-01-

114 20 12
                                    

~Penyesalan datangnya di akhir
kalau datang di awal
namanya pendaftaran~

Seminggu yang lalu...

Gue baru saja menyelesaikan gambar sketsa gue. Karena gue datang paling terakhir, maka gue juga paling terakhir menyelesaikan sketsa gue. Temen-temen gue juga sudah angkat kaki dari tempat les.

Waktu sudah terlalu sore buat gue menunggu bus. Gue sebenernya pengin pesen ojol. Tapi buat apa pesen ojol kalau gue punya tukang ojek yang siap antar jemput gue.

Kak, jemput Ara ditempat les-
Cepet gpl-

Baru setelah gue selesai mengetikkan pesan, air langit turun membasahi bumi.

Tempat les sudah mau ditutup. Gue menunggu kak Raga di luar. Berdetik-detik, bermenit-menit, hampir satu jam gue menunggu. Baju gue separuh basah terkena cipratan air hujan.

Gue menelpon Kak Raga tidak sabaran.

"Kak, udah sampe mana? Cepetan dong naik motornya!" kata gue dengan volume tinggi, berduet dengan ricik hujan.

"Iya, iya, udah ngebut ini," kata suara di seberang.

"Ara takut, kak. Hujannya makin deras."

"Iya, sabar dong, Ra! Kakak masih di lampu merah."

"Cepet, kak!"

"Kenapa nggak pesen 'grab' aja sih?"

"Saldo OVO-nya kan udah buat beli gitarnya kakak."

"Idih...bilang aja nggak bisa.
.
.
.
.
............teeeeettttttt.....teeeetttttt......teeeeettttttttt.......... teeeetttttttt.....
'Ahhh  sial'  teeeettttttt......   teeeettttt.  teeeetttttttttt............ traasshhhh........ssssshhhhhhhhhh brukkkkkkk...  'aaaaaarrrrggghh'
.
.
.
.
.
'Ra.....to..long......'..........teeettttt....sssssstttt...ssssttttt....
.
.
.
.
."

Tut

"Kak! Kak Raga!!"
"Kak Raga!!!!!!" gue berteriak.

Gue masih mencerna peristiwa yang baru saja terjadi. Pikiran gue mulai liar kemana-mana. Badan gue mendadak merinding. Gue jatuh terduduk. Apa yang terjadi dengan Kak Raga?

Tiba-tiba seseorang menepuk gue dari belakang. Gue otomatis menoleh.

"Salma., kamu belum pulang?" tanya Miss Afri guru lesku.

"Mm....mmiss..mmm," gue tergagap.

"Kamu kenapa?" Miss Afri bertanya heran.

"Hiks...hiks...hiks..." gue nggak bisa menjawab malah menangis.

Miss Afri reflek menghambur memeluk gue, jiwa keibuannya bangkit. "Sudah, masuk aja yuk! Tenangkan dirimu dulu!" kata miss Afri sambil mengelus rambut gue yang sudah kuyup setengahnya.

Miss Afri menuntun gue masuk ke ruangan dengan dinding penuh lukisan. Bangku warna-warni ditata sedemikian rupa.
Gantungan bergambar kartun menghiasi beberapa sisi temboknya. Tempat ini jauh lebih mirip dengan taman kanak-kanak ketimbang tempat les menggambar. Gue duduk di kursi tepat menghadap jendela kaca. Gue mengambil posisi duduk sambil tangan menutup wajah.

NEURO-SHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang