis mengalas dagu, menegak habis semua americano yang sudah mendingin sepenuhnya. Rasa pahit menguasai kerongkongan, menyesap lidah yang kian kelu seiring detik waktu yang menggerogoti keduanya.

"Bayu," suaranya terdengar lelah, ada kalutan emosi serta jengah di sana. "Bisakah kau pergi?"

Di luar sana, suara klakson yang membungkus langit senja semakin menggila.

Bayu tersenyum hangat. Presensinya masih bergeming di hadapan Arunika dengan jarak empat langkah. Netranya meredup. Senyumnya yang kian meninggi seakan-akan mengejek sang gadis pada realita yang tertulis di atas dirgantara.

"Kalau aku pergi, memangnya kau punya tempat berpulang?"

Sebuah suara hantaman dengan klakson meninggi mengafeksi udara sekitar. Merobek semu-semu suara yang sedari tadi menggelayuti lini kepala.

"Bayu, kau sudah mati."[]
















HIRAETH |ᵍˡᵃⁿᶜᵉTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang