Chapter 3

62 12 0
                                    

Mentari telah memancarkan cahaya yang menyilaukan mata Nata.
Nata menggeliat membuka matanya perlahan-lahan sambil mengumpulkan nyawanya yang berserakan akibat terbangun dari tidur panjangnya.

"Huahhh." Nata menguap dan berusaha untuk membuka matanya yang sangat lengket.

Nata berkali-kali mengerjapkan matanya dan menoleh kearah jam Beker yang berada diatas nakas.
Jam menunjukan 07.00 pagi.

"Ya Ampunnn!" Pekik Nata menepak jidatnya sendiri.

Mengapa bisa dirinya terlambat, sedangkan tadi malam Nata tidur lebih awal. Huftt..

Nata menyibak selimutnya dan dengan tergopoh-gopoh berlari menuju kamar mandi untuk bersiap-siap.

Bangun kesiangan, ditambah lagi jalanan macet dan lebih sialnya lagi mata pelajaran pagi ini adalah Matematika.
Nata merutuki dirinya sendiri.

Merasa dirinya sudah terlambat, Nata melangkah dengan tergesa-gesa disepanjang koridor. Sampai akhirnya....

Brukkkkk.....

"Aish"
Nata terlonjak ternyata tubuhnya menabrak seseorang. Nata melihat dari bawah sampai ujung atas.
Ternyata seorang cowok, memiliki postur tubuh yang tinggi, kemudian pandangannya sampai pada perut itu cowok, sepertinya nih perut cowok sispack. Batin Nata.
Pandangan Nata sampai pada wajah cowok itu.

Wajah yang tampan berkulit putih, hidung mancung,alis yang tebal dan memiliki mata tajam.
Dia, Elvano Gandhi Kalandra.

Nata masih diam mematung, ehhhh waittt....

><><><><><><
Vano terlonjak kaget saat ada seseorang yang menabrak dadanya. Ya! Orang yang menabrak dirinya tak lain yaitu Nata.

Vano memicingkan matanya terus memandangi Nata, ada yang janggal sepertinya wajah cewek itu tak asing lagi.
Kaya pernah liat gue. Batin vano.

Vano terus mengingatnya siapa cewek yang ada di hadapannya dan....

"Lo?!" Lontar mereka secara bersamaan.

Keduanya saling melemparkan tatapan tajam, seolah olah sudah mengibarkan perang, keduanya tidak mau kalah.

Flashback on

Byurrr....

Sebuah motor sport berwarna hitam melaju kencang melewati genangan air dan cipratan itu mengenai seragam Nata jadi basah kuyup.

"Woi?!!" Teriak Nata Murka.

Dari kejauhan motor itu berhenti, di lihatnya seorang cowok menggunakan helm full face menoleh dan memundurkan motornya agar berhadapan dengan Nata.

"Lo nyetir motor nggak becus banget sih?!" Marah Nata berkobar kobar.

Cowok itu membuka kaca helm full facenya.
"Elo yang jalan gapake mata!" Sungut cowok itu.

"Heh! Lo buta?! Dimana-mana jalan pake kaki!"

"Kok Lo nyolot sih? Dikira gue sengaja?!"
Erang cowok itu.

"Gimana gue kagak nyolot, Lo yang bikin gue basah kuyup!" Kesal Nata.

"Bodoamat"

Cowok itu langsung melenggang pergi meninggalkan Nata yang sudah sangat kesal.

"Sialan"

Flashback off

Kejadian yang mengakibatkan Nata basah kuyup pelakunya adalah Vano.

Nata menatap kearah Vano tajam "Kenapa sih Lo lagi?!" Bentak Nata.
Kesialan apa lagi yang sedang terjadi pada Nata.

Vano membalas tatapan Nata tak kalah tajam "Emang Lo doang?" Ketus Vano.

Vano melangkah pergi sembari memasukan kedua tangannya ke saku celana olahraganya.
Mengabaikan Nata yang sudah sangat geram.

Nata masih setia memasang wajah masam nya "Siapa sih tuh orang."

><><><><><><
Disaat teman-teman sekelasnya istirahat, ada yang ke kantin, ada juga yang sedang duduk dibawah pohon yang berada di pinggir lapangan.

Vano memilih untuk untuk bermain basket ditemani oleh kedua sahabatnya yaitu Juanda Adhyastha si tengil dan Alvin Prasaja yang sok cool. Mereka berdua memilih untuk duduk manis menonton Vano.

Vano mendribble bola basketnya dan memasukkan ke ring dengan begitu lihai.
Sesekali ia menyeka keringat yang membasahi wajahnya.

"Al gue ada tebak-tebakan nih." Ujar Juanda dengan tampang tengilnya.

"Apa an?"

"Bulat, tapi bukan bola." Tanya Juanda sambil menaik turunkan alisnya.

Dari awal Alvin mencium bau-bau tidak enak.
"Mesum Lo!" Desis Alvin.

"Ck! Lo aja yang otaknya kotor." Sewot Juanda.

"Najis baperan." Cibir Alvin

Juanda menirukan gaya mulut Alvian dengan kesal. Sedangkan Alvian hanya tersenyum sinis.

Juanda menghampiri Vano "Van, ke kantin kuy." Ajak Juanda.

Vano menoleh dan menghentikan aktivitasnya.
Tanpa sepatah katapun diucapkan Vano melenggang pergi duluan.

"Setdah nih bocah, yang ngajak siapa pergi duluan." Gerutu Juanda.

Alvin menepuk pundak Juan dengan raut wajah yang memprihatinkan.

DESTIN (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang