15. Angin segar

2.7K 249 97
                                    

Alhamdulillah aku bisa update.
Makasih banyak untuk yang masih nungguin kisah Nina & Denis.

Selamat membaca❣️

***

Langit gelap tanpa ada bintang yang menghiasi namun siap menumpahkan air hujannya ke bumi, seperti itu lah gambaran hati Nina saat ini. Sekuat mungkin Nina berusaha agar air matanya tidak tumpah. Diletakkan tasnya di samping meja rias kamar tamu rumah Bunga dan Gilang. Segera kakinya bergerak menuju tempat tidur king size yang tergolong mewah hanya untuk ukuran kamar tamu. Nina menjatuhkan diri di sana, sama rasanya ia ingin juga menjatuhkan hati pada pria lain saja, tapi sama sekali tidak bisa. Nina menghela napas kuat.

"Ada apa sih?"

"Nggak papa, cuma pengen nginap di sini aja."

"Kok aku nggak yakin yah?" Mata Bunga menyipit dengan kedua lengan terlipat di depan dada. "Apa jangan-jangan ini ada hubungannya sama Mas Denis?"

"Apa sih Mbak Bunga, masa' semua harus dihubungkan sama Kak Denis sih," Nina mencoba mengurai tawanya yang tak luput dalam pandangan mata Bunga adalah tawa palsu.

"Udah jujur aja, ada masalah apa?" Bunga mendekat lalu duduk di pinggir kasur. Nina yang berbaring segera bangkit dan duduk di samping Bunga.

Lama Bunga menunggu Nina untuk bercerita, hanya kedua mata mereka yang saling bertukar pandangan. Tampaknya Bunga harus menelan bulat-bulat keingintahuannya. Nina sama sekali tidak menceritakan apa pun. Gadis itu malah kini tertawa terbahak-bahak, seolah-olah mengolok mimik Bunga yang begitu serius.

"Dasar bocah tengil!" Bunga meraih bantal yang tak jauh darinya, lalu dilemparkan tepat di wajah Nina yang membuat gadis itu langsung terjatuh di atas kasur sembari mengaduh sakit.

"Iiiih Mbak Bunga sakit tahu!!!"

"Besok-besok aku nggak izinin kamu nginap di sini lagi!"

"Terserah, aku tinggal minta izin sama Kak Gilang," Nina menjulurkan lidah.

"Ngeselin banget sih," gumam Bunga segera keluar dan menutup pintu kamar.

Selepas itu Nina langsung membalik badan. Menenggelamkan wajah di seprai lembut itu melepas tangis tanpa suara. Pelan-pelan dari luar Bunga kembali membuka pintu kamar. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya menatap punggung bergetar itu di sana.

Sementara di sisi lain Denis terus memacu mobilnya membelah jalanan ibu kota. Perasaan geram, marah, dan rasanya ingin sekali mencekik leher gadis ingusan itu menjadi satu. Bisanya-bisanya ia menginap di rumah Gilang. Apa yang harus ia katakan pada mertuanya jika mereka tidak menemukan sosok Nina di rumah. Bisa-bisa ia diklaim suami tidak bertanggung jawab. Sialan!

Sosok pria berperawakan besar dan tegap membukakan pagar besi yang tinggi menjulang itu sesaat mobil Denis sudah berada di depan rumah Gilang. Setelah memarkirkan mobilnya, Denis mengambil langkah cepat menaiki tangga menuju pintu utama rumah Gilang. Berkali-kali Denis menekan bel. Bunga yang berada di dalam mengernyit sebentar lalu perlahan kembali menutup pintu kamar tamu yang menyuguhkan sosok Nina yang malang di dalamnya. Seketika Bunga tahu siapa yang menekan bel tidak sabaran itu. Ditarik napasnya dalam sebelum berjalan cepat membukakan pintu mendahului asisten rumah tangganya.

"Nina dimana?" kalimat tanya itu yang langsung keluar dari mulut Denis.

Bunga melipat tangan di depan dada, "Nina? Emang, Mas Denis peduli?"

Pertanyaan Bunga membuat Denis menghempaskan napas kuat. Ia berjalan melewati Bunga. Mencari sendiri dimana Nina di setiap pintu kamar. Akhirnya ia menemukan dimana gadis ingusan itu. Denis mendegus kesal. Derap langkah kakinya dengan tegas mendekati Nina. Seketika keningnya mengerut, gadis itu tengah tertidur dengan sisa-sisa bekas air mata yang kentara serta hidung yang memerah.

Masa bodo ia tidak peduli. Diangkat Nina yang tengah tertidur dalam dekapannya. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun ia melewati Bunga yang kini sudah bersama Gilang berdiri di depan pintu. Tatapan sepasang suami istri itu terus mengikuti Denis yang tengah menggendong Nina yang tertidur hingga keduanya benar-benar menghilang dari sana.

"Ada apa?" tanya Gilang terheran-heran.

Kedua bahu Bunga terangkat, "Aku nggak sabar nunggu Mas Denis ada di posisi kamu dulu, Mas. Merasakan yang sesungguhnya setelah kehilangan." Bunga segera beranjak dari tempatnya.

"Hey maksudnya apa?" Gilang masih saja bingung seraya mengikuti langkah istrinya memasuki kamar mereka.

***

"Bangun," Nina merasa ada yang terus nepuk-nepuk lengan atasnya. Perlahan kedua matanya terbuka menyesuaikan keadaan. Remang-remang di dalam mobil, seingatnya ia tidur di rumah Bunga. Kenapa sekarang sudah ada di depan rumah dan di dalam mobil? Mobil siapa? Nina terkesiap. Langsung menoleh ke samping. Dilihat ada Denis yang tengah menatap lurus ke depan dengan wajah yang mengencang.

"Apa ini mimpi ya?" gumam Nina. "Bisa-bisanya mimpi Kak Denis," lanjutnya sembari menghela napas pasrah. Nina mencoba memejamkan mata lagi, namun nada suara Denis yang dingin membuatnya sontak membelalak tak percaya.

"Karenina....," Denis menoleh. Aura yang pria itu keluarkan begitu dingin membuat Nina jadi meneguk salivanya sendiri begitu sulit.

Ternyata beneran bukan mimpi, Nina membatin.

"Kamu tahu papa mama kamu malam ini akan kembali dari perjalanan bisnis mereka?"

Nina mengangguk perlahan, rasanya ia masih tak percaya Denis menjemputnya. Tiba-tiba saja ada sepercik rasa bahagia merasuk di dalam hati. Apa pria ini peduli padanya?

"Dan mereka akan langsung menginap di rumah. Kamu tahu artinya itu apa?!" bentak Denis di akhir kalimat tanyanya.

Sontak Nina memejamkan mata sebentar dan membukanya kembali. Jadi ini alasan Denis menjemputnya? Langsung saja rasa bahagia itu berganti rasa kecewa yang menjalar.

"Maaf.. tadi Nina udah berusaha hubungin Kak Denis tapi nggak ada balasan. Dan Nina juga nggak tahu kalau malam ini papa sama mama bakalan pulang dan langsung nginap di rumah. Sekali lagi maaf," ini adalah kalimat pertamanya yang cukup panjang setelah acara diam-diamannya dengan Denis sejak pria itu mengatakan sudah ada wanita yang dicintainya.

Denis mendengus, ditahan amarahnya yang sepertinya sudah sangat siap untuk meledak. "Sepertinya mulai besok aku sendiri yang akan jemput kamu ke kampus. Aku nggak mau nanti kamu keluyuran dulu entah kemana sampai menginap entah di rumah siapa lagi."

HAH!

Serius?!

Nina mengerjap beberapa kali menatap Denis yang kini sudah membuka pintu mobil lalu mengambil langkah lebar memasuki rumah. Rasa kecewa tadi yang sempat hinggap berubah jadi angin segar. Nina mengulum senyum. "Ya ampun ini pertanda bagus," Nina menyentuh kedua pipinya dengan rasa senang.

Tbc

Selamaaat ya Nina.. ini kesempatan bagus, semoga ke depannya bisa memenangkan hati Denis yaa jangan gagal lagi! 😁
Makasih udah baca, vote dan komen. See you... aku nggak bisa janji lagi kapan tepatnya.

Love you,

lotuscrown

12-06-2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Modern Fairytale (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang