Chapter 2

48 6 0
                                    

"Aku seperti pernah bertemu dengannya bertahun-tahun lalu, tapi dimana?" Elza kembali memikirkan hal itu. Seolah-olah ia yakin pernah bertemu dengan pria yang baru saja ia temui tadi.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Langkahnya terlihat cepat. Tetapi suara derap langkahnya tidak terdengar karena suasana di koridor itu cukup ramai. Langkahnya terhenti. Seseorang menahan tangannya.

"El... kamu kenapa buru-buru? Marah ya? Maaf deh.. Aku anter pulang ya.." Ujar lelaki itu sambil menggandeng tangan Elza menuju pintu keluar.

Elza melepaskan genggaman tangan lelaki itu saat mereka sampai di luar gedung yang biasa mereka datangi. "ga usah Lucas, aku biasa pulang sendiri. Rumah ku kan deket dari sini. Kamu sendiri, kenapa gak pulang bareng Eva? Tadi katanya mau pulang bareng dia"

"El, kamu tau kan itu bukan kemauan aku, dia yang selalu deketin aku dari dulu, kamu tau itu, aku kan punya kamu, aku ga mungkin ngeduain kamu, El, kamu itu gaakan pernah bisa digantiin sama siapapun" jelas lelaki yang bernama Lucas ini.

"Iya. Kamu sama aku tau ini dari dulu. Dari dulu. Kamu sadar gak ini udah berapa lama? Kalo sekali dua kali.. oke aku bisa maafin. Tapi ini udah 2 tahun sejak kita kelas 1 smp, dan sekarang adalah hari anniversary kita. Kamu inget? Enggak kan? Menurut kam-" omongan Elza terputus oleh Lucas.

"Aku kan udah sering bilang, aku gak ada apa-apa sama Eva. Kamu percaya sama aku kan?"

"Gimana caranya aku bisa percaya? Makin kesini kamu juga makin nanggepin Eva. Aku sering liat kamu berdua sama Eva. Akhir-akhir ini juga kamu lebih sering sama dia ketimbang sama aku. Emangnya aku ini apa?" Mata Elza memberat. Tangisnya pecah saat itu juga.

Lucas menarik tangan Eva menuju tempat sepi. "El.. Maafin aku ya, aku janji gak akan gini lagi"

PLAK.

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi kanan Lucas.

Tangan kanan Elza gemetar, "mau minta maaf sampe kapan? Aku gak bisa gini terus" Elza menghapus air matanya, "we break up now.." Elza membalikan badan dan berniat untuk meninggalkan Lucas di belakangnya.

"Za..."

Elza membalikan badannya. Terlihat segurat senyuman masam di wajahnya "Kapan terakhir kali kamu manggil aku Za? Aku kangen kamu manggil aku Za. Tapi untungnya aku cepet sadar. Kalo kamu, udah gapantes manggil aku Za lagi.." Elza kembali membalikan badannya, melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Meninggalkan Lucas jauh di belakangnya.

Air matanya kembali menetes. Namun buru-buru ia menghapusnya. Mempercepat langkahnya. Menjauhi tempat bimbingan belajar dimana dia, Lucas, dan Eva ikuti.

***

"Guten Morgen, Elza..." ucap Mom dengan lembut bermaksud membangunkan Elza dari tidur nyenyaknya, "Ayo bangun, hari ini kan kamu masuk pagi.. apa kamu tidak takut terlambat?" lanjut Mom lagi.

Elza mulai membuka matanya, "Guten Morgen, Mom" ujar Elza sambil tersenyum dan lansung beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil handuk.

"Umm.. Elza.." panggil Mom saat Elza ingin memasuki kamar mandi.

"Yes, Mom, ada apa?"Sahut Elza sambil memutar balikkan badan.

"Is there anything wrong with you?" Tanya Mom dengan nada serius.

Elza mengernyitkan dahi, "maksud mom? Aku tidak apa-apa, Mom lihat sendiri kan kalau aku baik-baik saja" jawab Elza dengan tampang meyakinkan, mom hanya tersenyum membalas perkataan Elza, dan langsung meninggalkan kamar Elza.

Elza merasa pipinya basah. Dia teringat dengan mimpinya semalam. Lucas. Kejadian itu kembali terulang di mimpinya.

***

"Apa maksud perkataan mom tadi? Aku jadi kepikiran.." ujar Elza dalam hati saat ia sedang menyisir rambutnya yang bergelombang itu.

Kemudian Elza langsung bersiap-siap, mengambil tasnya, dan langsung turun untuk berpamitan dengan mom and dad sebelum ia berangkat.

"Mom, Dad, aku berangkat!" Pamit Elza sambil menuruni tangga.

"Hati-hati, kabari kami jika terjadi sesuatu..." ujar Dad memperingatkan.

***

"Huffftttt...." Elza menghela nafas. Ditaruhnya Coffe Latte pesanannya di meja yang ada di hadapannya.

Ia gelisah sekarang. Memikirkan mimpinya semalam. Itu bukan mimpi. Itu nyata. Benar-benar pernah terjadi di hidupnya empat tahu lalu. Ia masih SMP saat itu. Dan sekarang terjadi lagi di mimpinya. Mimpi itu mengingatkannya kembali tentang masa itu. Rasa sakit yang pertama kali dialami oleh gadis ini.

"Apa maksudnya?" gumamnya.

Ia melihat sekeliling. Matanya menangkap sesosok pria di tengah ruangan. Elza Nampak mengenalinya. Lelaki yang waktu itu ia temui tanpa sengaja. Otaknya bekerja keras untuk mengingat namanya. "LUKE" hatinya berteriak. Elza memperhatikannya sekilas. Dan kembali terhanyut dalam pikiran awalnya.

"She sleeps alone. My heart wants to come home. I wish I was, I wish I was beside you."

Elza mencabut headset yang sedaritadi menyangkut di telinganya. Bermaksud memastikan jika ia tidak salah dengar. Kepala elza terlihat mencari-cari sumber suara. Ditemukannya Luke sedang menyanyikan lagu itu. Lagu yang....tentunya saja elza tahu.

"lagu itu.... Salah satu lagu favorit Lucas... kenapa ini...... seperti ini?" hatinya bertanya-tanya. Elza kembali memerhatikan Luke dari jauh. "atau mungkin, lagu itu memang benar-benar sangat enak sehingga banyak orang yang menyukainya?" Elza bertanya pada dirinya sendiri.

Elza memerhatikan luke dengan seksama. Dari ujung kaki, hingga ujung rambut. Semuanya menarik perhatian gadis yang satu ini. Ada satu hal yang menarik perhatiannya. Gantungan kunci yang menggantung di tas luke. Penguin! Itu dia. Kata kunci yang pertama kali Elza dapatkan.

Lelaki itu beranjak pergi meninggalkan caffe itu. Meja itu kini kosong. Tetapi mata elza tidak luput dari meja itu. Elza kembali termenung. Pikirannya masih jalan-jalan. Menelusuri lorong-lorong peristiwa masa lalunya. Mencoba mengingat apapun yang dulu pernah ia tahu.

"penguin" elza terdiam sejenak, "it's impossible! Memangnya dia suka penguin? Mungkin saja kan kalau gantungan kunci itu pemberian dari kekasihnya itu"

Elza kembali meneguk Coffe Latte dihadapannya. "Ah, tidak-tidak. Itu tidak mungkin. Kalau iya, setidaknya, dia mengenaliku. Tidak dingin seperti kemarin. Seingatku, lucas bukanlah orang yang dingin.... Lantas? Dia..... siapa? Apa mungkin dia........." elza terhenti sejenak, "Banyak sekali kemungkinannya" elza menggerutu sendiri.

Beruntunglah ia karena pengunjung caffe saat itu tidak terlalu ramai, dan ia juga duduk di sisi yang cukup jauh dari pengunjung lainnya sehingga ocehannya tidak terdengar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang