Si Pecundang

20 7 0
                                    

Ternyata benar. Yang sulit dilupakan itu bukan orangnya, tapi kenangan bersama orang tersebut.

***

Day 1

Arie, Pak Frans, dan aku sudah berada di atas perahu kecil menuju Agats

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arie, Pak Frans, dan aku sudah berada di atas perahu kecil menuju Agats. Rasanya aku benar-benar lelah karena perjalanan ini. Untung saja, tadi selama di pesawat aku bisa terlelap sebentar. Selama di perjalanan ini aku menjadi terdiam, hal ini semua karena telingaku kembali mendengar nama 'Ran'.

Sunyi, hanya terdengar suara percikan air. Tapi tetap saja, suaranya yang memanggilku lagi-lagi terus terdengar. Wajahnya, masih bisa terbayang jelas di pikiranku. Matanya, hidungnya, senyumnya. Wangi khasnya, telapak tangannya yang kasar. Semuanya. Aku bisa merasakan hal itu dengan jelas, terasa nyata padahal ini semua hanya imajinasiku.

Terluka, aku sangat terluka. Sembuh, aku ingin sembuh. Tapi bagaimana caranya? Selama bertahun-tahun rasanya tak pernah ada yang hilang. Semua perasaan, luka, dan kenangan masih sama. Masih bisa aku rasakan secara sempurna, tanpa ada yang namanya membaik.

Melangkah kemanapun rasanya tidak tau akan berhenti dimana. Kehilangan arah lebih tepatnya. Satu-satunya tujuanku hanyalah kegiatan ini sekarang. Namun setelah hal ini sudah usai, mau kemana aku ini? Stasiun mana aku akan berhenti nantinya? Atau apa aku tidak akan pernah berhenti, dan malah melaju terus karena tidak ada tempat untuk berhenti? Semakin sini, bukannya semakin jelas. Malah banyak sekali tanda tanya yang terus bermunculan. Seperti pena yang terisi penuh, tapi tidak tau harus menulis apa di kertas kosong ini. Sampai akhirnya mungkin, lama-lama mengering dan tidak bisa menulis apapun lagi.

Sepi, sunyi, aku hanya ingin pergi. Ke tempat yang tidak terlalu ramai, tidak seramai suara di kepalaku. Suara-suara ini rasanya tidak pernah reda. Tak bisa diredam, bahkan dihentikan. Aku hanya ingin bebas, berlari kesana kemari tanpa mengingat siapa aku ini. Aku yang selalu berusaha lari dari kenangan, bukan darimu. Lari dari kenyataan yang ada. Bukan karena menyerah, lebih tepatnya aku masih tidak siap.

Jika kalian bilang aku pecundang silahkan. Aku memang si pecundang yang kalian bicarakan setiap hari. Karena tanpa aku mengakui sendiri akan itu, orang-orang sudah mengakui terlebih dahulu bahwa aku si pecundang.

"Ran!" aku merasakan pundakku di tepuk. Suaranya memanggilku lagi. Aku menengokan kepalaku ke arah orang yang menepukku. Itu dia.

 Itu dia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

23 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang