Abaikan Typo
"Aduh punggung Aira, rasanya mau rontok dari badan" keluh Aira sambil memijit bagian badan yang katanya mau rontok.
"Udah selesai?" tiba-tiba Bayu menongol di balik pintu dengan dua cup kopi ditangannya.
"Bapak ini tegaan amat sih sama Aira. Bapak itu KDKP tau nggak!" Aira menatap sengit ke arah Bayu.
"Apaan tuh KDKP?".
"Gini nih kalau sering berhubungan sama orang jahat, masak kejahatannya sendiri nggak tau. Kekerasan Dalam Kantor Polisi".
"Oh jadi kamu bilang saya orang jahat? Yang kamu lakuin tadi dengan saya termasuk kejahatan apa nggak!" Bayu mendekat ke arah Aira dengan memasang wajah ingin memakan Aira secara hidup-hidup.
Aira menelan air ludahnya sendiri dan mundur beberapa langkah untuk memberi jarak di antara mereka berdua.
"Ini minum!" Bayu memberikan cup kopi ke Aira.
"Aira nggak suka kopi pak, Aira lebih suka minum jus atau air putih".
"Oh ya sudah, beli sana di luar. Udah untung saya buatin kamu kopi".
"Aira nggak minta".
"Benar juga" Bayu membenarkan ucapan Aira.
"Aira boleh pulang nggak pak, ini udah sore. Nggak baik anak baik kaya saya pulangnya kesorean" sebisa mungkin Aira memasang wajah imutnya dan mencondongkan wajahnya ke arah Bayu.
"Ya sudah pergi sana. Ingat jangan buat masalah lagi dengan saya. Bukan kantor polisi yang harus kamu bersihkan. Kalau perlu kamu bersihkan sampai taman-taman di luar sana" tunjuk bayu ke arah luar pintu.
"Iya pak. Aira pulang dulu. Dah bapak".
***
Setelah menghabiskan hari libur semesternya Aira bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Aira mendapatkan pesan singkat dari sahabat tersayangnya bahwa mereka akan bertemu ketika mata kuliah selesai.
Mengingat 2 hari yang lalu yang menimpa dirinya, membuat Aira tertawa canggung untuk diri sendiri atau bisa di katakan bahwa ia menertawakan dirinya. Mungkin lain kali ia harus berhati-hati dalam menggunakan ilmu bela dirinya. Oh sungguh itu memalukan.
"Pagi pak" sapa Aira dengan dosen muda di bidang ilmu penyakit dalam.
"Pagi" sapa dosen Gavin. "Hari ini saya mengajar di kelas kamu bukan?" tanya dosen Gavin.
"Iya pak".
"Tolong bawakan bahan materi yang ada di mobil saya."
Aira terdiam di tempat. Ia menutup dan membuka matanya beberapa kali untuk memahami perkataan dosen tampan tersebut. Sebenarnya ia ingin saja menolak permintaan dosen Gavin kalau ia tidak bisa melakukannya. Bukan itu masalah terbesarnya sekarang ia sudah berada di lantai tiga, masa ia harus turun ke lantai satu dan mengambil setumpuk kertas materi. Rasanya ia ingin mengutuk diri sendiri karena telah menyapa dosen Gavin.
"Aira? Hey" dosen Gavin menjetikkan jarinya beberapa kali di depan wajah Aira.
"Eh iya pak" duh keceplosan.
"Ini kunci mobilnya" dosen Gavin memberikan kunci mobil ke tangan Aira dan berlalu pergi meninggalkan Aira dengan hati yang mengutuk.
Dengan jalan tanpa semangat hidup, Aira menuruni satu per satu anak tangga. Aira berjalan di lorong kampus yang lumayan sepi penghuni. Aira berhenti sejenak, tak lama kemudian ia memukul wajahnya sendiri karena tidak mengetahui dimana mobil dosen Gavin parkir. Sebenarnya ia tau bentuk dan model mobil dosen Gavin. Tapi apakah ia harus mencarinya dengan beberapa jajaran mobil yang sebanyak ini. Bisa mati muda Aira. Langkah kaki sedikit pelan untuk memeriksa setiap jajaran mobil, mobil pak Gavin berwarna hitam tak lupa stiker dibelakang dengan tulisan 'duvan".
"Nih dia, nyari mobil susah amat, sama aja nyari jodoh" Aira membuka kunci mobil dan mengambil setumpuk materi yang berada di dalam kursi penumpang.
"Ini membunuh Aira" gumam Aira melihat kertas HVS kira-kira 800 kertas.
"Mau di bantu nggak?" Seseorang berbicara di belakang Aira.
"Boleh" tanpa tau siapa lawan bicaranya. "Eh" Aira terkejut bukan main. Dalam hati bersorak kegirangan.
"Ada yang perlu gue bantu?" ucap Angga si ketua kelas yang di gilai oleh kaum hawa, bukan cuman Fakultas Kedokteran, bahkan sampai fakultas lainnya. Bagaimana tidak, sifat yang lembut dan bijaksana sebagai seorang pemimpin siapa coba yang nggak suka, termasuk Aira gitu loh.
"Kok Angga ada disini? Bukannya pak Gavin sudah masuk ya?" raut wajah Aira kebingungan.
"Oh itu, tadi pak Gavin nyuruh gue buat bantu Aira, katanya ada banyak yang perlu di bawa" jelas Angga.
"Oh gitu, tolongin Aira ya, kita bagi dua tumpukan kertasnya".
"Ngapain di bagi dua, 1/4 Aira yang bawa, dan selebihnya biar gue aja yang bawa".
"Nanti Angga keberatan, biar Aira setengahnya aja... Ya udah deh" ucapan Aira pindah haluan ketika Angga mantap matanya, membuat Aira salah tingkah.
***
"Sini duduk" Dinda bergeser sedikit untuk memberi ruang buat Aira. Sekarang mereka berada di kedai ketoprak di pinggir jalan. Bisa dibilang disini tempat favorit mereka berdua. "Udah lama nggak ketemu, gue kangen sama kepolosan lo tiada arti" Dinda memeluk Aira dari samping dengan memasang wajah risih.
"Gini nih, kalau jomblo kelamaan, kurang belain" Aira mendorong kepala Dinda menjauh "Bang, seperti biasa ya!" pesan Aira ke mas joko. Sebenarnya semua orang memesan memanggil mas Joko, tapi tidak dengan Aira dan Dinda, mereka kompak akan memanggil dengan embel-embel 'bang'.
"Kaya nggak jomblo aja" gerutu Dinda, ucapan Dinda di dengar oleh Aira, tapi Aira tidak mempermasalahkannya, toh itu benar.
"Oke, siap neng" jawabannya sedikit jenaka.
"Dinda kenapa sih lama amat pulangnya?" gerutu Aira kesal
"Biasa pulang kampung, kangen keluarga. Emang Aira nggak pulang kampung?" memang mereka berdua adalah anak rantau, Dinda keturunan orang Bandung, sedangkan Aira orang Padang.
"Aira nggak bisa pulang, banyak tugas yang harus Aira kerjakan, apalagi kita mahasiswa semester 7, buat kepala pusing aja" keluh Aira.
"Namanya juga hidup" Dinda merangkul pendak sahabatnya.
"Ini neng" bang Joko meletakkan dua mangkok ketoprak di hadapan mereka berdua.
Aira memasukkan satu suapan pertama ke mulutnya "Dinda tau nggak".
"Nggak".
"Kan Aira belum cerita".
"Ya udah lanjut" ucap Dinda cuek pembicaraannya sekarang. Saat ini Dinda lagi fokus dengan makanannya.
"Dua hari yang lalu, toko mini market indomaret didepan itu kemalingan" tunjuk Aira ke toko mini market yang ada di seberang jalan. Aira bercerita tentang kejadian memalukan yang dia alami, dan Allhamdulilah Dinda keselek makanannya sendiri. Secepat mungkin ia menuagkan air putih kedalam gelasnya, dan meminumnya dengan cepat tak lupa mengelus dadanya. Tak lama kemudian Dinda menutup mulutnya dengan kedua tangannya sambil menahan tawa atas cerita konyol Aira.
"Jangan ketawa din, malu tau".
"Makanya kalau mau tangkap maling lihat dulu". Tawa Dinda mulai mereda.
"Ya mana Aira....."
"Kalian lagi membicarakan saya?" suara cowok yang pernah Aira dengar beberapa hari yang lalu mengintrupsi pembicaraan mereka berdua. Dengan gerakan pelan Aira memutar tubuhnya menghadap sumber suara.
"Loh". Aira memasang wajah terkejut sedangkan Dinda memasang wajah kagum.
"Selamat Siang".
author ptrimla2310
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Promise of the Wind
Teen FictionCerita ini 100 persen cerita Author... Pliss jangan samain dengan cerita lain, author ga mau di samain..😂 itu menyakitkan Update sesuai mood 🙂 *** Bagaimana jika bertemu dengan seseorang tidak sesuai ekspetasi? Maksudnya pertemuan yang seharusnya...